Topic
Home / Berita / Surat Pembaca / Masjid Al-Faidah Kupang, Sebuah Dilema

Masjid Al-Faidah Kupang, Sebuah Dilema

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Masjid Al-Faidah, Kupang. (Darso Arief)
Masjid Al-Faidah, Kupang. (Darso Arief)

dakwatuna.com – Bangunan berupa rumah sederhana itu ternyata sebuah masjid di Kota Kupang, NTT. Upaya membangun masjid yang lebih baik terganjal restu tetangga masjid. Walikota akan mengeluarkan IMB jika lokasi pembangunan dipindahkan. Sayangnya, lokasi yang sudah didapatkan kembali terganjal harga tanah dan batas waktu yang diberikan.

Jumat (28/11), di Kota Kupang seharusnya adzan Jumat sudah dikumandangkan pada pukul 11.35 Waktu Indonesia Tengah (Wita). Namun di Masjid Al-Faidah belum tampak seorang jamaahpun. Bahkan Pak Yayat, penjaga masjid yang bertugas mempersiapkan kegiatan Shalat Jumat belum juga membersihkan tubuhnya. “Sonde usah buru-buru mas, di sini khutbah Jumat baru mulai jam setengah satu,” kata Pak Yayat dengan dialeg Melayu-Kupang beraksen Jawa. Pak Yayat sendiri adalah seorang tukang batu asal Blitar, Jawa Timur yang tinggal di lingkungan Masjid Al-Faidah selama 12 tahun. Berarti masih satu jam lagi rangkaian Shalat Jumat di masjid ini mulai, sedangkan di masjid lain mungkin sudah selesai Shalat Jumat.

Jarum jam hampir menyentuh angka 12.00, satu persatu jamaah mulai datang. Hampir semuanya menggunakan kendaraan roda dua. Ada dua kendaraan roda empat, satu di antaranya kendaraan dinas. Hanya tiga sampai lima orang yang datang berjalan kaki. Ini pertanda bahwa sebagian besar jamaah Al-Faidah bermukim jauh dari masjid ini.

Meski sudah berdiri 13 tahun, bangunan Masjid Al-Faidah masih sangat sederhana. Menempati lahan seluas 150 meter persegi, bangunan Masjid Al-Faidah hanya berukuran 6×7 meter. Bagian bawah dinding masjid ini memang tembok namun pada bagian atasnya adalah bebak ­–pelepah pohon Gewang (bahasan lokal), sejenis palm. Atap masjid ditutupi seng, sedangkan lantainya dilapisi semen dibalut karpet yang sudah terlihat usang. Bagi yang belum tahu, Masjid Al-Faidah mungkin tidak terlihat seperti layaknya sebuah masjid. Hanya tampak seperti rumah tinggal biasa, seperti rumah kebanyakan masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT). Satu-satunya pertanda bahwa bangunan ini adalah masjid adalah tembok berbentuk kubah di atas bangunan kecil tempat tinggal Pak Yayat yang tertelak di pintu masuk sebelah kanan. Pada sepotong tembok itulah tertulis nama Masjid Al-Faidah.

Tidak gampang menemukan Masjid Al-Faidah bagi pendatang baru di Kupang. Dari Jalan Frans Seda –salah satu jalan protokol di Kupang—di bilangan Liliba, tepatnya dari seberang Kantor PDIP, untuk mencapai masjid ini jamaah terlebih dahulu menempuh akses jalan berbatu sejauh dua ratus meter. Menyempil di antara rumah-rumah berkelas –setidaknya dalam ukuran mayarakat Kota Kupang— Masjid Al-Faidah terletak di Jalan Sinai IV, Kompleks Kavling Badan Pertanahan Nasional (BPN), tak jauh dari lokasi Perumahan RSS Oesapa. Bagi penghuni di sini, Al-Faidah tidak dikenal sebagai masjid melainkan sebagai musholla. Kesederhaan Masjid Al-Faidah bukan karena jamaah masjid itu atau Muslim di Kota Kupang tak mampu membuat masjid dengan bangunan yang lebih baik. “Akan tetapi lebih pada persoalan perizinan dari Pemda Kota,” demikian kata Masri Blegur, salah satu takmir Masjid Al-Faidah.

