Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Suka Anak-Anak Tapi Bukan Pedofil

Suka Anak-Anak Tapi Bukan Pedofil

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Ijud Irawan)
Ilustrasi. (Ijud Irawan)

dakwatuna.com – Berkontribusi untuk sekitar menjadi hal yang mutlak bagi siapa pun, termasuk bagi seorang mahasiswa. Tidak sedikit kesempatan untuk berkontribusi terpapar di lingkungan sekitar kita. Berkontribusi itu berbicara masalah “apa yang sudah kita berikan bagi lingkungan sekitar”, bukan berbicara “sejauh mana kita berbuat untuk sekitar”. Passion menjadi salah satu alat bagi seseorang untuk melakukan kontribusi. Tidak harus sebuah keahlian yang terkhusus menjadi syarat seseorang dapat melakukan kontribusi, berangkat dari passion saja kita dapat berkontribusi.

Beberapa hari yang lalu saya bergabung pada sebuah komunitas yang bergerak dalam bidang pendidikan kreatif untuk anak-anak sekolah dasar, Kelas Matahari. Program yang saat itu sedang berlangsung adalah program “love a plan”. Program tersebut menyebarkan nilai-nilai semangat bermimpi bagi adik-adik binaan komunitas Kelas Matahari di sekolah binaan mereka. Nilai semangat bermimpi disalurkan dengan media mendongeng melalui boneka panggung, membuat yel-yel dengan nama kelompok profesi, sampai eksplorasi mimpi dengan menggunakan balon karakter mimpi.

Berangkat dari sebuah passion saya yang menyukai anak-anak tapi bukan seorang pedofil. Maka saya bertekad berkontribusi untuk membentuk kader-kader generasi bangsa yakni anak-anak bangsa dengan menyebarkan nilai keberanian bermimpi. Urgensitas membentuk karakter anak bangsa yang berani bermimpi adalah kedepan bangsa ini akan dipimpin oleh mereka, anak-anak bangsa. Bayangkan saja bagaimana jadinya bilamana generasi penerus kejayaan bangsa yakni anak-anak tidak memiliki semangat berani bermimpi. Alhasil, ditakutkan mereka akan menjadi generasi yang inferior. Bukan bermaksud membentuk karakter anak-anak yang superior tidak, namun bermaksud untuk menjadikan mereka lebih percaya diri terhadap mimpi yang mereka punya. Tidak mungkin bangsa ini kelak dipimpin oleh generasi yang lemah dalam mental bermimpi.

Rangkaian sesi demi sesi dalam program “love a plan” berjalan mulai dari pukul 9 pagi hingga 11 siang. Bermain bersama, mendengarkan celoteh yang riang menjadi kesenangan yang tak ternilai bahkan ini semua akan tidak ternilai lagi bilamana kelak melihat mereka tumbuh menjadi generasi yang tangguh, memiliki mental kuat dan percaya akan kekuatan mimpi saat memimpin bangsa ini, Indonesia.

Bangsa ini sedang membutuhkan aksi nyata dari setiap orang, termasuk pemuda – mahasiswa. Mental seorang majikan bukan mental yang pantas untuk kita terapkan sebagai pemuda – mahasiswa, menyuruh hingga menunggu pemerintah yang menyelesaikan semua permasalahan yang ada di bangsa ini. Potensi dalam diri yakni potensi semangat perubahan harus kita bangkitkan untuk bangsa ini. Semangat berkontribusi adalah semangat perubahan. Kenali passion kita untuk menjadi pemantik dalam diri supaya berkontribusi guna mewujudkan kelak Indonesia yang lebih baik dan bermatabat di mata dunia!

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pemuda desa dari pelosok Jawa Barat berangkat ke Surabaya dengan membawa mimpi-mimpi indahnya ke Universitas Airlangga. Ia bercita-cita ingin menjadi seniman besar Indonesia yang mempunyai yayasan sosial budaya. Saat ini ia aktif di berbagai kegiatan kampus maupun luar kampus seperti di Lembaga Dakwah Kampus Unair dan komunitas pendidikan "Kelas Matahari".. Tidak hanya itu ia merupakan salah satu Finalis DUTA Unair 2015 dan aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Tari dan Karawitan Unair.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization