Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Jujur, Aku Cemburu

Jujur, Aku Cemburu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – “Akhi, Dhuha yuk…!! Spontan saja suara Hasan mengakhiri lamunan Gani. “Emang dah jam berapa sih?” Tanya Gani. “Dah jam Sembilan lebih tujuh menit tau…” terang Hasan. “Antum duluan aja deh, ntar ane nyusul” timpal Gani. Seketika Hasan berlalu. Gani meraih cangkir putih yang tidak jauh dari meja kerjanya. “Bismillahirrahmanirrahim” terdengar kalimah basmalah itu meluncur begitu saja dari mulutnya, dan langsung saja ia menyeruput kopi tubruk yang sudah mulai dingin tersebut. Entah haus, atau memang kopinya yang nikmat seketika cangkir yang tadinya berisi penuh hanya tinggal ampasnya. Sambil melafadzkan hamdalah, ia menaruh kembali cangkir ke meja kerjanya. Tak ingin kesempatan Dhuhanya keburu habis Gani segera menyusul Hasan ke Mesjid yang berjarak hanya dua ratusan meter dari kantornya.

Seketika ia tertegun melihat seisi mesjid, “Subhanallah” gumamnya, ternyata rekan yang lain juga sudah pada berdhuha, padahal tadinya ia beranggapan “palingan yang dhuha cuma dua atau tiga orang” ternyata ia salah, delapan puluh persen karyawan tempat dia bekerja ternyata sudah mengambil kesempatan lebih dulu darinya.

Tanpa menunggu lama Gani segera mengambil wudhu dan Tahyatul Mesjid 2 rakaat baru diiringi Dhuha empat rakaat seperti biasa. Selesai salam tak lupa dia menengadahkan tangan dan bermunajah pada Sang Pencipta, Gani hanyut dalam untaian doa yang ia lantunkan, seketika tapa ia sadari mutiara bening telah asyik bergelantungan di jenggot tipisnya, seolah tak dihiraukan Gani semakin larut dalam kekhusyukannya. 15 menit berlalu iapun bangkit dari duduknya, menoleh ke arah kiri dan kanan seolah ada sesuatu yang ia cari, benar saja ternyata Gani hendak menemukan posisi Hasan, yang biasanya duduk bersandar di tonggak nomor dua pojok paling kanan. Tapi kali ini ia tidak menemukan Hasan, begitupun rekan-rekannya yang lain.

Tatapan Gani terhenti pada dua insan yang berada di beranda mesjid, yang memang agak mengganggu pemandangannya. Betapa tidak, ikhwan dan akhwat kira-kira 2-3 tahun di bawah usianya tengah asyik, seolah bercengkerama tampa ia ketahui apa yang tengah mereka ucapkan, sesekali sang ikhwan itu membalas ucapan akhwat sembari melemparkan senyum manja. Sontak, dengan langkah buru-buru Gani menghampiri mereka, namun ada yang aneh dengan Gani, semakin lama langkahnya semakin pelan dan raut wajahnya pun tidak lagi memerah bahkan senyumpun keluar dari wajahnya. Ternyata mereka sedang memuraja’ah hapalan surah Ar-Rahman. Tapi tetap saja mengganjal di hatinya, “walau berdalih apapun tidak ada alasan untuk berkhalwat walaupun dengan dalih agama di kompleks mesjid lagi”, gumamnya dalam hati.

“Assalamu’alaikum” sapa Gani. Seketika sepasang pemuda tersebut diam dan menoleh ke arah Gani. “Wa’alaikumsalam” sahut mereka berbarengan. Dengan senyuman yang lembut mereka menjawab salam Gani. Gani-pun mengulurkan tangannya bermaksud hendak menyalami sang ikhwan, bak gayung bersambut, ikhwan itupun menjabat tangannya. “Wah asyik betul kelihatannya”, tampak Gani memulai pembicaraan. “iya nih kang” jawab ikhwan tersebut. “Lagi ngisi waktu luang” timpalnya lagi. “Maksudnya?” Tanya Gani Kebingungan. “Begini Uda, kita kuliahnya kan jam setengah sebelas, tapi karena takut telat kita berangkat lebih awal, dan mumpung waktu dhuhanya masih ada kita dhuha gitu deh” ucap ikhwan. “Tapi….” Kalimat Gani langsung dipotong oleh ikhwan tersebut seolah ia paham apa yang hendak Gani sampaikan. “ tadi, istri ana memuraja’ah hapalan juz 27 kang, takut hilang hapalan, katanya“ seru ikhwan sambil tersenyum. “istri…..???” bisik Gani dalam hatinya. “Astaghfirullaha’azhim” ternyata saya telah berprasangka buruk tambahnya lagi.

Wajah Gani tampak memerah karena malu, meski bisa ia tutupi, tapi tetap saja ia keliatan kikuk, apalagi ikhwan itu bertanya “Kenapa kang?”. Tapa segan Gani menerangkan maksudnya yang terlebih dahulu ia memohon maaf terhadap terhadap kekhilafannya kepada mereka berdua. “sebenarnya tadi saya telah bersu’udzon kepada antum berdua, saya kira antum berpacaran di sini dan saya hendak mengusir sekaligus menasehati. Tetapi karena sudah halal lanjutin deh ”, kata Gani sambil cengengesan. Ikhwan tersebutpun menjawab dengan senyum serta menerima permohonan maaf Gani. “ah… gak apa-apa kang, sudah biasa kok, kamipun memaklumi hal tersebut, menikah muda memang tradisi yang masih baru di kalangan masyarakat kita. Para orang tua lebih memilih anaknya berpacaran ketimbang menikahkan mereka yang masih menyandang status mahasiswa kendatipun mereka sudah cukup usia. Bahkan ada yang memandangnya sebagai aib. Alasan mereka beragam. Mulai dari malu memiliki mantu yang belum memiliki pekerjaan tetaplah, takut dibilang tidak mampu membiayai kuliah anaklah dan sebagainya.” Gani mengangguk tanda setuju. Iapun mohon diri karena hendak masuk kantor. Sebelum berpisah mereka ingat bahwa mereka belum berkenalan. Ikhwan tersebutpun memperkenalkan diri dan istrinya. Ternyata namanya adalah Zahid dan istrinya Husna. Setelah menyebutkan nama bahkan sempat bertukaran pin BBM, Ganipun meninggalkan pasangan muda tersebut dengan senyum bercampur malu. Sambil berlalu, dalam hatinya ia berbisik “ jujur, aku cemburu pada kalian”.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Terlahir dengan nama Ade Prima Hendra. Alumnus STKIP Ahlussunnah Bukittinggi ini tengah menyibukkan diri sebagai staff pengajar bidang Matematika di SMP-IT Insan Cendekia Payakumbuh dan juga ODOJers 493

Lihat Juga

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Figure
Organization