Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Emas yang Hilang

Emas yang Hilang

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Sejak kecil memang impianku ingin melanglang buana mengikuti jejak langkah ayahku sang pelaut. Apalagi ketika melihat photo-photonya di Singapore dan Peru. Sering aku mendengar cerita perjalanannya dan suka-duka hidup di atas lautan lepas. Hampir separuh usianya dihabiskan di atas kapal laut. Ingin rasanya cepat dewasa dan bergabung mengarungi samudra nan lepas.

‘’Aku ingin ikut berlayar.’’

‘’Nggak usah. Kerja di kapal Jepang capek. Kerja 12 jam.’’ Ayah berusaha mencegah keinginanku.

Ada temennya seorang pelaut juga menambahkan betapa kerasnya berlayar di kapal Sumimaru pencari ikan tuna.

‘’Nggak usah jadi pelaut. Kalau kita nggak tahan bisa makan hati. Orang Jepang terkenal disiplin. Jadi nggak heran, kalau ada yang melakukan kesalahan sering kena cacian bahkan tamparan muka. Itu sudah makanan sehari-hari.’’

‘’Oya?’’

‘’Iya betul. Ada pelaut Indonesia yang nggak tahan dengan perlakuan orang Jepang sampai dia berkelahi dan menjadi urusan dengan kepolisian Jepang. Bahkan sampai di penjara selama 6 bulan.’’

‘’Gimana ceritanya kok bisa kelahi?’’

‘’Masalah sepele. Orang kita nggak mau dibentak seorang koki Jepang. Adu mulut. Si koki ngambil pisau di dapur dan mencoba untuk menusuk.’’

‘’Wah pertarungan berdarah kalau begitu?’’

‘’Namanya juga orang Banten pasti sedikitnya punya ilmu beladiri. Tangan koki itu secepat kilat ditangkis dan pisaunya menjadi senjata makan tuan. Untung bisa diselamatkan. Karena kejadian itu, orang Indonesia masuk bui selama 6 bulan.’’

‘’Oh bisa segitunya ya.’’

*****

Di awal tahun 2002 aku mendapat panggilan dari PT.Banu Nusa untuk mengikuti proses pelatihan perawat menghadapai tes ke Uni Emirat Arab (UEA). Selama dua minggu berturut-turut para peserta digembleng di pusat pelatihan di Jl. Kapten Tendean No.24, Mampang Prapatan tepatnya di gedung Radian.

Jumlah kami sekitar 50 peserta. Bagi yang tinggal dari luar Jakarta disediakan fasilitas asrama di Ciganjur, Jaksel. Makan dan akomodasi selama dua minggu itu bebas biaya. Setiap harinya, soal-soal keperawatan dibahas oleh satu tutor dan dibantu 3 orang assisten. Inti pelatihan itu bagaimana cara menghadapi ujian tulisan dan lisan.

Sampai suatu ketika ada pesan via Faksimili dari UEA menyatakan bahwa pihak User dari sana menunda kedatangan ke Jakarta. Kami merasa kecewa. Semua pulang kampung menjalani aktivitas seperti sedia kala. Aku balik ke Puskesmas menjadi tenaga Sukwan.

Hampir sekali di dalam seminggu kuhubungi pihak Banu Nusa.

‘’Mbak, kalau ada panggilan dari UEA tolong kasih tau saya ya.’’

‘’Jangan khawatir pasti kami akan menghubungi.’’

Sampai akhir tahun 2002 memang tidak ada perekrutan ke negara itu. Setelah aku bergabung dengan perusahan outsourcing Medical Services di Jakarta. Penempatan pertamaku di Tembagapura-Papua. Di sana aku ketemu kakak tingkatku Tono angkatan kedua dari AKPER Depkes Tasikmalaya. Aku angkatan ke-6 yang lulus tahun 2001. Setelah diberitahu oleh Pak Noah perawat asal Biak.

‘’Sep, di sini juga ada perawat asal Tasik lho.’’

‘’Siapa aja pak?’’

‘’Tono dan Usep.’’

‘’Nanti saya kasih tau nomor baraknya.’’

Suatu malam sebelum Isya aku mendatangi barak Tono. Masih satu tempat ternyata di Barak X. Setelah saling berkenalan, dia langsung menulis alamat website www.qp.com.qa.

‘’Kamu mau kerja ke Qatar Petroleum nggak?’’

‘’Ya mau. Tapi saya baru saja lulus. Minimal kalau ke luar negeri harus punya pengalaman dulu.’’

‘’Ini alamatnya. Masukin aja CV siapa tau dipanggil.’’

‘’Emang orang kita udah ada yang kerja di sana?’’

‘’Ada. Mas Budi dan Joko teman sekamar.’’

‘’Bagaimana ceritanya?’’

‘’Mereka akan kasih tau lewat email untuk interview lewat telpon. Kuasai materi ACLS dan ATLS. Pertanyaan nggak akan jauh seputar itu.’’

‘’Oya, makasih banyak atas infonya.’’

*****

Sebenarnya banyak sekali kesempatan untuk wawancara ke luar negeri, di antaranya; kesempatan untuk bekerja di Rumah Sakit pemerintah Kuwait di tahun 2003 tapi aku tak bisa menghadiri karena sedang on-duty di Sumbawa. Ada juga lowongan ke Qatar sebagai Ambulance Nurse di tahun yang sama, masih kendalanya aku nggak bisa datang. Sulit sekali kalau sudah masuk lokasi kerja.

