Topic
Home / Berita / Opini / Kader Dakwah, Antara Jiwa Seniman dan Politikus

Kader Dakwah, Antara Jiwa Seniman dan Politikus

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (donialsiraj.wordpress.com)
Ilustrasi (donialsiraj.wordpress.com)

dakwatuna.com – Ba’da Shubuh tadi, diskusi berlangsung hangat. Walau tanpa suguhan teh hangat atau kopi Radix (stoknya habis), kami sungguh-sungguh membincangkan tema diskusi besar: Seniman dan Politikus.

Kebutuhan dasar seniman adalah pengakuan dan penghargaan atas kreasi. Seniman selalu bersemangat menciptakan sesuatu yang kreatif dan inovatif. Karakter dasar seniman adalah share, selalu menjaga keseimbangan antara input dan output.

Sedangkan kebutuhan dasar politikus adalah selalu berbasis pengakuan atas eksistensi jabatan atau pengaruh struktural. Karakter dasar politikus adalah selalu merasa benar, orang lain selalu salah. Apa pun yang mereka bicarakan, mereka selalu merasa benar dan orang lain selalu salah. Mereka merasa yang paling pandai dan yang lainnya bodoh.

Nah, kaitan dengan kader dakwah. Tipikal apakah yang paling pas? Saya menjawabnya, tegantung situasi dan kondisi. Satu hal yang pasti, kader itu wajib memiliki jiwa seniman. Kader dakwah yang diamanahi menjadi politisi -bukan politikus- diwajibkan memiliki jiwa seniman.

Misalnya, seorang direktur membuat janji dengan sales jam 10.00, dan sebagai sales datang nya lebih awal yaitu 09.45, berhubung direktur masih ada tamu hingga jam 10.15 tapi direktur juga tidak mau keluar ruangan untuk menemui sales dan minta maaf. Baru tepat jam 10.30 direktur telepon ke sekretaris dan menyuruh sales untuk masuk ke ruangan. Pada umumnya orang yang memiliki sifat politikus ini orangnya angkuh, dan egois besar. Bukankah hal ini pun lumrah terjadi di grup-grup halaqah tarbawiyah, yang tiada lain ajang pembinaan?

Seyogyanya, jika kader dakwah berada di poisisi “penting” sebut saja jabatan direktur, qiyadah, murabbi, dst. Apa yang akan terjadi bila pendekatan kepada sales-sales dakwah seperti direktur di atas? Menyakitkan bukan? Wajar bila banyak sales-sales dakwah yang mundur teratur, bubar jalan.

Saya sangat mengapresiasi kader-kader dakwah yang berjiwa seniman. Mengedepankan sharing bukan pa-aing-aing (Sunda: berfikir ego masing-masing). Terlebih penyikapan kepada kader dakwah yang memang murni seniman. Bahaya jika terapinya ala politikus. Karena karakter seniman selanjutnya adalah: mudah resah dan jika sudah tervonis, selalu siap menjadi butiran debu. Penyebabnya, kader dakwah bertipe seniman selalu lebih menghargai kualitas dan kreativitas, bukan pada jabatan atau posisi! (usb/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization