Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Ayo Kita Shalat!

Ayo Kita Shalat!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Aku tinggal di sebuah perumahan yang terletak di daerah Bekasi sejak tahun 1990. Masa kecil hingga bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) kuhabiskan di sana. Allah menitipkan kepandaian kepadaku sehingga nilai raporku di sekolah selalu baik.

Kalau untuk urusan pelajaran, akulah jagonya. Semua teman-teman akan bertanya kepadaku. Namun kalau untuk urusan agama, aku tidak tahu apa-apa. Aku pinter, tetapi keblinger. Kalau bahasa anak muda sekarang, sepertinya diriku masuk kategori ABeGe a.k.a. Anak Baru Galau.

Sebenarnya sewaktu kecil diriku termasuk anak yang rajin shalat berjamaah di masjid. Aku khusyuk mengikuti shalat meskipun teman-temanku bercanda. Namun, suatu hari aku pernah pulang dari masjid sambil menangis karena teman-teman menggodaku sewaktu shalat. Ibuku langsung bilang, “Besok nggak usah shalat lagi.” Maksud ibuku sebenarnya memintaku untuk tidak shalat di masjid lagi, namun aku mengganggapnya tidak perlu shalat lagi seterusnya.

Setelah kejadian tersebut, aku menjadi jarang sekali shalat. Ketika aku melaksanakan shalat, maka kulakukan di rumah saja dengan secepat kilat. Hebatnya kebiasaan ini berlanjut terus sampai aku duduk di bangku SMA.

Aku pun sudah lupa berapa kali dalam sehari seharusnya shalat fardhu itu. Sepertinya lebih banyak bolongnya. Padahal aku sudah tahu shalat itu tiang agama. Rajin shalat akan datang kalau mau dekat ujian saja. Doanya pun bisa sangat panjang dan begitu lama. Berharap nilai ujian nantinya dibaguskan dan peringkat terbaik sekelas kembali di tangan.

Pada pertengahan tahun 2006, aku lulus SMA dan berniat kuliah. Aku mendaftar di salah satu sekolah kedinasan yang terletak di Jakarta Timur. Setelah melalui tiga tahap ujian saringan masuk, aku lulus menjadi salah satu mahasiswa di sana.

Sekolah kedinasan yang menggunakan sistem Drop Out (DO) membuat diriku memutuskan untuk tinggal di dekat kampus saja. Aku mengontrak di sebuah rumah bersama keenam orang kakak tingkat yang berasal dari berbagai daerah mulai dari Palembang, Banjarnegara, Lamongan, sampai Gorontalo.

Kakak tingkatku orangnya baik-baik. Mereka mau membantuku selama beradaptasi di lingkungan yang baru. Mereka juga meminjamkan buku-buku materi mata kuliah sehingga aku tidak perlu membeli buku paket yang baru.

Namun, ada satu hal yang aku kurang suka yaitu kebiasaan mereka mengajakku shalat berjamaah di masjid. Mereka bilang bahwa laki-laki itu harus shalat berjamaah di masjid. Shalat munfarid saja bolong-bolong, eh ini malah diajak shalat berjamaah. Akhirnya aku pun menuruti permintaan mereka dengan terpaksa.

Aku menjadi sering kabur ke kontrakan teman untuk menghindari ajakan tersebut. Melihat gelagatku yang kurang simpatik ternyata tidak menyurutkan semangat mereka. Aku tetap diajak shalat berjamaah di masjid ketika berada di kontrakan. Mereka malah terlihat semakin bersemangat untuk mengajakku. Karena seringnya diajak, aku menjadi bertanya kepada diri sendiri, “Mengapa aku harus shalat?”

Aku merenung dan berpikir. Shalat adalah media komunikasi antara manusia dengan Sang Pencipta. Allah hanya meminta sedikit waktu milikku untuk bermunajat kepada-Nya melalui shalat. Kalau untuk ngobrol dengan teman dan bersenda gurau dengan keluarga saja diriku ini sanggup melakukannya berjam-jam, tetapi kenapa diriku malas untuk curhat sebentar saja sama Allah?

Akhirnya aku mulai mencoba untuk memaksakan diri ini melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Banyak hal yang awalnya dimulai dari keterpaksaan, namun dengan interaksi yang intensif menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan. Aku bertekad harus mengubah kebiasaanku dari shalat yang bolong tidak karuan menjadi shalat yang berkualitas dan berjamaah. Pahala 27 derajat seperti yang dijanjikan Allah harus kuraih semaksimal mungkin.

Lambat laun aku menjadi rajin shalat berjamaah di masjid. Jika sebelumnya aku malas dan selalu menghindar, namun sekarang aku menjadi bagian yang ikut mengingatkan ketika waktu shalat telah tiba. Jika dahulu aku bersikap masa bodoh dengan suara adzan, namun sekarang merasa gelisah kalau tidak segera ke masjid ketika adzan berkumandang.

***

Alhamdulillah sekarang aku telah bekerja di salah satu instansi pemerintah yang berada di daerah Jakarta Pusat. Aku merasa kerasan bekerja di sini karena memiliki rekan kerja yang ramah dan suasana kerja yang kondusif.

Sesibuk apapun pekerjaan yang dilakukan, aku akan berhenti sejenak ketika adzan telah berkumandang. Kami pun saling mengingatkan satu sama lain sehingga tidak ada yang ketinggalan shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki dan shalat di awal waktu di mushalla kantor bagi perempuan.

Menyelesaikan pekerjaan kantor memang penting, namun menyambut seruan dari Allah jauh lebih penting. Oleh karena itu, kita harus menyambutnya segera dengan perasaan senang dan riang gembira.

Salah seorang kepala seksi bernama Pak Dahlan menyampaikan suatu nasihat kepadaku, “Jika kita bisa menyediakan banyak waktu untuk urusan dunia kita, mengapa kita tidak bisa untuk menyediakan sedikit waktu saja untuk urusan akhirat kita?”

Shalat adalah tiang agama dan shalat adalah ibadah yang akan dihisab pertama kali. Apabila bagus shalat kita, maka barulah ibadah kita yang lain akan dinilai oleh Allah. Shalat bukan sekadar gerakan biasa tanpa makna. Shalat adalah suatu bentuk penghambaan kita sebagai makhluk lemah tak berdaya kepada Sang Pencipta.

Shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, jika shalat kita dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan. Masih dikatakan belum sempurna ibadahnya jika kita rajin shalat, tetapi kelakuan kita masih begajulan tidak karuan. Begitupun yang terjadi sebaliknya. Masih dikatakan belum sempurna ibadahnya jika kita berkelakuan baik, tetapi tidak pernah shalat.

“Ayo, kita shalat!”

***

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
(Q.S. An-Nisa: 103)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Bayu Bondan adalah nama pena dari penulis berkacamata ini. Setelah 4 tahun berguru kepada maestro angka, Alhamdulillah saya berhasil merengkuh toga gagah di kepala dan telah bekerja sebagai PNS di daerah Jakarta Pusat. Di sela-sela kesibukan aktivitas sehari-hari, saya mulai sedikit berpaling dari angka dan mencoba berteman dengan aksara. Biarkan saja pena menari dan lihat saja hasilnya nanti.

Lihat Juga

Kiat Menghafal Quran

Figure
Organization