Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Memaknai Hakikat Ujian Kehidupan

Memaknai Hakikat Ujian Kehidupan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS: Ar Ruum ayat 54)

Proses penciptaan manusia sejatinya diawali dengan fase ketidakberdayaan, hidup seorang bayi tentu bergantung kepada orangtuanya, hingga berbicara dan berjalannya harus dibimbing dan diarahkan oleh kedua orangtuanya.

Setelah itu ia masuk pada fase berikutnya, tumbuh dan berkembang menjadi pribadi kuat, mampu berjalan, bahkan berlari dengan kencang dan bisa hidup mandiri, seiring dengan berjalannya waktu, tubuhnya pun menjadi lemah kembali, tak berdaya bahkan bergantung pada orang lain di usianya yang sudah lanjut.

Inilah hakikat daripada penciptaan manusia, Allah Ta’ala yang sejatinya menghidupkan dan mewafatkan seseorang, sehebat dan sekuat apapun seseorang hidup di dunia, kelak ia akan menjadi lemah kembali dan tak berdaya melawan penuaan.

Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS: An Nahl ayat 70)

Dalam mengarungi samudera kehidupan, seseorang tidak lepas dari yang namanya ujian, setiap insan pasti akan bertemu dengan ujian, dalam keadaan suka atau tidak suka, siap tidak siap, ujian akan datang menghampiri setiap insan.

Semakin tinggi keimanan seseorang, maka akan semakin besar pula ujian yang kelak akan dihadapi, ibarat sebuah pohon, semakin tinggi maka akan semakin kencang pula hembusan angin yang menimpanya, dalam hal ini ujian paling berat dihadapi oleh para nabi, kemudian orang-orang shalih dan seterusnya tergantung kadar keimanan seseorang.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS: Al ‘Ankabuut ayat 2-3)

Allah Ta’ala akan memberikan kabar gembira bagi seseorang yang senantiasa bersabar atas segala ujian kehidupan yang menimpanya, ia akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk dari-Nya, mendapat jaminan berupa kebaikan di dunia maupun di akhirat serta mendapat pengampunan atas dosa-dosa yang telah ia lakukan dahulu sebagaimana dijelaskan di dalam beberapa ayat dan hadist.

“dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(156). (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”[[1]].(157). mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: Al Baqarah ayat 155-157)

“dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.” (QS: Al Hajj ayat 34-35)

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. dan Sesungguhnya Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An Nahl ayat 96)

“Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS: As Sajdah ayat 17)

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS: Az Zumar ayat 10)

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (QS: Fushshilat ayat 35)

Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu (perihal keagungan bersabar), bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

”Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadist lain dari Anas radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya (orang yang menanam). Dan apa yang dicuri dari tananman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman tersebut kecuali merupakan shadaqahnya”. (HR. Muslim)

Kehidupan seorang mukim tidak terlepas dari kesabaran, karena seseorang yang beriman kepada Allah Ta’ala, maka ia seyogyanya bersabar dalam menghadapi pelbagai ujian yang menimpa diri dan sanak saudaranya.

Alquran mengisyaratkan sabar sebagai sebuah penolong bagi seseorang dalam menjawab segala teka-teki kehidupan, maka hendaknya seorang mukmin bersabar dengan kesabaran yang indah, karena Allah Ta’ala sedikitpun tidak akan menyia-nyiakan amalan kebajikannya.

Jika kita perhatikan secara seksama akan isi kandungan Alquran, akan kita dapati hampir semua kata-kata “iman” selalu diiringi dengan “amal shalih”, sekiranya ada satu ayat dalam Alquran yaitu di surat Huud ayat 11 yang mensejajarkan “iman” dengan kata “sabar”, hal ini menunjukkan betapa agungnya sebuah kesabaran.

“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar”.

Ayat sebelumnya menerangkan keadaan orang-orang yang mendapat nikmat pasca bencana, kebanyakan manusia berbangga dan gembira, ia lupa kalau Allah Ta’ala yang menghilangkan bencana tersebut, berbeda dengan para penyabar yang menyikapinya dengan bijak dan meyakini segala ketetapan-Nya yang sudah tercatat ada di dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum dijadikannya suatu bencana atau suatu nikmat.

Dipatenkannya ketetapan yang ada di dalam Lauhul Mahfuzh ,semata-mata supaya orang-orang yang bersabar tidak berduka cita terhadap apa yang luput darinya, tidak pula terlalu gembira dan melampaui batas hingga membuatnya sombong terhadap apa yang diberikan kepadanya.