Setelah aku mengikuti pelatihan-pelatihan internal dan eksternal yang diadakan perusahaanku di Jakarta, di tahun 2004 ketika aku ditugaskan di PT.Newmont Nusa Tenggara Sumbawa aku mencoba memasukan CV ke website perusahaan Qatar Petroleum (QP). Selang satu bulan setelah itu, aku mendapat email dari QP bahwa aku termasuk salah satu kandidat terpilih untuk diinterview. Mereka meminta waktu yang senggang untuk bisa menginterviewku. Kubalas email hari itu juga bahwa aku bersedia untuk wawancara pada tanggal 9 Juni 2004 pukul 09:00 pagi waktu Qatar. Tak lupa memberikan nomor yang bisa dihubungi.

Waktu itu aku lepas masuk malam. Mata terkantuk-kantuk kutunggu panggilan telpon jam 14:00 WITA di ruang TV Barak E. Sepi sekali suasana barakku yang terbuat dari gipsum dan kayu itu. Kicauan burung dan jeritan kera terdengar menemaniku saat kondisi harap cemas datang. Nada dering HP kuseting tinggi volumenya. Kuperhatikan jarum jam dinding seolah lambat bergerak. Sampai saatnya….

‘’Tuut….tuuut…’’ telpon barak E berbunyi.

‘’Halo. Assalamuaalikum.’’

‘’Halo. Can I talk with Mr.Sanudin?’’

‘’I’m speaking.’’

‘’We’re from Qatar Petroleum……etc.’’

Ada dua penanya yang melakukan panel interview. Seorang interviewer berkisar tentang materi penanganan kedaruratan trauma dan management Chest Pain. Seorang lagi berkisar tentang kondisi kerjaku. Dia bertanya tentang kepemilikan SIM karena di sana aku akan ditugaskan sebagai Ambulance Nurse jadi harus bisa mengemudi dan juga menanyakan berapa jumlah pasen yang ditangani setiap hari.

‘’Any question?’’

‘’Am I pass?’’

‘’Yes, you are. We’ll be sending you email after 1 month.’’

Juni akhir 2004 aku cuti ke Jakarta. Tak ada email pemberitahuan dari perusahaan QP tentang kelanjutan hasil wawancara via telpon 9 Juni lalu. Setelah 3 minggu cuti, aku dikirim ke site Adaro-Pasar Panas, Kalsel. Di tambang batu bara itu sinyal HP sangat jelek. Tidak ada fasilitas internet. Hanya intranet saja. Jumat malam 23/07/2004 aku mendapat SMS dari keponakanku di Tanjung Priuk.

‘’Ang, ada panggilan kerja dari Qatar.’’

‘’Perusahaan mana yang manggil Aang?’’

Informasi keponakanku itu tidak jelas. Terbersit ide untuk mengontak sohibku Nisan Nugraha di Sumbawa supaya membuka email yahoo-ku. Pasti ada informasi penting.

‘’Ada panggilan interview dengan User Qatar Petroleum, Hari Senin 26 Juli 2004 jam 08:00 pagi di PT.Guna Mandiri Paripurna, Jl. Kapten Tendean No.24 Mampang Prapatan Jaksel.’’ itu bunyi SMSnya.

Galau rasanya hatiku saat itu. Pilihan untuk kabur meninggalkan lokasi kerja atau mengejar harapanku ke luar negeri. Kesempatan emas tak akan datang untuk kedua kalinya pikirku. Saat itu aku dinas malam. Mengejar Hari Senin sudah ada di Jakarta lumayan sulit. Mengingat perjalanan dari Pasar Panas ke Banjarmasin sekitar 5 jam lewat darat. Tiket pesawat juga belum ada di tangan.

Seperti menelan buah simalakama. Jika kabur untuk berusaha wawancara ke Jakarta, maka reputasiku akan jelek dan tentunya tidak akan mendapatkan Surat Keterangan Kerja. Seandainya juga memaksakan pergi, tiket pesawat belum beli dan khawatir tidak akan tiba tepat waktu. Temanku Nisan bersedia mentransfer uang untuk beli tiket. Aku berpikir bolak-balik dan memperhitungkan secara matang. Akhirnya kupilih untuk tetap tinggal di Adaro Klinik sampai habis masa penugasan. Hilang kesempatan besar ini.

Hari Senin aku menghubungi PT.Guna Mandiri dan menjelaskan bahwa aku sudah lulus interview per telpon.

‘’Mbak, apakah ada kesempatan lagi saya mengikuti tes susulan?’’

‘’Maaf Mas, kami sedang melakukan ujian tulis.’’ jawab seorang staff PT itu.

‘’Apakah saya dinyatakan gagal kalau nggak hadir?’’

‘’Sepertinya begitu, karena Usernya sudah ada di sini.’’

Hilang harapanku saat itu. Mungkin belum rejeki. Merasa jengkel juga dengan penempatan kerja di lokasi tambang yang jauh dari keramaian. Tak ada warnet, sinyal HP pun byar pet. Lemas perasaanku hari itu. Tak tau harus menyalahkan siapa.

Seusai enam minggu penempatan kerja di Pasar Panas. Aku dapat panggilan interview dari perusahaan yang berkantor di Jl.Gatot Subroto. Setiba di Jakarta, esoknya aku melakukan wawancara dan alhamdulillah keterima. Gaji lumayan tiga kali lebih besar dibanding dengan penghasilan sekarang. Akhirnya aku mengundurkan diri dari perusahaan lamaku. Kehilangan kesempatan laksana emas yang hilang begitu saja. Semenjak itu aku bertekad di mana pun aku berada, kalau ada tes ke luar negeri aku akan berjuang untuk menghadirinya meskipun harus menghadapi resiko berat sekali pun.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Laki-laki Ciamis yang berdomisili di Doha, Qatar.

Lihat Juga

Tips Membangun Kepercayaan Anak dengan Ibu Bekerja Melalui Ramadhan

Figure
Organization