Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Lima Syarat Memiliki Kecerdasan Tertinggi: Memimpin Manusia

Lima Syarat Memiliki Kecerdasan Tertinggi: Memimpin Manusia

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Manusia memiliki berbagai tingkatan kemampuan yang berbeda-beda dalam keaktifannya di kehidupan sosial. Interaksi sehari-hari, baik sebagai individu maupun kelompok terhadap kehidupan tersebut selalu menuntut bahasa-komunikasi sosial yang adaptif dan juga sesuai pada levelnya. Dalam sebuah aktivitas interkoneksi antarmasyarakat itu kemudian, level kecerdasan seseorang sangat ditentukan dari bagaimana dia mampu mengolah resources terbatas yang dia miliki untuk dapat menguasai scarcity yang mengancam setiap entitas sosial lainnya.

Beberapa hari lalu, saya dan teman-teman dari PPSDMS (Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis) Nurul Fikri Jakarta beruntung memiliki kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan keluarga “Bintang Penjaga” (saya menyebutnya) di kediamannya. Mereka adalah keluarga dari Ayah Mutammimul Ula (Ustadz Tamim) dan Ibu Wirianingsih (Ustadzah Wiwi). Beliau merupakan orang tua dari 10 orang anak penghafal Alquran yang sukses dan juga berprestasi (salah satu anaknya adalah bagian dari Kami di PPSDMS). Pada kesempatan yang langka tersebut, Ust. Tamim yang juga merupakan Anggota DPR RI periode 1999-2004 dan 2004-2009 berkenan untuk berbagi ilmu dan pengalaman Beliau kepada Kami. Yang kemudian ringkasannya saya terjemahkan ulang dalam tulisan ini.

Manusia memang memiliki tingkat kecerdasan yang variatif. Variasi tersebut mencerminkan perbedaan kecerdasan yang berjenjang dari tingkat tertentu ke tingkat yang lain. Dalam dunia intelektual, tingkatan itu dapat dikuantifikasikan dalam bentuk nominal angka, atau yang sering direpresentasikan melalui test IQ (Intelligence Quotient). Dengan menyelesaikan berbagai soal dalam teks, dapat dilihat seberapa cerdas seseorang dibandingkan orang lain dengan mengkomparasikannya melalui standar baku nilai tertentu.

Namun, ternyata cara pandang orang mengenai kecerdasan tidak melulu soal seberapa luas pengetahuan seseorang dan seberapa hebat dia dalam menjawab soal-soal tekstual. Lain dari itu, kecerdasan kerap kali juga dipersepsikan sebagai kemampuan seseorang dalam memecahkan persoalan atau mengambil keputusan dalam sebuah situasi. Kompetensi tersebut yang dijadikan negasi bahwasanya cerdas secara tekstual bukanlah kecerdasan yang sebenarnya. Orang yang memiliki IQ dengan angka paling tinggi belum tentu memiliki kecerdasan tertinggi.

Di sini, Ust. Tamim menjelaskan pemahamannya mengenai apa yang dimaksud dengan kecerdasan tertinggi. Menurutnya, manusia mampu memiliki kecerdasan sehebat apapun dalam berbagai hal. Baik dalam hal tekstual, maupun sosial-kontekstual yang rumit. Namun, yang memiliki kecerdasan tertinggi di antara mereka bukanlah yang menguasai hal-hal tersebut, melainkan yang menguasai manusia lainnya. “Kecerdasan tertinggi adalah ketika seseorang mampu untuk memimpin manusia lainnya”, menurut Ust. Tamim. Karena untuk memimpin manusia tersebut, kita memerlukan kecerdasan di atas mereka. Paling tidak, ada 5 syarat yang mesti dipenuhi untuk dapat menjadi pemimpin (terbaik) di antara manusia, yaitu kepemilikan integritas, kompetensi, networking, fisik, dan takdir.

Pertama, dia harus memiliki integritas. Berbeda halnya dengan kemampuan intelektual maupun fisik yang dapat dimanipulasi, integritas bukanlah suatu nilai yang bisa dikontrol sekehendaknya. Itu merupakan penilaian orang lain yang melihatnya dengan pandangan sekehendak mereka. Tidak bisa tidak, integritas seseorang ditentukan oleh pendapat outsider di luar diri sendiri. Namun, integritas tersebut juga bukanlah pemberian semata, melainkan dapat diciptakan sedemikian rupa, yaitu dengan selalu menunjukkan perilaku yang sarat dengan etika dan kejujuran. Dengan begitu, trust akan otomatis terbangun dengan sendirinya.

Kedua, tentang kompetensi. Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk yang berpikir atas asumsi-asumsi logis. Apa yang dianggap dan diterima oleh akal sebagai sesuatu yang wajar, maka akan dianggap benar. Adalah logis bila seorang pemimpin itu harus memiliki pengetahuan yang luas dan kompetensi yang baik. Untuk dapat mengambil keputusan pada suatu kondisi, intelektualitas yang dipadukan dengan ketangkasan dan kekayaan informasi akan dapat menciptakan suatu pengambilan keputusan yang lebih reasonable. Dengan demikian, kecerdasan tekstual akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perihal kompetensi ini.

Ketiga, yaitu mengenai networking (jaringan). Selain interaksi sehari-hari yang bersifat sosial-lokal, dalam melakukan kepemimpinan juga akan terjadi hubungan yang lintas tempat dan waktu. Seseorang yang memiliki jaringan yang luas, tentu akan memiliki social capital yang juga luas. Dengan memanfaatkan jaringan tersebut, dia dapat melakukan kerja sama untuk percepatan kerja dan kinerja ke arah yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, jaringan tersebut juga dapat menjadi indikator seberapa besarnya pengaruh dia terhadap orang lain.

Keempat, adalah persoalan fisik. Tak bisa disangkal bahwasanya fisik turut mengambil andil dalam hal kepemimpinan. Aktivitas manusia dapat berjalan sebagaimana biasanya karena ditopang oleh fisik yang baik. Keadaan fisik mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala, sedikit atau banyak berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas kerja seseorang. Terlebih lagi, tampilan terluar seseorang terkadang dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap dirinya. Fisik yang baik dapat menunjukkan kesan sebagai pemimpin yang dapat dipercaya dan kokoh.

Kelima, adalah urusan takdir. Betapapun rekayasa yang dilakukan oleh manusia, takdir dari Yang Maha Mengatur adalah final-nya. Namun, takdir bukanlah berarti negasi dari rasionalitas manusia. Jika langkah-langkah yang dilakukan untuk menuju suatu capaian sudah benar dan tepat, takdir yang terjadi pun akan terlihat logis dan wajar.

Itulah 5 syarat yang mesti dipenuhi untuk memiliki kecerdasan tertinggi, yaitu menjadi pemimpin bagi manusia. Kelima poin tersebut tidak mesti bersifat ordinal, yang artinya dapat dimulai dari manapun, kecuali untuk poin penutup.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Ilmu Admpinistrasi Negara Universitas Indonesia angkatan 2012. Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai Ketua Al Hikmah Research Center FISIP UI 2014.

Lihat Juga

Pemimpin adalah Cerminan Rakyat

Figure
Organization