Topic
Home / Berita / Internasional / Asia / Muslim Rohingya Terabaikan oleh Tetangganya?

Muslim Rohingya Terabaikan oleh Tetangganya?

Ghiyathudeen Maulana Abdul Salam, salah seorang tokoh Rohingya di Malaysia (bbc.co.uk)
Ghiyathudeen Maulana Abdul Salam, salah seorang tokoh Rohingya di Malaysia (bbc.co.uk)

dakwatuna.com – Myanmar. Para pengungsi Myanmar dari etnik Muslim Rohingya berharap mendapat simpati yang lebih besar ketika mereka mengungsi ke negara-negara berpenduduk mayoritas beragama Islam, seperti Malaysia dan Indonesia.

Kenyataannya, mereka diperlakukan sama dengan pengungsi-pengungsi mancanegara lain, sebagaimana diberitakan BBC (24/4/2015).

“Seperti di Malaysia, semua pengungsi dari bermacam-macam negara dan agama diperlakukan sama. Tidak ada keistimewaan yang diberikan kepada pengungsi Muslim,” kata Abdul Ghani, Wakil Kketua Masyarakat Rohingya di Malaysia (RSM).

Ia sendiri melarikan diri dari Myanmar sejak terjadi pasang surut penindasan terhadap etnik Rohingya. Kini, dia telah berada di Malaysia selama 24 tahun belakangan.

Perlakuan sama ini, lanjut Abdul Ghani, antara lain tercermin dalam kebijakan Malaysia yang tidak mengizinkan anak-anak pengungsi mengakses pendidikan negeri. Mereka hanya diperbolehkan bersekolah di swasta, bila sanggup membayar, atau hanya mencari ilmu di sekolah-sekolah komunitas.

Sementara salah satu tokoh masyarakat Rohingya di Malaysia, Ghiyathudeen Maulana Abdul Salam, menuturkan ia bisa memahami keterbatasan itu. Ghiyathudeen menyarankan agar pengungsi Rohingya berani bangkit sendiri tanpa mengandalkan bantuan.

“Karena negara-negara di ASEAN masing-masing terikat dengan etika, dengan undang-undang, budaya dan sebagainya, kita perlu memahami aspek-aspek ini semua secara total.

“Kita tidak boleh mengatakan ‘karena negara ini Muslim maka kita berhak mendapatkan segalanya’. Jadi sebagai pendatang kita perlu melangkahi dulu segala halangan yang ada sebelum kita mendapatkan proteksi dan sebagainya. Apa yang kita dapatkan sekarang ini adalah 30% belas kasihan,” ungkap Ghiyathudeen Maulana Abdul Salam, Sekjen Gabungan Persatuan Rohingya Sedunia (UWRO).

Di tingkat internasional, lanjutnya, gaung Rohingya biasanya terdengar apabila ada tragedi. Hal itu berbeda apabila disandingkan dengan isu Palestina yang senantiasa menjadi perhatian masyarakat Muslim.

Mohammad Hafez, Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera Sumatra Utara, salah satu provinsi yang menampung pengungsi Rohingya, menepis anggapan masyarakat Muslim kurang peduli terhadap Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintah Myanmar.

“Siapa pun umat manusia yang tertindas di dunia ini harus kita bela secara sama. Kalau saya melihat kenapa Palestina itu lebih fokus, karena ini adalah pertarungan yang begitu lama dan di situ ada kiblat pertama umat Islam, Masjidil Aqsa. Jadi sentimen keagamaan jauh lebih tinggi,” jelas anggota Komisi A DPRD Sumatra Utara ini.

Menurut Sekretaris Majelis Gerakan NGO Islam ASEAN (IKIAM), Mohammad Shamsuddin Damin, perhatian dunia Islam terhadap Rohingya sudah cukup bagus.

“Kita perlu memahami Myanmar ketika dulu menganut ideologi tertutup. Sekarang sudah terbuka, jadi kalau terjadi apa-apa kita tahu,” katanya.

Hanya saja, tutur Mohammad Shamsuddin Damin, usaha menyelesaikan masalah Rohingya baru terbatas pada jalur diplomasi.

“OKI dan PBB sudah mengakui perkara ini, cuma sejauh ini kekuatan diplomatik saja, belum ada isu kekuataan militer atau operasi-operasi PBB.”

Masalah Rohingya pernah dibahas oleh Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan OKI pun menurunkan delegasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM atas minoritas Rohingya Muslim di Myanmar, meskipun kunjungan itu diprotes keras oleh kelompok Buddha.

PBB menyebut Rohingya sebagai kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia. Dalam pernyataan-pernyataan sebelumnya, pemerintah Myanmar mengatakan Rohingya adalah pendatang dari Bangladesh, meskipun mereka telah turun temurun tinggal di Myanmar selama ratusan tahun. (bbc/rem/dakwatuna)

Redaktur: Rio Erismen

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumnus Universitas Al-Azhar Cairo dan Institut Riset dan Studi Arab Cairo.

Lihat Juga

Misi PBB: Militer Myanmar Bakar Anak Rohingya Hidup-Hidup

Figure
Organization