Hanya orang-orang terpilihlah yang senantiasa bisa menjadi seorang penyabar sejati karena kekhusyuannya sesuai dengan isyarat yang diabadikan di dalam surat Al Baqarah ayat 45:

”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.

Ditambahkan di ayat lainnya perihal keutamaan dan manfaat bersabar:

Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[[2]], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah ayat 153).

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu. (QS Ali ‘Imran ayat 200)

Dan bersabarlah, karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.(QS Huud ayat 115)

Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (QS Yusuf ayat 90)

Dan bersabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (QS Ar Ruum ayat 60)

Jika seseorang melihat fenomena di zaman sekarang, ada beberapa alasan yang menjadikan manusia akan bersedih hati, di antaranya:

  • Pesimis menjalani kerasnya hidup
  • Rasa lapar karena sulitnya mendapat makanan
  • Kekurangan materi atau dilanda kemiskinan
  • Tidak lulus dalam ujian sekolah
  • Mendapat kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap
  • Letih dan penat dengan rutinitas hidup yang membosankan
  • Mendapat tekanan dari atasan dan tuntutan dari bawahan di tempat kerja
  • Kurang mendapat perhatian dari orang-orang terdekat
  • Mendapat musibah yang tak diduga seperti kecelakaan yang menimpa diri atau sanak saudara
  • Jauh dari anak dan isteri karena terikat pekerjaan yang mengharuskannya pergi berbulan-bulan
  • Memiliki banyak hutang atau terlilit hutang dengan rentenir
  • Kehilangan barang-barang berharga
  • Kehilangan orang-orang yang dicintai
  • Memiliki penyakit menahun yang tak kunjung sembuh
  • Kesulitan mendapat jodoh atau pendamping hidup
  • Memiliki permasalahan dalam kehidupan rumah tangga
  • Belum memiliki keturunan setelah sekian lama menikah
  • Gagal panen karena kebun yang digarap dirusak oleh hama atau cuaca yang kurang bersahabat atau dicuri oleh orang lain

Masalah yang datang silih berganti, beban hidup yang begitu berat sehingga sulit untuk dipikul dan beban pikiran yang terus menumpuk memang akan menjadikan seseorang bersedih hati, akan tetapi sebagai orang mukmin, hendaknya ia jangan pernah lupa untuk terus berusaha dan berdoa.

Imam Syafi’i berkata:

أتهزأ بالدعاء وتزدريه؟ وما تدري بما صنع الدعاء؟

“Apakah engkau mengejek dan meremehkan doa?, Kau tidak tahu apa yang bisa dilakukan oleh doa?”

Sikap seorang mukmin hendaknya tetap bersabar atas segala kejadian yang menimpa dirinya, senantiasa menjalani rentetan kehidupannya dengan penuh keyakinan, karena masalah sejatinya akan memuliakan hidup seseorang dengan sifat sabar yang dimilikinya.

“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik”. (QS Al Ma’aarij ayat 5)

Seseorang yang hidupnya sedang ditimpa ujian, usahlah bersedih berkepanjangan dengan beratnya masalah yang sedang dihadapi, tidak mudah memang tapi apa salahnya untuk mencoba dan terus berusaha dengan tetap semangat, optimis dan terus berpikir positif, kenapa demikian?

Karena anda masih mempunyai Tuhan yang senantiasa mendengar, melihat dan memperhatikan, tersenyumlah dengan tulus, di saat orang lain berat untuk melakukannya ketika ia menghadapi kesulitan, anda justru sebaliknya, tersenyumlah karena dari situlah anda akan merasakan kebahagiaan yang dihadirkan oleh Tuhan semesta alam ke dalam hati anda yang penuh keredhoan akan ketetapan yang sudah digariskan, buah dari kesabaran anda menjalani kehidupan adalah kebahagiaan.

Tersenyumlah!!…..

Karena di sana ada Yang mencintaimu !!

Yang memperhatikanmu!!

Yang melindungimu!!

Yang menolongmu!!

Yang mendengarmu!!

Yang melihatmu!!

Yaitu Allah Yang Maha Pengasih !!

 

[1]. Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.

[2]. Ada pula yang mengartikan: mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA) & PIMRED di www.infoisco.com (kajian dunia Islam progresif)

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization