Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Menutup Aib Pribadi Sama dengan Munafik?

Menutup Aib Pribadi Sama dengan Munafik?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (presbydestrian.wordpress.com)
Ilustrasi. (presbydestrian.wordpress.com)

dakwatuna.com – Samakah menutup aib pribadi dengan bersikap munafik? Aib atau keburukan pribadi memang layak ditutupi atau disembunyikan, sebagaimana aurat kita. Menutup aib bukan berarti kita memasang topeng kebaikan atas keburukan-keburukan kita, atau biasa disebut kamuflase. Atau mungkin menyebutnya maaf “munafik”. (menurut saya) bukan itu. Seolah-olah menutupi aib sendiri adalah hal yang negatif. Pertanyaannya sekarang, apakah upaya menunjukkan aib diri sendiri secara vulgar adalah kebaikan?

Jika Allah senantiasa menutupi aib kita adalah agar yang diketahui orang lain sebagian kecil saja dari aib kita. Padahal Allah masih memuliakan kita (manusia) dengan menutup aib-aib kita. Allah masih memberi kita kesempatan untuk memperbaiki dan bertaubat atas keburukan-keburukan kita, hingga Dia tutup lah aib kita. Allah menutup aib kita agar kita tidak berani melakukan keburukan secara terang-terangan atau terus-menerus tanpa berhenti. Bayangkan jika Allah membuka semua aib kita, apakah masih ada orang yang mau menjadi mendekati kita yang berkubang dengan banyak keburukan ini? Ingat kan, kalau keburukan kita yang diketahui orang lain ini masih sebagian kecil dari aib kita?

Bayangkan lagi jika ada seorang ulama yang dibuka semua aibnya (pasti ada kan? tidak ada orang yang tanpa cela), apakah ada orang yang mau mencari ilmu padanya? Apakah masih ada orang yang saling percaya?

Bayangkan lagi jika semua aib kita diketahui orang lain, sempatkah kita bertaubat memperbaiki diri tanpa terpengaruh apa yang orang lain katakan atau lakukan tentang kita?

Hikmah menutup aib atau keburukan sendiri adalah, minimal ada itikad baik untuk menghindari keburukan kita ditiru orang lain. Right? Bukankah mengingatkan yang terbaik dengan memberi contoh? Dan jika kita tak mampu memberi contoh atau teladan berbuat baik,minimal kita tidak memberi contoh dalam keburukan… Karena setiap perilaku baik kita dan ditiru orang lain, maka pahala mereka juga bagi kita. Berlaku juga sebaliknya, saat kita menunjukkan perilaku yang negatif dan ditiru orang lain, sukses pula dosanya tertransfer kepada kita sebagai dosa jariyah.

Dan makna lainnya adalah, jika aib sendiri saja kita tega membukanya, apalagi aib orang lain.. wah, bisa-bisa kita menjadi ember bocor. Na’udzubillah

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumni dari Pendidikan Matematika UNESA. Aktif di LDK Unesa dan BEM selama mahasiswa. Berprofesi sebagai Tutor di Matematika Akhlaq, penulis lepas, dan pengusaha olshop.

Lihat Juga

Trump: Kehormatan Besar Bisa Mengenal Sosok Seperti Erdogan

Figure
Organization