Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Fashion, Food, Film dan Identitas Islam

Fashion, Food, Film dan Identitas Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi-food (inet)
ilustrasi-food (inet)

dakwatuna.com – Fashion, food, dan film disebut-sebut sebagai lahan luas usaha westernisasi dan menjadi senjata utama bagi mereka yang islamophobia, yaitu mereka yang tidak setuju, bahkan ingin mengubah islam beserta segala syariat di dalamnya. Berbagai media internasional hingga lokal mem-booming-kannya sebagai hal yang bisa diterima dan seakan cocok diterapkan oleh umat islam terlebih di negeri 1001 keyakinan yang menjunjung tinggi toleransi seperti Indonesia.

Berbagai modifikasi dan hal baru dalam hal pakaian, makanan, hiburan berbau westenisasi yang kurang baik pun seakan terlihat baik karena mayoritas umat islam begitu saja menerima. Sebaliknya identitas umat islam seperti penampilan syar’i, mengkonsumsi yang halal lagi bermanfaat, serta berbagai hal positif ala Rasulullah untuk mengisi waktu luang mulai tergusur dan tinggal menunggu waktu kembali terasing dalam kehidupan bermasyarakat.

Pertama dalam hal fashion atau gaya berpenampilan, utamanya penampilan kaum hawa. Muslimah seharusnya berpenampilan seperti disyari’atkan dalam islam yaitu menggunakan jilbab, kerudung tebal sederhana, pakaian longgar dan tidak tembus pandang, menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, serta mudah menggunakannya.

Namun fashion terkini menawarkan model yang lebih simple untuk digunakan dan sukses membuat fashion syar’i terlihat lebih rumit. Kini kita biasa melihat muslimah berpakaian serba ketat, membentuk lekuk tubuh, menggunakan kerudung “berpunuk” yang tipis dan tembus pandang. Dan kebanyakan muslimah justru merasa aneh serta takut bila melihat muslimah lain mengenakan pakaian sederhana, jilbab longgar, berkerudung lebar yang sejatinya menunjukkan identitas islam sebenarnya.

Kedua dalam hal food atau makanan yang halal lagi bermanfaat seperti tercantum dalam Alquran atau sesuai sunnah Rasulullah yaitu madu, zaitun, anggur, pisang, gandum, susu, daging, ikan, dan sebagainya. Secara medis pun sudah dibuktikan khasiatnya. Bandingkan dengan food ala westernisasi yang mengandung berbagai zat sintetis seperti pengawet, pewarna, perasa buatan yang notabene adalah zat kimia dan efek jangka panjangnya tidak bisa diprediksi.

Meski begitu hal ini sukses menaklukkan lidah umat islam utamanya anak. Anak lebih suka jajanan “pabrik” dibanding buah, lebih suka gorengan fast (junk) food dibanding ikan serta sayuran apalagi orang tua cenderung membiarkan dan menuruti kemauan anaknya. Anak pun sering lahap makan tanpa mengucap bismillah dan alhamdulillah sampai kekenyangan hingga menjadi malas beraktifitas, bahkan tidak ingin mencoba puasa sunnah karena makanan enak selalu tersedia.

Ketiga adalah film sebagai salah satu bentuk hiburan yang memanjakan umat islam ketika tidak ada hal yang dilakukan. Film sejatinya mampu dimanfaatkan untuk mendukung dakwah islam. Seperti film yang berceritera kisah perjuangan sahabat Rasulullah atau kisah teladan nabi dan rasul terdahulu. Namun film ala westernisasi dengan segala kecanggihan grafis, audio, jalan cerita yang lebih keren ternyata sukses menarik hati umat islam. Kini umat lebih suka film sains-fiksi, berbau sihir, horor, pembunuhan, yang sebenarnya sarat akan muatan negatif. Dan tidak sedikit film yang sengaja mendistorsi sejarah kejayaan islam lebih-lebih secara tidak langsung merepresentasikan islam sebagai teroris.

Akhirnya semua kembali pada kepekaan dan awareness umat islam terhadap hal baru sekecil mungkin yang hadir di masyarakat sesuai syari’at islam atau tidak. Umat islam diharap lebih selektif dan memikirkan kembali efek jangka panjang setiap hal baru tersebut. Dan jangan sampai umat islam lebih memilih dan siap untuk kehilangan identitas dan eksistensinya di dunia demi kepentingan pribadi. (usb/dakwatuna)

Oleh Mahardhika Anggoro Widyantoko, Penulis Bina Qalam

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang calon apoteker dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang mencari ridha Allah melalui tulisan, pendidikan, dan kesehatan

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization