Topic
Home / Berita / Opini / Televisi; Hiburan, Pendidikan, atau Perusak Moral?

Televisi; Hiburan, Pendidikan, atau Perusak Moral?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (fema.ipb.ac.id)
Ilustrasi (fema.ipb.ac.id)

dakwatuna.com – Dewasa ini, alat canggih yang mampu menampilkan gambar dan mengeluarkan suara, yang disebut dengan Televisi, sudah bukan merupakan sesuatu yang asing bagi kita, bahkan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi kebanyakan orang. Sebagai media, televisi menawarkan berbagai kegunaan, mulai dari sumber informasi, hiburan, hingga ladang profit yang menggiurkan. Selain kegunaan di atas, melalui beragam tayangannya televisi mampu menjadi senjata yang ampuh dalam merusak moralitas pemuda-pemudi bangsa.

Dahulu banyak tayangan televisi yang bersifat edukatif, kalau dulu ada yang namanya “Rangking 1”. Sebuah tayangan yang dapat menambah wawasan kita akan ilmu pengetahuan, yang disajikan dengan menarik, sehingga tidak menjadikan penonton bosan. Berbeda dengan sekarang, tayangan televesi edukatif seperti serasa sirna tergeserkan dengan televisi yang membosankan dan tidak mendidik. Paling-paling hanya beberapa yang masih ada, seperti Petualangan Si Bolang dan Laptop Si Unyil, selebihnya penulis kurang bisa memberi tanggapan, karena penulis sendiri malas dan jarang menonton televisi.

Tayangan televisi sekarang jika dikatakan menghibur, ya memang menghibur, namun sekali lagi tidak mendidik. Dulu pintar dalam sehari bisa, dan sekarang rusak dalam sehari juga bisa. Bagaimana tidak, adegan yang tidak mendidik seperti porno dan kekerasan justru menjadi hal yang memikat hati para penonton. Ya walaupun tidak telanjang bulat atau masih disensor tayangan ini tetap dirasa memberi pengaruh negatif, khususnya bagi anak di bawah usia 18 tahun. Akhirnya hal ini bisa menjadi pemicuh kasus pemerkosaan yang meresakan umat.

Dulu sempat saya bertanya, kenapa adegan porno disensor? Jawabnya karena adegan ini berdampak negatif bagi anak dibawah usia. Kembali saya bertanya, lalu bagaimana dengan adegan kekerasan atau perkelahian dalam film dan sinetron? Bukankah hal itu juga berdampak negatif. Jika alasan sensor adegan porno karena dampak negatif, seharusnya adegan perkelahian juga disensor atau sekalian tidak ditayangkan. Sayang sekali bukan, jika niatnya nonton televisi untuk hiburan malah berujung kekerasan.

Untuk itu pengawasan orang tua akan tayangan televisi yang baik akan menjauhkan anak dari dampak negatif dari tayangan televisi. Orang tua harus dapat memilah dan memilih acara yang tepat dengan usia sang buah hati. Jangan biarkan anak menyaksikan acara yang tidak sesuai dengan usianya. Orang tua menemani sang anak nonton, bukan malah orang tua yang ditemani anak menonton televisi.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Pendidikan Agama Islam. Ketua Korps Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah dan Staff Tabligh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Lihat Juga

Tradisi Ilmu dan Pendidikan antara Islam dan Barat

Figure
Organization