Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Agama Adalah Hakim

Agama Adalah Hakim

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi-fastabiqul khairat (abusyeikha.blogspot)
ilustrasi-fastabiqul khairat (abusyeikha.blogspot)

dakwatuna.com – Mencermati makna dari setiap kata dan dialog. Episode keseharian yang sederhana, tapi sarat makna.

X: Gue galau Bro!

Y: Kenapa lagi Bray? Suka amat sama galau!

X: Ah elu Bro! Gue makin gamang nih, gimana memilih cewek buat jadi pendamping hidup dan ibu dari anak-anak gue.

Y: Emang udah ada pilihannya? lol

X: Belum juga sih. Jadi gini nih Bro. Sebagai cowok, gue jelas pengen punya cewek baik-baik buat jadi istri gue. Selain cantik rupanya, juga baik agamanya, baik perilakunya, baik karakternya, luas pengetahuannya, de el el. Nah, untuk mengetahui semua itu kan bukan dengan jalan macarin dia. Ada temen gue yang bilang,

Kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan beragama seseorang yang sebenar-benarnya saat ini. Hanya mendengar berita atau memperhatikan caranya berpakaian. Selebihnya kita tidak akan tahu jika kita tidak benar-benar mengenal kesehariannya. Karena agama bukanlah sekedar ibadah ritual; banyaknya hafalan, hitamnya jidat, panjangnya jenggot, lebarnya kerudung. Tidak seeksplisit itu. Agama itu ada di dalam hati, melebur hingga menjadi satu kesatuan dalam diri manusia. Menjadi cara berpikir, cara berbicara, cara berperilaku, semunya termanifestasi menjadi perilaku keseharian.

Kita tidak akan benar-benar tahu kehidupan beragama seseorang dan berapa derajat keimanannya di mata Allah. Lalu bagaimana kita bisa menerima seseorang yang datang tiba-tiba dalam hidup kita? Apalagi bila dia adalah orang yang sama sekali belum kita kenal baik kehidupannya?

“Kita tidak akan bisa menilai agama seseorang saja dan mengesampingkan yang lain. Hanya karena dia terlihat beragama; rajin shalat, jidat hitam, kerudung panjang, hafalan seabrek. Tapi bicaranya kasar, pemikirannya tertutup, bahkan perilakunya bertentangan dengan tampilan luarnya. Buat apa?”

“Carilah seseorang dengan karakter yang baik, baru kamu lihat agamanya. Kamu hanya perlu ridha dengan agamanya sebagaimana apa yang dikatakan Nabi Muhammad. Artinya kamu cukup ridha bila dia hanya baru shalat wajib dan dhuha, belum banyak hafalannya, belum rajin puasa sunah, kerudungnya belum panjang atau bahkan mungkin belum mengenakan, dll. Karakter baik itu penting dan abadi berada dalam diri manusia. Karena karakter itu tidak dibentuk oleh pelajaran-pelajaran teori.”

“Karena pemahaman agama itu benar-benar menjadi agama ketika terwujudkan menjadi seluruh cara hidup seseorang. Selebihnya dapat dipelajari perlahan. Alquran saja diturunkan dalam jangka bertahun-tahun, pelan-pelan tidak langsung sekaligus. Seseorang tidak akan menjadi sangat alim, sangat soleh atau solehah dalam hitungan pendek. Semua adalah proses dan itu proses bersama kalian nantinya. Untuk menjaga proses itu berjalan dengan baik, kamu membutuhkan seseorang dengan karakter yang baik”

“Jadikanlah agama sebagai hakim, bila dia cukup baik dan cukup memenuhi kriteria mubah/sunah yang kamu buat (misal bisa masak, cantik/tampan, penyayang anak-anak, dll) baru kamu lihat agamanya. Kalau kamu ridha, kamu sudah tahu jawabannya. Bila agamanya tidak baik, percuma kan karakter baik tapi kehidupan beragamanya kamu gak ridha, putuskanlah. Karena hidupnya tidak akan berakhir di dunia saja, masih ada kehidupan setelahnya dan kamu membutuhkan itu.”

Y: Terus Bray?

X: Udah sih segitu. Tapi gue kan jadi makin bingung nih Bro. Ukuran kita menerima cewek atau tidak itu berarti bukan agama donk Bro? Tapi karakter dia kan? Karena beragama itu proses sehingga yang diperlukan adalah karakter yang baik guna menjamin proses itu berjalan dengan lancar. Gitu kan Bro?

Y: Gue bingung dengan yang disampaikan temanmu itu. Ada beberapa kalimat yang offside. Nampaknya temanmu itu berusaha menyampaikan padamu bahwa antara agama dan karekter adalah lain hal..

X: Terus gimana, Bro?

