Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Berterima Kasih Kepada Takdir

Berterima Kasih Kepada Takdir

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Hidupdakwatuna.com – Takdir berasal dari bahasa arab ‘Qaddara –Yuqaddiru-Taqdiiran’, ia merupakan mashdar dari kata kerja ‘Qaddara”, ia bisa berarti “kadar” dalam bahasa Indonesia, jika disederhanakan maknanya bisa juga menjadi sebuah perkiraan atau kira-kira, namun dalam hal ini takdir bukanlah kira-kiranya manusia, melainkan apa yang dikirakan oleh Allah Ta’ala, karena terkadang kira-kira manusia seringkali salah.

Tanpa panjang lebar membahas makna takdir, mari kita menuju esensi takdir, teringat ketika masa kecil ada sebuah lirik lagu yang berbunyi “Takdir memang kejam”, entah kenapa ketika ingat takdir terkadang jadi teringat lirik tersebut.

Mari kita luruskan, takdir tidaklah kejam, karena jika kejam berarti sang pembuat takdir juga kejam, di sinilah bukti bahwa jika takdir didefinisikan oleh manusia maka maknanya bisa salah, seharusnya sebelum seseorang berkata hendaknya ia memahami akan makna dan esensi takdir itu sendiri.

Sebagai contoh, Allah Ta’ala membuat surga dengan delapan pintu, kelak seorang hamba akan memasuki pintu tersebut sesuai dengan amalannya ketika di dunia, ada namanya pintu shalat diperuntukan untuk mereka yang rajin shalat, pintu lainnya di antaranya:

  • Pintu Ar-Rayyan (puasa)
  • Pintu shadaqah
  • Pintu berjihad
  • Pintu (menuntut) ilmu
  • Pintu tawakkal kepada Allah Ta’ala
  • Pintu menahan amarah
  • Pintu (banyak) berdzikir

Manakah amalan andalan kita ketika di dunia? Terkadang seseorang kuat berpuasa, namun ia tak kuat dalam memperbanyak amalan shalat, begitu seterusnya masing-masing pintu memiliki keutamaan dan yang paling utama adalah yang bisa menggabungkan seluruh amalan kebajikan sehingga ia bisa memasuki pintu surga dari mana saja yang ia kehendaki.

Terkadang Allah Ta’ala sayang kepada seseorang, sehingga memberinya sebuah ujian yang menurut pandangan manusia merupakan sebuah kemalangan, padahal jika seorang hamba mau merenung sejenak, kemalangan dalam perkiraan manusia adalah kebaikan yang begitu besar dalam perkiraan Tuhan.

Sebagai contoh, seorang hamba yang terlahir cacat, ia buta sejak kecil, tidak bisa mendengar atau bisu, atau mungkin lumpuh sejak lama, hidupnya selalu berada di pembaringan dan kursi roda, atau seseorang memiliki anggota keluarga yang tidak sempurna dalam pandangan manusia

Dalam perkiraan manusia bisa saja ia atau keluarga tersebut adalah orang yang kurang beruntung di dunia ini, bahkan seseorang yang hatinya ada sebuah penyakit ia akan memandang rendah orang-orang yang berkebutuhan khusus dan berkata yang tidak-tidak kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga tidak sempurna, terkadang kita dapati seseorang berkata “mungkin ini karena dosanya, mungkin ini adalah karena peringatan Tuhan, maka ia pantas mendapatkan hal seperti ini.” Padahal tidak ada hubungannya sama sekali, karena ini adalah Takdir.

Allah Ta’ala punya maksud lain di balik musibah yang menimpa seseorang, Dia sayang terhadap hambaNya, Dia sudah mempersiapkan surga dengan kesabaran hambaNya, hal ini senada dengan firman Allah Ta’ala.

“Dan Kami pasti akan memberi Balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 96)

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)

Contoh lain, tatkala seseorang ditinggal oleh buah hatinya, ini adalah musibah yang tiada tara, khususnya bagi ibundanya, tatkala hadir buah hatinya, lucu, imut lagi menggemaskan, takdir berkata lain, anaknya mendahului orangtuanya.

Sebagian orang dengan perkiraannya menyayangkan kejadian tersebut, bahkan ada yang berteriak histeris sambil meratapi kepergian buah hatinya, ini adalah rasio manusia yang seringkali salah menafsirkan setiap detik kejadian.

Tahukah anda, Allah begitu sayang dengan hambanya, ia ingin hambanya masuk ke dalam surga dengan takdirnya, Dia wafatkan buah hatinya, jika seorang hamba bersabar, bertasbih bahkan menyukuri segala musibah sebagai sebuah karunia, kelak akan berbuah manis.

