Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Kembalikan Kejayaan Masjid!

Kembalikan Kejayaan Masjid!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustasi. (flickr.com/people/modenadude)
Ilustasi. (flickr.com/people/modenadude)

dakwatuna.com – Secara etimologis masjid berasal dari kata sajada-yasjudu yang berarti tempat sujud atau tempat menyembah. Namun, secara terminologi masjid adalah suatu bangunan, gedung, atau suatu lingkungan yang berpagar sekelilingnya yang didirikan secara khusus sebagai tempat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala (Ensiklopedi Islam Jakarta PT Ichtiar Baru Van Hoeve 1993) . Secara umum yang dikenal masyarakat, masjid merupakan bangunan khusus untuk beribadah kaum Muslim, khususnya ibadah sholat lima waktu berjamaah.

Dalam tafsir Al Mishbah (Vol.5, 2002) memakmurkan masjid mencakup sekian banyak aktivitas antara lain membangun, beribadah dengan tekun di dalamnya, memelihara serta membersihkannya serta menjaga kesuciannya dan memfungsikannya sesuai dengan fungsi yang ditetapkan Allah dan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam. Kegiatan memakmurkan masjid memiliki landasan dalil naqli yang dapat ditemui pada surat At Taubah 17-18 yakni “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

Kata ma kana yang digunakan dalam pembuka ayat tersebut secara harafiah berarti tidak sepatutnya dan oleh Thahir Ibnu Asyur ditafsirkan sebagai ‘ untuk menekankan sesuatu dengan sungguh-sungguh’ sedangkan oleh Asy Sya’rawi istilah tersebut seolah untuk ‘menafikan adanya kemampuan melakukan sesuatu’. Hal ini berarti perkara memakmurkan masjid merupakan urusan yang harus dipenuhi oleh kaum mukmin yang jika mampu terpenuhi maka akan digolongkan sebagai kaum yang mendapatkan petunjuk.

Keutamaan bagi kaum pemakmur masjid ini diperkuat dengan sebuah hadist Abu Hurairah riwayat Muslim, “tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya sedangkan salah satu golongan yang akan mendapat naungan pada Yaumul Akhir adalah seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid ketika ia keluar hingga ia kembali ke masjid.” Bagi Muslim, keselamatan pada Yaumul Akhir adalah prioritas, maka mengusahakannya pun harusnya menjadi prioritas kaum Muslim.

Jika telah ada kesadaran dalam diri setiap muslim untuk memakmurkan masjid maka kejayaan masjid tinggal diarahkan dan akan menjadi sebuah keniscayaan. Untuk memakmurkan masjid perlu direfleksikan ke zaman lampau pada saat zaman-zaman kejayaan Islam, untuk apa sajakah masjid di waktu itu difungsikan. Menarik bahwasanya di jaman dahulu masjid bisa menjadi pusat kehidupan umat, baik kaum muslim maupun kaum non muslim. Ada beberapa fungsi masjid pada zaman-zaman tersebut yakni:

  1. Tempat melakukan ibadah baik berupa shalat maupun dzikir
    Penggunaan masjid sebagai tempat ibadah shalat dan zikir berlandaskan dalil surat An Nur yang berarti, “Bertasbih[1041] kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.”
  2. Tempat menuntut ilmu
    ” … dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), untuk membaca Kitabullah (Alquran) dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun ketentraman kepada mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, para malaikat menaungi mereka dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat di sisi-Nya … ”(HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dalam konteks hadist ini menuntut ilmu yang dimaksudkan adalah menuntut ilmu agama, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang bersumber dari Alquran, maka masjid pun dapat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu dunia seperti berhitung, bahasa, dan pengetahuan umum, selama konteksnya masih dalam rangka mencari ilmu yang berasal dari Allah.
  3. Tempat pelayanan umat
    Sejak zaman Rasulullah masjid sering difungsikan sebagai sentra pelayanan masyarakat baik dalam segi ekonomi maupun sosial. Dari segi ekonomi masjid lazim digunakan sebagai tempat mengumpulkan dana, menyimpan, dan membaginya. (Rahmawan, Feri, 2013)

Dari segi sosial, masjid memberi santunan kepada fakir miskin berupa uang dan makanan serta mengelola terkait pernikahan, perceraian, perdamian, penyelesaian sengketa. Orang-orang yang terluka dalam perang diberi pengobatan di masjid. Pemberian pengarahan dan instruksi kepada tentara yang akan dikirim ke suatu tempat berperang juga dilakukan di masjid. (Abdullahal-Maghlout, 2008)

Jika direfleksikan pada kondisi kekinian, jelas terlihat bahwa masjid telah kehilangan fungsinya. Masjid seharusnya tak hanya memiliki fungsi ibadah vertikal namun juga ibadah horizontal kepada sesama manusia. Akibatnya, masjid semakin dijauhi oleh masyarakat.

Optimalisasi kembali fungsi-fungsi masjid dengan meneladani zaman kejayaan Islam terdahulu sekiranya bisa menjadi solusi agar masjid bisa kembali berjaya. Dengan menjadikan masjid sebagai pusat pelayanan maupun ibadah masyarakat sehingga masjid bisa begitu dekat dengan nafas kehidupan masyarakat. Dengan demikian, masa-masa kejayaan masjid akan menjadi sebuah keniscayaan dalam waktu dekat, insya Allah!

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi aktif di Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian angkatan 2012. Anak ke-2 dari bersaudara yang ingin senantiasa menjadi pembelajar dan menebar manfaat di mana saja.

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization