Topic
Home / Keluarga / Kesehatan / Halal Haram Makanan Berbahan Dasar Darah Hewan Dalam Tinjauan Medis dan Islam

Halal Haram Makanan Berbahan Dasar Darah Hewan Dalam Tinjauan Medis dan Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Makan atau supply nutrisi merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Untuk mempertahankan proses homeostasis tubuh, molekul-molekul nutrien yang sudah habis terpakai untuk menghasilkan energi tubuh, harus secara terus menerus diganti oleh nutrien baru yang kaya dengan energi. Makan merupakan proses penggantian nutrisi tubuh untuk menghasilkan energi baru bagi tubuh. Makanan adalah substansi kimia yang berasal dari luar tubuh sebagai bahan nutrisi penyumbang energi tubuh. Allah berfirman “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah : 168). Baik buruknya proses pertumbuhan dan perkembangan manusia sangat tergantung pada baik buruknya asupan nutrisi atau makanan yang dikonsumsi.

Islam sebagai agama yang syamil atau universal tidak luput untuk mengatur bagaimana makanan yang baik untuk dikonsumsi oleh umat muslim. Islam mengatur bahwa tidak hanya makanan yang halal saja yang diperbolehkan untuk dimakan, tetapi juga harus termasuk makanan yang baik (Thayib), baik di sini adalah cara yang kita lakukan untuk mendapatkan makanan tersebut haruslah dengan cara yang halal, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah: 168 yang berbunyi “Wahai manusia, makanlah yang halal dan baik (tahayiban) dari apa-apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh setan itu musuh nyata bagimu”. Memakan makanan halal merupakan salah satu hal yang sangat penting dan ditekankan dalam Islam. Sa’ad bin Abi Waqqas R.A. meminta kepada Rasulullah SAW untuk mendoakannya supaya doa yang ia panjatkan dapat dikabulkan oleh Allah SWT. Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Wahai Sa’ad, jika kamu makan dari makanan yang halal dan thayib, Allah akan menjawab semua permohonanmu”. Rasulullah kemudian menambahkan, “Aku bersumpah demi Allah yang nyawaku dalam genggaman-Nya, jika seseorang makan sedikit saja dari yang haram, tak sedikitpun ibadahnya diterima Allah SWT selama empatpuluh hari. Bilamana daging yang membentuk tubuh seseorang terbuat dari unsur yang haram maka hanya api neraka sajalah yang patut bagi tubuhnya”. Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya”. (HR Muslim no. 1015). Jelaslah sudah bahwa makanan yang halal adalah sebuah keharusan dan kewajiban bagi umat muslim.

Salah satu makanan yang diharamkan Islam untuk dimakan adalah darah hewan. Darah hewan disini adalah darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam Alquran “Atau darah yang mengalir” (Al-An’Am : 145). Darah hewan sembelihan sering dijadikan sebagian masyarakat sebagai bahan makanan sehari-hari, padahal Allah SWT telah berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Al-Baqarah: 173). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman “Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS al-An’aam: 145). Firman Allah SWT tersebut sangat jelas menegaskan bahwa mengkonsumsi darah hewan yang mengalir merupakan sesuatu yang diharamkan oleh Islam, kecuali dua jenis darah yakni hati (hepar) dan limfa, pernyataan tersebut dijelaskan oleh Ibnu Umar ra menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai ialah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah ialah limpa dan hati.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 210 dan ash-Shahihah no: 1118). Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah menambahkan bahwa ” Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. (Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan).

Makanan berbahan darah hewan yang mengalir sering kita jumpai di pasar-pasar tradisional masyarakat. Masyarakat di Bali sering mencampurkan darah hasil menyembelih ayam atau sapi dalam sebuah makan yang bernama “lawar” yakni makanan pernikahan yang terdiri dari sayur mayur dan daging. Masyarakat Jawa sering menggunakan darah hewan untuk dijadikan “marus” yakni makanan yang dibuat dengan cara menampung darah mengalir hasil sembelihan hewan kemudian dibekukan dengan menggunakan garam dalam sebuah cetakan dan direbus. Selintas marus terlihat seperti ati sapi yang biasa dikonsumsi masyarakat. Masyarakat menganggap marus sebagai makanan obat penambah darah dan vitalitas pria, padahal tidak ada bukti ilmiah sedikitpun yang mendasari asumsi tersebut. Terdapat dua kemungkinan yang menjadi penyebab masyarakat melalaikan larangan memakan darah, yang pertama karena kepahaman terkait haramnya darah masih sangat kurang dan yang kedua karena masyarakat belum paham akan maksud atau hikmah yang terkandung dari larangan tersebut.

Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Alquran sebagai firman Allah SWT tidak hanya sebatas seruan berupa larangan dan anjuran yang wajib dipatuhi oleh umat Islam, tetapi setiap ayat firman Allah SWT memiliki hikmah yang sangat besar serta bisa dibuktikan kebenarannya. Ayat-ayat Alquran menembus batas ruang dan waktu, ia bisa berlaku di semua zaman kehidupan sebagai solusi dan pedoman hidup manusia. Larangan memakan darah hewan dalam Alquran selaras dengan bukti ilmiah medis yang akhir-akhir ini ditemukan.

