Topic
Home / Berita / Silaturahim / Milad Ke-18 FLP: Sastra Kritis untuk Perubahan

Milad Ke-18 FLP: Sastra Kritis untuk Perubahan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Dialog Kebudayaan bertema “Sastra Kritis untuk Perubahan” di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Ahad (1/3/2015). (Nur Afilin/FLP Jakarta)
Dialog Kebudayaan bertema “Sastra Kritis untuk Perubahan” di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Ahad (1/3/2015). (Nur Afilin/FLP Jakarta)

dakwatuna.com – Jakarta. Dalam rangka Milad ke-18 Forum Lingkar Pena (FLP), Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP menggelar agenda Dialog Kebudayaan bertema “Sastra Kritis untuk Perubahan” di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Ahad (1/3/2015).

Sastrawan Taufiq Ismail dan Maman S. Mahayana, mantan Ketua Umum FLP Irfan Hidayatullah dan Setiawati Intan Savitri, serta Ketua Umum BPP FLP Sinta Yudisia Wisudanti  tampil sebagai narasumber dalam dialog tersebut.

Selain itu, Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman Dirjen Kemdikbud Endang Caturwati beserta perwakilan Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syamsu Arifin juga datang dalam acara yang dihadiri ratusan pegiat FLP dan masyarakat umum itu.

Dalam sambutannya, Endang Caturwati berbagi kisah hidupnya yang berkait dengan tema acara. Endang meyakini sastra bisa mengubah kehidupan, baik seorang individu bahkan sebuah bangsa.

Memasuki sesi dialog, Sinta Yudisia mengemukakan pandangannya tentang sastra kritis yang berdaya ubah ala FLP.

“Sastra santun adalah pilihan yang telah dan akan terus diusung FLP sebagai bentuk kritik terhadap fenomena yang ada di tengah masyarakat,” kata Sinta Yudisia.

Sastra santun, lanjut Sinta, amat menekankan pada penulisan sastra berdasar fakta yang nyata adanya.

Maman S. Mahayana juga sepakat bahwa sastra bisa mengubah kedaan suatu bangsa.

“Sastra memang bisa mengubah. Tapi tidak seperti industri yang amat cepat efek perubahannya,” terang kritikus sastra yang juga menjadi dosen tamu di Korea Selatan itu.

Sementara penyair kondang Taufiq Ismail di awal penuturannya mengungkap kecemburuannya kepada FLP.

“Saya cemburu. Apa yang sudah dilakukan FLP hingga kini adalah apa yang sejak dahulu saya impikan. Hanya saja, saya dan para pegiat sastra masa lampau tidak bisa melakukan apa yang sudah dicapai FLP, yaitu mengumpulkan para penulis muda,” kata redaktur senior majalah sastra Horison dan Dewan Penasihat FLP itu.

Dialog kebudayaan tersebut, terang Ketua Panitia sekaligus Ketua FLP Wilayah Jakarta Raya Sudi Yanto, adalah acara puncak dari rangkaian Milad ke-18 FLP. Sebelumnya, telah dihelat pengajian sastra dengan pembicara Helvy Tiana Rosa dan Oka Aurora sebagai pembuka rangkaian Milad tepat pada hari lahir FLP, 22 Februari. Adapun penutup rangkaian Milad rencananya berupa bakti sosial di Lembaga Pemasyarakatan Anak di Tangerang, Banten, 14 Maret mendatang.  (Nur Afilin/FLP Jakarta/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Lihat Juga

Anak-anak di Turki Ekspresikan Kerinduan pada Masjidil Aqsha

Figure
Organization