Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kita Tahu, Kita Paham

Kita Tahu, Kita Paham

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (legend.az)
Ilustrasi. (legend.az)

Takdir.
Seberapa pun inginnya, tidak akan terjadi tanpa izin dari Raja Semesta
Seberapa pun rindu, tidak akan luruh tanpa ketetapan-Nya
Namun seberapa butuh kita, Dia lebih tahu detailnya

dakwatuna.com – Gamang. Kita seringkali merasa hampa atas sesuatu yang tidak kita mengerti. Bertanya kenapa, kenapa, dan kenapa. Bahkan atas semua pertanyaan itu sebenarnya kita sudah tahu jawabannya. Bahkan atas setiap kesedihan hati dan kesempitan jiwa yang kita rasakan sebenarnya kita sudah tahu harus bagaimana. Hanya saja… sulit. Pertarungan sengit antara mau dan tidak mau menerima keadaan seringkali terjadi. Bagaimanapun, pengendali hati sepenuhnya adalah diri kita sendiri.

“Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al Baqarah: 214)

Hafal. Ayat itu sering kita temukan dalam setiap jawaban pertanyaan para penghamba. Sungguh membesarkan hati yang mengerut. Menenangkan jiwa yang kalut. Amat dekat. Saat gelap sudah semakin pekat, artinya pagi akan segera datang. Allah ingin kita bertahan. Sedikit lagi saja. Kita tahu hal ini, kita paham. Hanya saja penerimaan tidak selalu datang begitu saja. Terkadang kita justru menikmati berenang dalam duka kesedihan. Menyelam dalam ketidakterimaan. Tenggelam dalam putus asa, membiarkan mimpi itu pergi begitu saja. Berhenti mengejarnya. Menyerah.

”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. (Al Baqarah : 153)

Tidak pernah habis ayat-Nya menuntun setiap urusan kita. Jelas. terang. Sabar dan shalat, dua cara yang menjadi bekal kita mengarungi kehidupan ini, Tidak kurang, tidak lebih. Bersabar bahwa ujian apapun tidak pernah melebihi kemampuan kita melaluinya. Bersyukur atas setiap nikmat dengan menunaikan shalat. Kita tahu, kita paham. Hanya saja melakukan tidak semudah itu. Hanya saja mengerjakan tidak sesederhana itu. Hanya saja sabar dan shalat kita tidak pernah lebih dari pengakuan lisan dan perbuatan rutinitas.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah : 5-6).

Janji yang tidak diragukan lagi pengabulannya. Jelas tertulis dalam Alquran. Manusia, atas suluruh permasalahannya, dijanjikan kemudahan yang menyertai setiap kesulitan. Dua kali kalimat itu terlantun. Hanya saja sulit bagi kita memaknai janji itu. Kemelut gelap saat ini tidak mungkin dengan segera usai. Jalan keluar pasti masih jauh. Penderitaan masih panjang.

Begitu bukan?

Ya. Kita manusia.

Sebenarnya kita sudah tahu, kita paham.

Kita sadari beragam peristiwa terjadi di seluruh dunia. beragam cerita, berbagai hal… terkadang dengan melihat sekitar, mendengar kisah orang, memaknai kejadian, seringkali urusan kita terlihat tidak seburuk itu. Tidak separah itu. Tidak semenyedihkan itu. Kita sering mendramatisir masalah. Merasa menjadi manusia paling penuh ujian tak terperikan. Kita luput memperhatikan detail menakjubkan. Kita melewatkan jarum jam yang terus berjalan, menunjukkan bahwa kita pun sedang berada dalam proses kehidupan.

Bayi-bayi yang baru belajar merangkak, jalan, berlari,  naik sepeda, anak-anak yang akan masuk TK. merengek meminta tas, pensil, tempat bekal. anak-anak yang akan masuk SD, SMP, SMA. mereka yang mencari tempat kuliah dan  mencari pekerjaan, juga mereka yang putus sekolah dan menganggur. pasangan-pasangan baru yang menikah, pasangan-pasangan yang bercerai, liburan keluarga, arisan, pengajian, ziarah kubur,

Berjuta ibu yang melahirkan, berjuta manusia baru yang lahir ke dunia. Berjuta ayah yang masih saja berusaha mencari nafkah. Berjuta pekerjaan. Berjuta pengorbanan. Berjuta guru sedang memeriksa tugas-tugas muridnya. Berjuta dokter sedang memeriksa keadaan pasiennya. berjuta yang sakit. Berjuta juga yang sembuh. Berjuta yang akan operasi. Berjuta yang masih berusaha mengalahkan sakitnya. Berjuta semangat. Berjuta penghambaan, pengabdian, kesempatan. Berjuta kematian…

Kita akan mengenal dari orang lain keteguhan prinsip, kelapangan hati, keluasan ilmu, hangatnya kasih sayang, tentramnya pengertian, leganya pertolongan, indahnya persahabatan, kesetiaan cinta, pedihnya pengkhianatan, buruknya muka masam, bahaya amarah, ikhlasnya pengorbanan, panjangnya penantian, beningnya air mata, riangnya canda, singkatnya waktu…

Setiap episode hidup seseorang berkaitan dengan episode seseorang yang lain. Skenario yang saling terhubung, menunjukkan fenomena sebab-akibat. Tidakkah kita percaya pada Pemilik skenario paling sempurna? Tidak pernah ada kebetulan. Bahkan setiap daun yang tercerabut dari dahan sudah tertulis. Apalagi urusan manusia. Kita sungguh tahu itu semua. Kita sungguh paham. Hanya saja mengatakan, menuliskan, mendengar, dan mengiyakan tidak pernah lebih sulit daripada melaksanakan. Setidaknya kita saling mengingatkan. Tugas kita hanya taat, bukan?

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni LDK FIKRI Politeknik Negeri Jakarta. Perempuan yang berusaha menjadi pejuang pena, karena menulis bisa membagi manfaat hingga lintas generasi.

Lihat Juga

Pembunuhan Massal di Rohingya, PAHAM Indonesia Minta Pemerintah Ambil Peran Penting

Figure
Organization