Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Istiqamah Meninggalkan Maksiat

Istiqamah Meninggalkan Maksiat

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (ilusihatihafsah.blogspot.com)
Ilustrasi. (ilusihatihafsah.blogspot.com)

dakwatuna.com – Keseharian memang selalu bersama Alquran, mulai dari membaca, menghafal, serta membaca terjemah atau juga tafsir. Tapi, bukan berarti kami adalah anak shalihah dengan jaminan khusnul khotimah langsung jebret… masuk surga. Sungguh tidak ada jaminan sama sekali. Baik surga atau neraka adalah urusan dan kehendak Allah swt, kita sebagai manusia hanya bisa berharap dan banyak berdoa agar ditempatkan di tempat yang terbaik.

Shalih/ah atau tidak juga bukan sekadar dilihat dari seberapa sering dia memegang mushaf lalu membacanya. Bukan juga dilihat dari berapa banyak jumlah rakaat dia shalat setiap hari, bukan juga dilihat berdasarkan tempat di mana ia tinggal selama ini. Shalih/ah adalah pribadi yang Allah berikan lengkap dengan sifat-sifat mahmudah, yaitu jujur, amanah, sopan santun, beradab, serta baktinya kepada orang tua.

Dari mana asal sifat mahmudah itu? Yaitu bisa jadi dari seringnya membaca Alquran, ibadahnya yang rajin, istiqomahnya menjaga wudhu, shalatnya, puasanya, dan ibadah-ibadah lainnya. Hanya saja bukan tidak mungkin para ahli ibadah melakukan maksiat. Masih banyak contohnya selama ini. Misal, ia adalah pegiat dakwah tapi masih pacaran, atau mungkin tidak berstatus pacaran tapi hubungannya dengan non muhrim bisa dibilang cukup intens tanpa menggunakan hijab dan tanpa batasan waktu. Masih banyak juga penghafal Alquran yang berpakaian tidak syar’i lalu pacaran, ada juga yang rajin memberi nasihat tapi tidak menjalankan apa yang senantiasa ia nasihatkan.

Bukan berarti saya adalah orang baik dan suci dengan serta berani menasihati. Justru hal ini menjadi cambuk bagi diri sendiri khususnya untuk terus memperbaiki diri sebagai hamba penghafal yang masih banyak cela. Lalu bagaimana memperbaiki cela itu?

Biasanya, seseorang ahli ibadah kalau sengaja atau tidak sengaja melakukan maksiat maka dengan segera hati kecilnya menegur diri sendiri. Maka sesungguhnya pada saat itulah Allah tengah menegur hamba-Nya dan memberi petunjuk secara langsung. Tergantung kepada pribadinya mau mengakui khilafnya atau tidak. Ada yang memandang dosanya sebesar gunung, ada yang beranggapan seperti debu dan hanya menganggap sebagai angin lalu.

Ya sudah, bagi yang khilaf kita masih bisa memperbaikinya. Bukankah Rasul pernah menyampaikan bahwa sebesar-besar dosa kita, ampunan Allah tetap terbentang denga lebih luas. Taubatan nasuha dengan tetap istiqamah berusaha meninggalkan maksiat Insya Allah cukup membuka tangan-Nya untuk menerima kita kembali.

Agar bisa istiqamah dalam hal kebaikan dan mampu meninggalkan maksiat, kuncinya adalah dengan selalu bertanya pada hati nurani tentang benar atau tidaknya perbuatan-perbuatan yang akan atau selama ini telah kita lakukan. Jangan pernah terburu-buru bertindak meski kita pikir itu adalah hal baik. Takutlah jika itu semua sebagai hawa nafsu belaka. Sebagai penghafal Quran dan hamba Allah yang banyak cela maka mari bersama-sama meperbaiki diri dengan meneguhkan iman di hati dan perbuatan.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Santri penghafal Al-Quran di rumah tahfizh Qurrota A�yun Yogyakarta. Kecintaan terhadap Al-Quran membuat penulis ingin terus menuliskan segala hal tentang menghafal Al-Quran. Cita-cita paling tinggi adalah menjadi keluarga Allah dan bisa memberi yang terbaik untuk agama dan orang tua.

Lihat Juga

Istiqamah Hingga Akhir Hayat

Figure
Organization