Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Semua Bergantung Pada Niat

Semua Bergantung Pada Niat

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (wantyoucity.com)
Ilustrasi. (wantyoucity.com)

dakwatuna.com – Suatu siang yang terik, kami sekeluarga sedang melakukan perjalanan. Ketika melirik jam, tinggal beberapa menit lagi adzan dzuhur akan berkumandang. Maka kami memutuskan untuk mencari masjid terdekat. Akhirnya masjid Mujahidin-lah yang kami tuju, karena dirasa paling dekat. Selain itu disebabkan banyaknya pedagang asongan, sehingga kami bisa mengisi perut sebagai pengganti makan siang.

Setelah selesai menunaikan shalat, kami kembali melanjutkan perjalanan. Namun ada hal yang tak bisa terlupakan. Ketika kami memutuskan untuk masuk ke dalam mobil, seorang kakek menghampiri kami. Kakek ini tidak lain adalah tukang parkir yang sudah bertahun-tahun bekerja di masjid Mujahidin ini. Ia meminta kami untuk mendoakannya karena tahun ini ia dan istrinya akan menunaikan ibadah haji. Yang patut diacungi jempol, ketika sang kakek mengatakan untuk pergi haji ini ia sudah menabung selama 20 tahun.

Masya Allah, kami tersentak. Yang awalnya kami pikir sang kakek pergi dengan bantuan pihak masjid, ternyata ia pergi dengan mengandalkan uangnya sendiri. Uang yang sebenarnya tidak begitu banyak, yang kebanyakan diberikan berupa recehan, pecahan 500 ataupun 1000. Belum lagi untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Tapi sanggup ia kumpulkan demi niat sucinya untuk menunaikan ibadah haji, meskipun ia harus menunggu bertahun-tahun lamanya.

Amat sangat berbeda dengan realita di luar sana. Ketika orang sudah berkali-kali menunaikan ibadah haji, tanpa tahu apa esensi dari menunaikan ibadah haji itu sendiri. Pergi haji pun bagaikan sebuah wisata, wisata rohani bukan menjadi sebuah ibadah wajib. Mengapa? Karena begitu mudahnya mereka mengeluarkan pundi-pundi rupiahnya, sehingga tak cukup sekali, bisa dua kali, tiga kali bahkan lima kali. Padahal seandainya kelebihan rupiahnya digunakan untuk memberangkatkan orang-orang yang benar-benar ingin menunaikan ibadah haji, jelas itu akan lebih berguna.

Atau, bagaimana dengan yang diberikan harta berlimpah namun sama sekali tak pernah tergiur untuk menunaikan ibadah haji? Kesempatan besar sudah ada namun disia-siakan begitu saja. Entah karena panggilan Allah tidak mampu mengetuk pintu hatinya atau karena memang hidupnya sudah hambar dengan peribadatan dan ketuhanan. Entahlah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui.

Untuk cerita pembuka tadi, cukuplah kita membandingkan dengan diri kita sendiri. Ketika sang kakek sudah meniatkan untuk pergi haji dua puluh tahun lalu, ia tetap bersungguh-sungguh dengan niatnya. Niat yang hanya tak sebatas niat. Kita pun pasti memiliki niatan yang sama. Namun pertanyaannya, apakah kita benar-benar bersungguh-sungguh dengan niat kita? Jika ya, sudah seberapa jauh persiapan kita?

Lihatlah kegigihan sang kakek yang terus menerus menabung, meski berawal dari recehan atau ribuan, tak seperti kita yang bisa mengumpulkan lebih besar. Dengan kesungguhannya, terkumpullah uang itu, Allah pun memanjangkan umurnya agar cita-citanya bisa terwujud. Jika kita pun sudah berniat seperti itu, insya Allah, Allah akan memudahkan segalanya. Allah akan memberikan kita umur yang panjang sampai tabungan kita benar-benar terkumpul dan akhirnya kita bisa menginjakkan kaki di tanah suci.

Sudah begitu banyak realita tentang orang-orang kurang mampu yang dengan niat sucinya, bisa berhasil menginjakkan kakinya di tanah suci. Meski dilihat dari pekerjaannya sehari-hari, seolah-olah tidak mungkin. Tapi lihatlah, berawal dari sebuah niat semua itu menjadi kenyataan. Sehingga tak hanya sebatas mimpi belaka yang bisa terkubur kembali, terpendam dan sulit untuk digapai.

“Dari Amirul Mukminun, Abu Hafsh, Umar bin Khatahab ra. berkata: Aku mendengar Rasul Allah saw. bersabda, “Sesungguhnya diterimanya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapati apa yang ia tuju.” (HR. Bukhari Muslim).

Lantas bagaimana dengan yang niatnya hanya sebatas wisata saja? Menunaikan ibadah haji hanya sebagai rutinitas yang tanpa ruhiyah sama sekali. Menunaikan ibadah haji bagaikan berwisata, wisata belanja. Yang penting pulang bawa oleh-oleh, bisa bagi-bagi tetangga. Hati-hati jika niatnya sudah berubah menjadi riya. Seperti hadist di atas, jika niatnya bukan untuk beribadah, maka amal perbuatannya pun diragukan sebagai sebuah ibadah. Apalagi jika tujuannya hanya sebatas wisata, maka wisata itulah yang akan ia dapatkan.