Tatkala para pelaku kebajikan memasuki surga, ada seorang anak yang menanti di pintu surga, tatkala diperintahkan kepada anak tersebut untuk segera masuk ke dalamnya, iapun berkata, “aku tak akan memasuki surga sebelum orangtuaku datang”. Bahkan dengan kesabaran yang baik dari seorang hamba, kelak akan Allah bangun untuknya rumah yang indah di surga. Masya Allah begitu indahnya takdir Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala memberi perumpanan atas kesabaran seorang hamba yang diganjar sebuah surga, tengoklah Asiyah yang bersabar atas suaminya Fir’aun, seorang raja yang mengaku Tuhan, angkuh, durhaka dan kejam. Namun Asiyah tetap bersabar dan beriman kepada Allah Ta’ala, hingga akhirnya ia disiksa dan terbunuh. Asiyah sempat berdoa yang doanya terbingkai indah di dalam Alquran di surat At Tahrim ayat 11.

“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.”

Inilah kehidupan, penuh dengan lika liku, sampai-sampai banyak orang jatuh ke dalam jurang kebinasaan, inilah kehidupan penuh dengan teki-teki, sampai-sampai banyak orang tak mampu mengisinya dengan baik, inilah sejatinya kehidupan, penuh misteri dan tanda tanyanya, namun jika seseorang bersandar kepada petunjuk Ilahi dan Rasulullah, maka ia akan berbahagia di dunia dan di akherat.

Apa jadinya seseorang yang selalu mujur, hidupnya lurus-lurus saja tanpa ada ujian, bahkan ia sukses di dunia, kaya raya, memiliki status sosial di masyarakat, sebagian orang mengira bahwa ia memiliki kehidupan yang sempurna, namun kita tidak tahu, karena kenikmatan merupakan ujian dari Allah Ta’ala untuk hambaNya, apakah ia bersyukur atau kufur, kebanyakan orang kufur terhadap nikmat Tuhan.

  1. Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya Kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya”.
  2. Dan mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab[1]. (QS. Saba’: 34-35)

“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (QS. Az Zumar: 49)

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,” (QS. Al ‘Aadiyaat: 6)

Memahami paragraf di atas mesti secara menyeluruh, karena jika secara parsial bisa terjebak ke dalam kesalahan berpikir, dalam ajaran Islam bukan berarti seseorang tidak boleh membangun istana maupun kerajaan bisnis, dan bukan pula menjadi pembenaran atas kemiskinan dan kebodohan seseorang, melainkan  orientasi akherat dalam kehidupan seorang muslim hendaknya lebih diutamakan ketimbang perkara duniawi.

Bukankah Rasulullah seorang yang kaya raya, namun karena begitu penderma, Beliau belum pernah membayar zakat, karena hartanya tidak pernah sampai nishab (batas minimal mengeluar zakat setelah sampai satu tahun dengan hitungan 85 gram emas), mahar kepada Khadizah saja sampai 100 unta, belum lagi mahar kepada isteri-isterinya sampai pada hitungan 500 dirham (sekitar 30-40 juta-an), begitu pendermanya Rasulullah sampai-sampai Aisyah pernah meminjam perhiasan dari orang lain karena Rasulullah belum mampu membelikannya.

Ketika Rasulullah wafat beliau tidak banyak meninggalkan materi apalagi warisan kecuali ilmu, memang para nabi tidaklah meninggalkan dirham atau dinar kecuali ilmu dan ulama adalah pewaris para nabi.

Harta yang ditinggalkan Rasulullah tidak sampai 10 dirham, bahkan seakan tidak ada harta yang tersisa, begitu juga para sahabat-sahabatnya yang miliarder, Abu Bakar, Umar bin Khatab, Abdurrahman bin Auf dan lainnya, begitu takut ketika wafat dalam keadaan meninggalkan banyak materi duniawi, mereka takut akan hari penghisaban, mereka sangat takut akan hari pembalasan, karena orang-orang yang sedikit harta namun mereka beriman akan ringan hisabnya dan lebih dahulu akan dimasukkan ke dalam surga sebelum orang-orang kaya dalam hitungan setengah hari, adapun hitungan setengah hari dalam hitungan manusia adalah 500 tahun.

Semoga Allah Ta’ala membukan mata hati kita, yang dengannya kita melihat, mendengar, berkata, menjalani setiap langkah dan merasakan setiap detik kejadian, musibah dan nikmat-nikmat dengan petunjuk Ilahi.

[1]. Maksudnya: oleh karena orang-orang yang kufur itu mendapat nikmat yang besar di dunia, Maka mereka merasa bahwa mereka dikasihi Tuhan dan tidak akan diazab di akhirat.

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA) & PIMRED di www.infoisco.com (kajian dunia Islam progresif)

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization