Topic
Home / Berita / Opini / Memaknai Kata “Buruh” Pada Hari Buruh

Memaknai Kata “Buruh” Pada Hari Buruh

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Demo buruh di Jakarta. (tribunnews.com)
Demo buruh di Jakarta. (tribunnews.com)

dakwatuna.com – Hari Buruh yang jatuh pada tanggal 1 Mei merupakan momentum untuk memaknai sebuah pekerjaan. Jika kita melihat pada konteks sejarah, perjalanan para pekerja untuk mendapatkan legitimasi Hari Buruh sangatlah panjang. Mulai dari era kepemimpinan Presiden Soekarno, para pekerja telah bergerak untuk mencapai kebebasan menyuarakan pendapat. Terbukti dengan lahirnya UU Nomor 1 Tahun 1951 yang menetapkan RUU kerja pada tahun 1948. Meski demikian, pada akhirnya undang-undang tersebut tidak dapat dijalankan ketika zaman Orde Baru karena sangat bersinggungan dengan gerakan dan paham komunis G30S/PKI. Sehingga sejak saat itulah para pekerja kembali masuk pada masa memperjuangkan kebebasan menyuarakan pendapat sampai akhirnya keluarlah undang-undang yang ditetapkan Presiden SBY tahun 2013. Melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan bahwa 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional dalam rangka menghormati para pekerja di negeri ini.

Berbicara mengenai pekerja maka erat kaitannya dengan kata “buruh”. Makna kata buruh seharusnya dipahami lebih mendalam oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tentu agar tidak terjadi bias makna pada masyarakat bahwa buruh hanya dimaknai sebagai para pekerja yang berada di pabrik-pabrik saja, tetapi juga setiap orang yang mendapatkan upah termasuk pada kategori buruh. Menurut UU No 13 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 3 tentang Ketenagakerjaan, “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Melalui undang-undang ini maka makna buruh sebenarnya mempunyai arti yang lebih luas dan tidak hanya terbatas kepada para pekerja yang berada di pabrik-pabrik saja. Maka bisa kita contohkan bahwa profesi seperti guru, pekerja kantoran, bahkan dokter sekalipun masuk pada kategori buruh. Sehingga selayaknyalah gerakan buruh tidak dimaknai secara sempit hanya terbatas kepada para pekerja pabrik saja.

Gerakan buruh pada 1 Mei seharusnya menjadi modal penting untuk memperkuat integritas dari para pekerja Indonesia. Ketika definisi buruh sudah jelas bahwa bukan hanya sekadar para pekerja pabrik, maka seharusnya setiap elemen pekerja memiliki rasa perjuangan yang sama untuk menyuarakan pendapat. Seseorang yang menjadi guru bebas menyuarakan keinginannya, yang menjadi pekerja kantoran bebas memberikan masukan kepada para atasannya, begitu juga dengan para dokter yang bisa menuntut penjaminan kerjanya pada pemerintah. Setiap lapisan masyarakat yang terkategorikan sebagai buruh bisa saling menyuarakan aspirasinya di tanggal 1 Mei tanpa beban apapun. Maka di sinilah letak integritas dari para pekerja Indonesia menyatu untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Karena tanpa para buruh atau pekerja, bangsa ini tidak akan berarti apa-apa.

Pada momentum kebebasan buruh tanggal 1 mei kemarin, mari kita sama-sama membangun Indonesia agar menjadi lebih baik dan bermartabat. Selamat Hari Buruh!

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Indonesia yang mempunyai minat kajian pada isu Sosiologi Pendidikan di Indonesia.

Lihat Juga

Tips Membangun Kepercayaan Anak dengan Ibu Bekerja Melalui Ramadhan

Figure
Organization