Memakan darah hewan yang mengalir dari hewan yang disembelih sama saja dengan memakan substansi yang sebagian besar mengandung zat sisa tubuh. Selain berfungsi sebagai pemasok oksigen, sari-sari makan, hormon, protein dan antibodi, darah juga berfungsi sebagai pembawa zat sisa hasil metabolisme tubuh yang akan disekresikan keluar tubuh melalui organ penyaring yakni ginjal. Salah satu zat sisa yang terdapat dalam darah adalah asam urat (uric acid). Asam urat atau uric acid adalah asam yang berbentuk kristal sebagai hasil metabolisme protein dalam tubuh berupa asam-asam inti yang terdapat dalam inti sel. Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolism purin, yakni salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh manusia. Setiap inti sel tubuh yang melakukan metabolisme tubuh akan menghasilkan zat sisa asam urat. Sebanyak 98% zat sisa asam urat dari seluruh metabolisme tubuh akan dikeluarkan oleh tubuh melalui komponen plasma darah. Jika kita memakan darah hewan berarti sejatinya kita telah mengkonsumsi sebuah makan yang substansinya banyak terkandung zat sisa hasil metabolisme tubuh. Hal tersebut beresiko besar menimbulkan berbagai macam penyakit dan gangguan bagi tubuh.

Dalam ilmu kedokteran darah merupakan substansi paling subur untuk pertumbuhan koloni bakteri dan kuman. Pertumbuhan bakteri pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor seperti zat gizi, waktu, suhu, air, Ph dan tersedianya oksigen. Darah yang sudah keluar dari tubuh (pembuluh darah) masih mengandung banyak oksigen dan substansi kimia lainnya yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Media agar darah sering digunakan sebagai media kultur bakteri untuk penelitian di bidang kedokteran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fakultas Peternakan UNPATI Ambon (2011), marus merupakan tempat berkembangbiak koloni bakteri yang sangat baik untuk bakteri di dalam tubuh kita seperti E. colli dan Brucela setelah 6 jam kita makan. Dampaknya setelah 6 jam dikonsumsi akan terasa mual, muntah, diare bahkan keguguran untuk ibu hamil. Bakteri Brusella adalah bakteri yang menimbulkan rusidosis dan jika di konsumsi oleh manusia akan mengakibatkan keguguran. Sesaat setelah darah ditampung, darah akan mengantal dan berpotensi untuk tercemar oleh bakteri atau kuman. Walaupun darah marus dimasak dengan cara direbus, hal tersebut tidak bisa membunuh semua bakteri dalam makanan tersebut.

Islam adalah agama solusi untuk seluruh manusia. Selaras dengan firman Allah SWT yang mengharamkan darah, Islam memberikan petunjuk tata cara penyembelihan hewan yang baik dan benar. Konsep penyembelihan hewan dalam Islam menghendaki setiap hewan disembelih dengan mengucap asma Allah, “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan”. (QS. Al-An’am: 121), kemudian memberikan potongan atau irisan yang membelah urat nadi (pembuluh darah) dari hewan yang disembelih sementara organ-organ tubuh hewan yang lain masih dalam kondisi baik. Artinya konsep penyembelihan hewan dalam Islam menghendaki kematian hewan yang disembelih karena kehabisan darah bukan karena merusak organ-organ vital dari hewan tersebut. Berbeda dengan beberapa konsep penyembelihan diluar Islam yang menghendaki kematian hewan dengan cara merusak organ vitalnya seperti dipukul dll. Merusak organ vital untuk mematikan hewan akan menyebabkan darah di pembuluh darah mengental yang akhirnya akan mencemari daging dari hewan yang kita makan. Konsep penyembelihan dalam Islam selaras dengan bukti ilmiah yang menjelaskan bahwa memakan darah akan merusak kesehatan. Konsep penyembelihan Islam menjaga agar hewan sembelihan terhindar dari zat berbahaya dalam darah dengan cara mengeluarkan darah dan membuangnya.

Makanan yang terbuat dari darah “marus” jelas merupakan makan yang haram untuk dikonsumsi, selain karena dilarang oleh agama Islam, marus juga sangat berbahaya untuk kesehatan. mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (thayib) merupakan manivestasi dari ketaatan dan ketakwaan kepada Allah. Hal ini terkait dengan perintah Allah kepada manusia Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”. (Almaidah: 88).   Islam adalah solusi dari setiap permasalahan hidup manusia. Larangan dan seruan firman Allah yang tersurat dalam Alquran memilki makna yang mendalam dan selaras dengan kebenaran empiris. Selalu ada hikmah di setiap ayat dalam Alquran. Semoga dengan banyaknya hikmah Alquran yang terungkap dapat meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang petualang, pencari ilmu asli tanah pasundan yang sedang menjejakan langkah kakinya di kota pendidikan Jogjakarta.�

Lihat Juga

Arie Untung: Emak-Emak Pelopor Utama Pemasaran Produk Halal

Figure
Organization