Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Saat Rasa Itu Tiba Sebelum Waktunya

Saat Rasa Itu Tiba Sebelum Waktunya

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustasi. (inet)
Ilustasi. (inet)

dakwatuna.com – Ketika rasa tiba namun sukma tak pernah berjabat, di antara diam selalu ada harap. Tetiba ingat bawa tidak seharusnya rasa itu diumbar dalam ramai, jikapun hati ini merindu cukup telan dengan mentah semua pahit itu, tapi ini bukan merindu, karena kita belum pernah bersua. Kita hanya berjumpa dalam maya, dan tak pernah pula berjumpa lewat suara. Mungkin ini hanya bicara tetang sukma, sukma yang menggelayut dalam pekatnya malam menari indah dalam cerahnya siang setiap saat.

Sukma tak pernah bisa berbicara, hanya hatilah sahabat sukma, hanya jiwa yang mengerti rindu. Rindu sapaan yang tak seharusnya ada sapaan, rindu perhatian yang tak seharunya diperhatikan, menantikan rayuan angin membelai dalam sunyi senja di penghujung rindu. Tak ada yang salah dengan rasa, meletup meledak membuncah tumpah dalm tangisan, mungkin in sudah lebih dari cukup.

Terbatas rasa dalam pagar, pagar penguat kehidupan. Pagar dunia yang kokoh yang tak boleh dilangkari segenap manusia seisi bumi, rasa itu adalah anugrah yang terpancar dari cahaya kesucian. Lalu tidak seharusnya rasa itu dipakai pada jalan yang kotor, yang tak ada keridhaan dari yang punya jalan, Ya.. Jalan hidup Jalan Kehidupan. Jalan Dari tuhan..

Kemudian ada pertengkaran dahsyat luar biasa yang terjadi dalam diri, nafsu yang jahat membunuh hati yang baik, manisnya sabar diracuni oleh buruknya ego, jernihnya pikiran terkontaminasi angan-angan kotor tak berujung. Pecah tawa setan, mereka merdeka sedangkan manusia merana. Merana atas kedzaliman diri sendiri karena telah berjalan pada jalan yang tak ada Ridha-Nya. Setelah itu, seperti terbangun dari koma, di ujung jalan merana penuh derita, padahal di awal jalan yang kotor itu merasa diri paling bahagia sejagat raya. Bersyukur Tuhan masih berbaik hati masih berkehendak untuk menendang kita dari jalan yang kotor itu, jika tidak demikian, mungkin kita akan selamanya berwisata di dunia ini dengan tour guide setan bersama agenda- agenda nafsu yang terus diikuti.

Jalan kebaikan itu mudah untuk orang- orang yang hati dan pikirannya bersih dari ketergantungan kepada siapapun kecuali Tuhannya. Namun sebaliknya ketika kita meraskan masih beratnya saat kita berjalan di jalan yang bersih, di situlah kita bisa tau bahwa hati dan kita masih sangat kotor dan dipenuhi ego pribadi duniawi. Peluh ini tidak akan dirasa jika taat akan aturan, aturan dalam jalan kebaikan untuk menjaga pandangan, menjaga kehormatan dan menjaga nilai-nilai aturan Tuhan. Sekarang setelah semua itu terlanjur, merasa tertampar dan berlumur malu karena telah mengkulum nafsu. Tapi yakinlah Tuhan masih menyediakan lahan pengampun yang tak terbatas untuk setiap kesalahan yang telah hambanya perbuat. Tak ada kata terlambat untuk bertobat.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Ciamis tahun 1990. Saat ini sedang menempuh pendidikan s2 di Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung selain menjadi mahasiswa juga mengajar ebagai tenaga honorer di SD di Ciamis.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization