Topic
Home / Berita / Opini / Mengasah Sensitifitas

Mengasah Sensitifitas

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Saya bersyukur masih banyak di antara kita yang sensitif ketika melihat lambang-lambang kemungkaran dan kerusakan misalnya melihat gambar bintang segi enam. Ada orang pakai kaos di belakangnya gambar bintang daud begitu hebohnya, ramai-ramai ikut menshare di media sosial. Tentu lebih penting lagi kita melihat apa di balik lambang-lambang tersebut, apa isi yang terkandung di dalamnya.

Patut kita pertahankan dan kita terus tingkatkan rasa sensitif terhadap simbol simbol kemungkaran dan kerusakan itu. Peningkatan rasa sensitif itu harus kita lanjutkan kepada isi dari lambang-lambang tersebut. Sehingga kita sensitif bukan saja pada simbolnya, terlebih- lebih pada isinya.

Di antara visi misi dan isi dari lambang bintang segi enam atau bintang daud yang sudah berkibar di sekitar kita adalah sebagai berikut :

  1. Masjid dan mushalla sepi dari anak muda terutama isya dan subuh, tinggal kakek-kakek saja yang masih rajin ke masjid. Silahkan cek sendiri di masjid kampung masing-masing.
  2. Pergaulan lawan jenis yang semakin mengerikan, sudah meluas ke anak-anak SD, pernahkah kita mengamati apa yg terjadi di sekitar kita.?
  3. Hamil di luar nikah sudah meluas ke anak-anak SMP, terutama di pedesaan, saya khawatir jika usia SD sudah baligh jangan-jangan nanti meluas ke anak-anak SD juga. Mengingat di pelosok pedesaan lebih rentan, dan kepedulian orang tua sangat minim, sementara parabola sudah masuk sampai ke gunung-gunung.
  4. Ketika teman-teman mengawas UN di sekolah ada saja di satu ruang yang anaknya tidak hadir, ketika dicek ternyata sudah keluar dari sekolah itu karena “kecelakaan”.
  5. Tukang ojeg di desa-desa banyak yang berani menjual obat batuk dextrous kepada anak-anak, jika dimakan melebihi dosis maka efeknya sama dengan narkoba.
  6. Lem aica aibon semakin laku, karena bisa dijadikan untuk fly , jika dihirup menimbulkan efek seperti narkoba.
  7. Beberapa warung nasi dekat rumah diindikasikan jual minuman keras, dengan cara diam-diam, dikemas dengan kantong plastik.
  8. Pembuatan atau pengoplosan miras sedemikian mudahnya, siapapun bisa meracik, ramuan seperti suku-suku pedalaman itu dengan cara juz buah dikasih ragi tinggal nunggu beberapa saat jadi minuman keras. Atau mengoplos minuman soft drink dengan obat pusing yang bisa dibeli di warung.
  9. Warnet semakin dekat dan banyak, di antaranya mempermudah pagi pelanggan untuk mengakses situs yang tidak baik. Begitu juga rumah-rumah di kampung kecendrungan menggunakan TV Parabola semakin masif, karena di pedasaan tidak bisa menggunakan antena biasa, gambarnya tidak bagus.
  10. Pengguna android sudah sangat memasyarakat, sampai ke anak-anak SMP di kampung pedalaman. Mereka relatif lebih rentan dari pada anak perkotaan, karena belum meratanya dakwah Islam, dan minimnya penyuluh agama, sementara sarana informasi tidak kalah dengan kota.  Android sarana yang paling mudah untuk mengakses situs yang tidak baik.
  11. Adzan maghrib tiba  seisi rumah tidak bergeming, tidak segera ke Masjid, asyik dengan tontonan televisinya, menjadi pemandangan yang biasa di rumah-rumah keluarga muslim. Sebagian besar mereka tidak mampu mengendalikan sarana yang harusnya bisa kita kendalikan.
  12. Keadaan masyarakat yang semakin pemisif dan apatis sebagian juga ada yang putus asa, melihat fenomena ini. Sebagian orang tua masyarakat pedesaan karena kapasitas, pengetahuan dan keterampilan yang jauh tertinggal dari perkembangan teknologi itu sendiri. Akhirnya jauh ketinggalan dengan anak-anak mereka yang sudah disekolahkan.
  13. Lembaga riba seperti bank keliling yang menjerat masyarakat kampung, semakin merajalela dan agresif serta berani, banyak yg sudah tetangga kita yang terkena jerat lintah darat itu.
  14. Ritual kemusyrikan tidak berkurang, bahkan di kampung-dikampung semakin meriah, didukung oleh oknum pejabat pemerintahan.
  15. Belum meratanya wanita yang sadar menutup aurat, sementara yang sudah memakai kerudung pun ada sebagian yang karena mode atau peraturan.
  16. Masalah khilafiyah yang menimbulkan friksi antar umat juga masih belum selesai. Ada yang masih suka saling mengutuk kepada sesama Umat Islam yang sudah mau ke Masjid. Melihat saudaranya yang sudah mau masuk masjid seperti musuh, hanya perbedaan yang kecil saja. Sementara kemaksiatan yang begitu besar, nenggel dan terang-terangan di sekitar lingkungan rumahnya seperti tidak terlihat.

Mudah-mudahan setelah membaca tulisan ini, sensitifitas kita menjadi utuh sehingga bukan hanya kaget melihat orang pakai kaos dengan gambar bintang daud, tapi juga kaget ketika melihat masjidnya sepi, rumputnya tinggi-tinggi, karpetnya bau jempol, tikernya bau iler, WCnya mampet bau jengkol, gentengnya banyak yang bocor, mimbar khotibnya berdebu, kolongnya ribuan nyamuk, atapnya penuh sarang laba-laba, Alquran yang tersimpan penuh kotoran kecoa, kulitnya keriting, marbotnya kakek-kakek yang sudah tidak kuat bekerja keras dan seterusnya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

1. Pendiri Pesantren Ma�rifatussalaam Kalijati Subang. 2. Ketua Umum Assyifa Al-Khoeriyyah Subang. 3. Pendidiri, Trainer & Presenter di �Nasteco�. 4. Pendiri dan Trapis Islamic Healing Cantre Depok. 5. Pendiri LPPD Khairu Ummah Jakarta.

Lihat Juga

PBNU: Pembuat Game ‘Bomb Gaza’ Tidak Berperikemanusiaan

Figure
Organization