Topic
Home / Berita / Opini / Seandainya Saya Teroris

Seandainya Saya Teroris

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Majalah Charlie Hebdo (inet).  (sindonews.net)
Ilustrasi – Majalah Charlie Hebdo (inet). (sindonews.net)

dakwatuna.com – Sejak meletusnya tragedi Charlie Hebdo, saya sudah memposting analisa, bahwa peristiwa tersebut merupakan operasi rahasia yang tidak rahasia. Kategori rahasia, mengingat pelaku adalah pihak-pihak yang sudah dilatih atau hasil dari indoktrinasi dengan kadar tertentu. Tidak rahasia disebabkan, kejanggalan dan keanehan baik dari segi waktu (terjadi 20 menit setelah iring-iringan rombongan Presiden Perancis), maupun dari segi pelaku (meninggalkan jejak).

Masalah kita bukan masalah boleh tidaknya membunuh penghina Nabi Muhammad saw. Hukumnya sudah jelas. Hanya masalahnya adalah, tentang tata cara pembunuhan itu. Untuk sebuah operasi, pembunuhan yang dilakukan “pembela” Nabi Muhammad, cenderung mudah diketahui dan berdampak berantai. Istilah kata, yang dibunuh hanya 12 orang, tapi 3 juta copy karikatur Nabi ludes, penyerangan terhadap umat Islam di  Eropa meningkat. Lihatlah slogan-slogan saat ini! Kamu bersama Charlie atau tidak? Umat Islam Eropa kembali dijerat kondisi dilematis. Mendukung Charlie berarti menyetujui perbuatannya menghina Nabi. Jika tidak, maka siap-siap diusir.

Ada baiknya mempelajari pola operasi Mossad, KGB, James Bond, atau BIN saat ingin mematikan pihak-pihak yang dianggap berbahaya. Coba perhatikan model pembunuhan agen-agen Mossad terhadap Yasser Arafat, Menteri Palestina Abul ‘Oyun (Desember 2014), atau pembunuhan terhadap pejuang-pejuang HAMAS di Dubai. Sangat rapi bukan? Sampai detik ini, semua pengamat mengatakan, pelaku pembunuhan adalah Mossad Israel. Tapi jelas, tanpa jejak dan semua tidak bisa membuktikannya.

Jadi jika seandainya saya adalah pelaku teror, maka saya akan memilih operasi senyap dengan membunuh para penghina Nabi dan penghina Islam secara tertib, rapi, tanpa jejak. Berawal dari pengamatan 1-2 bulan, jika perlu 1-2 tahun. Memperhatikan kebiasaan calon korban dalam setiap detik kehidupan. Lalu mencari kesempatan lengah atau lelah. Setelah itu menentukan cara eksekusi yang paling tepat. Eksekusi yang mengesankan si korban melakukan bunuh diri, terkena serangan jantung, stroke, berlebihan minum alkohol, dll. Terlebih di Perancis atau Eropa. Kehidupan seseorang teramat terbuka dan semua sudah bisa dilihat dari komputer.

Namun, jika operasi yang dilakukan adalah operasi gerombolan membabi buta. Maka biasanya akan disiapkan tim dengan pakaian lengkap dan senjata “kategori cukup canggih”. Lalu media didatangkan. Mirip dengan peristiwa 9/11, media sudah bisa merekam LIVE, atau seperti peristiwa penyerangan rumah Mendagri Mesir Muhammad Ibrahim, di mana media sudah siaga kurang dalam 5 menit LIVE, walau dikesankan si wartawan mengenakan pakaian tidur. Jika operasi ini yang dilakukan,  yakinlah itu adalah operasi intelijen. Liveshow seperti ini sering kita saksikan saat operasi Densus 88 mengejar teroris, dan semuanya LIVE lalu pelaku dimatikan tanpa jelas kesalahannya.

Sama halnya dengan tragedi Bom Bali I dan II. Pelakunya memang ada dari kalangan Amrozi cs. Tapi kemampuan Amrozi merakit bom dengan daya ledak dahsyat dan menewaskan ratusan orang, hingga detik ini DIRAGUKAN! Mungkin kelas petasan, banyak yang bisa. Tapi apa yang terjadi? Hingga detik ini siapa pelaku sebenarnya, tak tersentuh! Namun apa dampaknya? Islam dan umatnya terus menerus dicurigai dan dibatasi ruang geraknya.

Jadi, operasi teroris versi pemerintah atau operasi Jihad versi pelaku, sama sekali tidak menguntungkan Islam. Justru sebaliknya, operasi Anshar Bait Al-Maqdis (Al-Muqaddas) di Sinai berakibat fatal: pengosongan wilayah Sinai radius 30 km persegi dengan perbatasan Refah Jalur Gaza Palestina. Gaza terisolir dari dunia! Lalu operasi ISIS di perbatasan Turki, kini semakin terang benderang malah menghabisi para pejuang anti Assad. Nah yang terjadi di Paris Perancis, yang untung adalah Israel bukan?

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir.

Lihat Juga

Kepolisian Diraja Malaysia Tangkap Pendana Kelompok Teroris ISIS

Figure
Organization