Y: Gini Bray, pertama soal

“Kita tidak akan bisa menilai agama seseorang saja dan mengesampingkan yang lain. Hanya karena dia terlihat beragama; rajin shalat, jidat hitam, kerudung panjang, hafalan seabrek. Tapi bicaranya kasar, …

Lah tadi kan di awal temenmu itu bilang:

Karena agama bukanlah sekedar ibadah ritual; banyaknya hafalan, hitamnya jidat, panjangnya jenggot, lebarnya kerudung. Tidak seeksplisit itu. Agama itu ada di dalam hati, melebur hingga menjadi satu kesatuan dalam diri manusia. Menjadi cara berpikir, cara berbicara, cara berperilaku, semunya termanifestasi menjadi perilaku keseharian.

Jadi maksudnya gimana itu Bro? Offside kan?

X: *bingung*

Y: Yang kedua Bray,

Artinya kamu cukup ridha bila dia hanya baru shalat wajib dan dhuha, belum banyak hafalannya, belum rajin puasa sunah, kerudungnya belum panjang atau bahkan mungkin belum mengenakan, dll. Karakter baik itu penting dan abadi berada dalam diri manusia. Karena karakter itu tidak dibentuk oleh pelajaran-pelajaran teori.”

Yang ketiga Bray, ini maksudnya gimana yah?

“Karena pemahaman agama itu benar-benar menjadi agama ketika terwujudkan menjadi seluruh cara hidup seseorang. Selebihnya dapat dipelajari perlahan.

X: Jadi Bro?

Y: Gini ya Bray, pertama dulu. Betul kita tidak bisa menilai seseorang dari luarnya saja. Tapi bukan berarti kita bisa menganggap “percuma” orang yang berjilbab lebar, hafalannya banyak, hitam jidatnya itu. Itu juga manifestasi bentuk agama seperti yang dibilang temanmu selanjutnya. Mereka yang melakukan hal itu adalah nilai plus tersendiri andai kata ucapannya masih kasar, pemikirannya tertutup, de el el tadi. Kau kira bagaimana berucap dan berpemikiran tak diajarkan dalam agama (Islam)?

Nanti jawabannya balik lagi, sebagaimana temanmu bilang kalau beragama itu proses yang berjalan terus-menerus sepanjang hidup. Artinya apa? Sepanjang hidup ya kita belajar donk, terus memperbaiki diri. Itu maknanya.

Kedua, soal karakter. Pertanyaannya sama Bray. Kau kira dalam agama Islam tak diajarkan bagaimana berkarakter? Kau kira pelajaran karakter diajarkan oleh orientalis atau liberalis dan tidak diajarkan agama? Kau pikir agama Islam itu hanya mengajarkan soal ritual? Tidak Bray. Agama islam kita itu mengajarkan semua, mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Termasuk di sana karakter.

Ketiga Bray. Asli Bray, gue bingung sama retorika kawan kau itu. Pemahaman agama akan menjadi agama? Selebihnya bisa dipelajari perlahan? Mbulet deh. Contohnya apa ya Bray?

X: Mene ketehe’? Terus gimana donk Bro?

Y: Menurut gue Bray, kawan kau itu mengira bahwa agama Islam itu hanya soal ibadah ritual semacam puasa, hafalan, sholat, dan tampilan luar semacam jenggot dan jilbab. WALAUPUN dia juga sebut kalau agama itu bukan sekedar ritual. Nah di sini jelas offside kan?

X: Jadi Bro?

Y: Karakter itu adalah bagian yang diajarkan dalam agama islam. Dari apa yang dikatakan temen kau itu, kesannya agama Islam itu kagak mengajari soal karakter sehingga karakter dan agama adalah hal yang berlainan. Padahal Islam juga mengajari bagaimana pemeluknya berkarakter. Nah, ketika elu mau milih cewek buat lo jadikan istri, ya jawaban temen kau ini boleh dipake. ASALKAN KAU PAHAM BAHWA agama Islam juga mengajari bagaimana pemeluknya berkarakter.

X: Oke Bro! Gue akan belajar lebih kritis dan cerdas lagi mengadapi pemikiran kawan gue yang memang agak liberal itu.

Y: Yups. Para liberalis memang selalu berbelit-belit menyampaikan pemikiran mereka dan berusaha tampil seilmiah mungkin. Jadinya ya seperti temanmu itu. Mbulet.

X: Berarti butuh peka dan sabar ye Bro?

Y: Yes! Semangat Bray!

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Author of book 'Dalam Benciku Masih Ada Cinta Untukmu' https://dyahsujiati.wordpress.com/2015/03/11/dalam-benciku-masih-ada-cinta-untukmu-2/

Lihat Juga

Ingat Allah Hatimu Akan Tenang

Figure
Organization