Jadi benarkan? Semua bergantung pada niat, jika niat kita memang benar dan bersungguh-sungguh untuk menjadikannya tidak hanya sebatas niat saja maka kita pun akan mendapatkan apa yang sudah kita niatkan itu. Lihatlah bagaimana akhirnya sang kakek tukang parkir pun bisa menunaikan ibadah haji sesuai dengan niat awalnya. Selain karena kesungguhannya juga untuk menjadikan niatnya itu menjadi kenyataan.

Jika memang fasilitas sudah ada, namun niatnya yang tak kunjung datang. Maka kita wajib menginstropeksi diri kita sendiri. Apa salah kita? Apakah kita telah jauh dari Allah? Apakah sudah banyak kita melanggar peraturannya? Sehingga hal-hal tentang-Nya pun tak membuat kita tertarik. Seberapa seringkah kita lebih mementingkan dunia ketimbang persiapan kita menuju akhirat? Hingga akhirnya semua benar-benar terasa hambar, bahkan tentang panggilan suci-Nya sekalipun.

Belum lagi banyaknya orang lain yang tak seberuntung kita, yang tak semudah itu untuk menyambut seruan-Nya. Lantas mengapa kita menyia-nyiakannya? Kesempatan yang hanya Allah berikan pada kita. Jika memang sudah teramat sulit merasakan cinta-Nya, merindukan-Nya. Pulanglah, kembalilah, menjeritlah, panggilah Ia, bermunajatlah. Insya Allah, Ia jauh lebih merindukan kita. Merindukan tangisan kita dalam sujud-sujud panjang kita.

Kelak rasa rindu tanah suci pun akan kita peroleh. Usahakan jangan jauh-jauh dari-Nya. Peliharalah cinta-Nya, agar niat kita tetap terjaga dan bisa terealisasikan. Jangan tunggu sampai usia kita lanjut, karena kelak akan lebih sulit. Itu pun jika kita memang ditakdirkan berumur panjang. Bagaimana jika umur kita ternyata terpaut hanya sampai hari ini? Atau jika memang kita diberi umur panjang, namun kesehatan sudah tak menjanjikan lagi. Kita akan lebih sulit untuk merasa khusyu.

Kekuatan sebuah niat pun ternyata bisa memangkas waktu. Ketika seorang ibu yang sudah benar-benar merindukan tanah suci dan merasa inilah waktu yang tepat untuk segera berangkat menunaikan ibadah haji, padahal dalam daftar hajinya, ia masih harus menunggu beberapa tahun lagi. Namun karena ia merasa fisiknya tak kan lagi kuat jika menunggu waktu-waktu yang akan datang. Maka dengan bermodalkan niat itu, ia berdoa kepada Allah, meminta agar segera bisa menunaikan ibadah haji yang hanya akan dilakukannya sekali seumur hidup.

Berminggu-minggu ia menangis, mengadu. Memang tabungan hajinya pun tinggal sedikit lagi, sehingga ia merasa akan sanggup untuk melunasinya tahun ini. Hanya tinggal bantuan Allah. Ketika ia mendapatkan berita bahwa banyak calon haji yang dibatalkan untuk pergi ke tanah suci, ia merasa inilah kesempatan yang Allah berikan. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang akan membantunya. Saat bertemu pun bukan kata-kata yang berbicara, tapi hanyalah tangisan. Tangisan keinginannya untuk segera menunaikan ibadah haji.

Berhari-hari setelah itu, ia kembali menunggu kabar, tentu saja tetap dengan doa-doa yang dipanjatkan pada-Nya. Hingga akhirnya, ia mendapatkan kabar gembira itu. Ia dinyatakan bisa untuk menunaikan ibadah haji tahun ini. Sujud syukur dan tangisan bahagia kemudian mewarnai harinya. Betapa ketika kita merindukan-Nya, Ia akan jauh lebih merindukan kita. Meski niat itu awalnya hanyalah sebuah niat, tapi ketika kita bersungguh-sungguh dengan niat itu. Baik bersungguh-sungguh mengusahakannya, atau bersungguh-sungguh berdoa pada-Nya. Maka Allah akan menjadikan niat itu tak hanya sebatas niat.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Hafshah Muslimah ialah nama pena dari Hafizhotunnisa Ishmatullah. Merupakan alumni KMO Indonesia batch 16. Karya yang sudah diterbitkan ialah dwi antologi Memori-Reminisensi, antologi puisi Deret Diksi Anak Negeri, antologi kisah inspiratif Guratan Renjana pada Kesatria, dwi antologi Impresi-Memorabilia, antologi Mozaik-Amore, dan antologi dongeng Fairy Tale. Bisa disapa melalui instagram @hafshahmuslimah atau di KBM App hafshahmuslimah .

Lihat Juga

Habits

Figure
Organization