Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Dialog Air Mata

Dialog Air Mata

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

air mata tangisdakwatuna.com – Senja jum’at, sengaja aku berdiam sejak ashar di Rumah Allah ini. Hening, redup, sejuk suasana ruang mesjid menyempurnakan tunduk kyusuk, menyerap gelombang barokah di Jum’at ijabah. Aliran hangat air mata masih ditangkap saraf kulit pipiku. Terasa lelah dalam muhasabah. Kudengar suara lirih berbisik “mengapa Engkau menangis, wahai Abdullah?”. Kupasang teliti penderanganku mencari sumber suara. “Mengapa engkau menangis?”. Suara itu bertanya lagi. Masih tak kutemui di mana ia dan kuberanikan diri bertanya “Siapa Kamu?…. Siapa kamu?”

“Aku adalah air mata mu?” sedetik kemudian ia menjawab

“Oh..” desahku lega. “ Wahai air mata, mengapa engkau keluar? Aku lelah menangis sedang hatiku tetap resah”

“Aku keluar karena hatimu sedang panas dengan bara” jawabnya jernih

“Panas bara di hatiku?? Apa yang menyebabkan hatiku membara?” Tanyaku penasaran

“Dosa dan maksiat yang kau lakukan” terangnya

“Dosa? Maksiat? Apakah ia membuat hati panas?” tanya ku tak mengerti

“ Ya. Apakah engkau tidak membaca doa yang Rasulullah ajarkan, Ya Allah bersihkanlah diriku dari dosa dan maksiatku dengan air, salju dan embun. ”Air mata mengajarkanku perlahan“ setiap kali seseorang melakukan dosa, berarti ia menyalakan api di hatinya dan tidak ada yang dapat memadamkannya kecuali air, saju atau embun”.

Aku tertegun sesaat. Dilatasi memori membuka catatan dosa sepanjang ingatan hidup. Semakin aku ringan melepaskan air mata mengalir deras. Dalam isakku berkata “ engkau benar. Sesungguhnya aku memang merasakan goncangan jiwa dan sempitnya perasaanku. Aku yakin ini dikarenakan hatiku yang terbakar dengan banyaknya dosa dan maksiatku”

“Kemaksiatan memang mendatangkan kegelisahan bagi pelakunya. Karena itu bertaubatlah” terangnya bijak.

Aku berkata,”Bolehkah aku bertanya tentang satu hal ke padamu?”

Ia menjawab “Ya silakan”.

“Aku sering merasakan kekusutan dalam hati dan pikiranku, bagaimana aku bisa terbebas darinya?” tanyaku penuh harap jawab.

“ Wahai abdi Allah, hal itu terjadi pada hati yang jauh dari-Nya. Banyak hati manusia yang telah membatu. Bisa jadi karena dosa besar yang mereka lakukan. Atau dosa kecil yang sering dilakukan. Tapi wahai Abdullah jangan lihat dosa itu besar atau kecil tapi lihatlah dirimu sebagai seorang pembangkang pelaku dosa.”

“Seperti apa itu wahai air mata?”

Jawabnya “Kecintaan kepada dunia dan kecenderungan kepadanya. Ingatlah “ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekataan dan keturunan”*

Pesanku jaga Allah di hatimu, maka kau akan istiqamah dalam taat. Terima kasih mengeluarkanku sebagai air mata taubat. Aku akan bersaksi atas taubatmu kepada penciptaku. Ingatlah pesan baginda Rasul “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.”** Aku pergi dulu. Ada yang memanggilmu.”

“Za..bangun..Zahira..yuk segera berwudhu. Udah masuk magrib”. Sentuh lembut sahabatku mengembalikan ruh ke tubuhku. Ku kejap berulang mata mengembalikan sadarku. Masya Allah ternyata aku tertidur dan bermimpi. Beberapa detik ingatan alam mimpi jelas tergambar di memori sadarku. Dialog itu sempurna. Berulang terlantun lafaz dzikir memuji-Nya. Rabb, Izinkan air mata taubat hadir selalu. Hatiku membatin. Sejenak semuanya terasa ringan. Terasa sakinah. Terasa nyaman. Sungguh rindu aku bertemu dengan-Mu.

***

Foot note:

*(Alhadid:20)

**(HR. Tirmidzi [1633])

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Menyelesaikan pendidikan S1 di biologi Universitas Riau dan S2 di Biologi Tumbuhan IPB. Hobi menulis telah dimulai sejak SMP. Pernah aktif di beberapa buletin kampus saat S1. Saat ini telah mengabdikan diri sebagai Madrasatul ulla untuk anak2. Mencoba menjaga produktivitas, kebermanfaatan diri untuk berbagi kebaikan lewat tulisan. Semangat untuk terus menulis dibangun dengan bergabung di komunitas Rumah Belajar Menulis IIP (Insititut Ibu Profesional) Bogor.

Lihat Juga

20 Tahun Berkiprah, Kepala Daerah dari PKS Gelar Konsolidasi Nasional

Figure
Organization