Keberadaan Masjid Al-Faidah bermula dari keinginan masyarakat Muslim yang mendiami Kavling BPN dan Perumahan RSS Oesapa untuk memiliki sebuah masjid. Dalam tahun 2000 dengan infak yang terkumpul, Masri Blegur dan kawan-kawan membeli dua kavling atas nama salah satu jamaah yang rumahnya tak jak jauh dari masjid. Setahun kemudian, mualailah pembangunan masjid dengan bentuk dan bangunan yang sederhana itu. Di luar dugaan, bangunan yang diniatkan sementara itu tak bisa dilanjutkan menjadi lebih baik, karena Pemda Kota Kupang tak kunjung memberi izin. Semua syarat untuk dapatkan perizinan sudah berhasil Masri dan kawan-kawan jamaah masjid dapatkan, kecuali rekomendasi dari Forum Komunikasi Antara Umat Beragama (FKUB) Kota Kupang. Menurut Masri, FKUB baru akan mengeluarkan rekomendasi jika panitia pembangunan berhasil mengumpulkan tandatangan dari masyarakat lingkungan masjid, sebagai bentuk persetujuan pembangunan masjdi di lingkungan mereka. “Nah, di sinilah letak permasalahanya. Masyarakat di sekitar masjid ini lebih banyak bukan Muslim sehingga tanda tangan itu sulit kami dapatkan,” jelas Masri.

Meski Pemkot Kupang belum memberikan izin, namun keinginan dan desakan jamaah untuk membangun masjid yang lebih baik makin kuat. Ini dibuktikan dengan bertambahnya jumlah infak jamaah. Berharap masih bisa dapatkan izin, lima tahun yang lalu pengurus masjid mengambil langkah berani, yakni membangun fondasi masjid baru yang terletak di samping bangunan masjid sekarang. Pembangunan fondasi ini akhirnya dihentikan oleh Pemkot Kupang dan meminta agar masjid dan lahan yang ada dalam status quo.

Dilema Baru

Harapan untuk bisa membangun Masjid Al-Faidah yang lebih baik mulai tampak setelah Wali Kota Kupang dijabat oleh Jonas Salean dua tahun lalu. Walikota ini berjanji akan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Masjid Al-Faidah jika tempat bangunan tersebut bukan pada lokasi yang sekarang. Harapan itu makin terbuka setelah ada keluarga yang mau tanahnya dibeli untuk dibangun masjid. Menurut Masri, di antara keluarga pemilik tanah itu ada yang Muslim. “Nah, bagian keluaga yang Muslim ini yang akan dilepaskan kepada kami,” ujar Masri. Kebetulan pula, lahan yang akan diberikan itu tak jauh dari lokasi masjid sekarang. Malah lebih strategis dan lebih luas, yakni seribu meter persegi, tepatnya di tepi Jalan Frans Seda, sebuah ruas jalan yang menghubungkan Kota Kupang dengan Bandara El Tari.

Meski sudah mendapat lampu hijau dari Walikota Kupang dan lahan untuk pembangunan masjid juga sudah ada sekaligus strategis letaknya, namun masalah tidak berhenti di situ. Dilema baru datang menghadang. Pasalnya, harga jual tanah-tanah itu terbilang tinggi, yaitu Rp. 1.2000.000 untuk setiap meter persegi. “Itu artinya, kami harus mengumpulkan dana sebanyak 12,2 milyar rupiah. Ini jumlah yang sangat besar bagi kami di Kupang,” jelas Masri yang berasal dari Pulau Alor ini.

Untuk melakukan upaya pengumpulan dana dan persiapan pembangunan masjid baru ini, jamaah Masjid Al-Faidah telah membentuk Panitia Pembangunan Masjid yang diketuai oleh Ir. Sampoerna, seorang pensiunan Dinas PU Pemprov NTT. Kepada penulis, Ir. Sampoerna bertutur, bahwa tugas yang diamanahkan jamaah Masjid Al-Faidah kepadanya cukup berat. “Karena dana Rp. 12,2 miliar tidak mudah dikumpulkan dari masyarakat Muslim di Kota Kupang.” Bukan hanya itu, menurut Sampoerna, waktu yang diberikan pemiliki tanah itu terlalu singkat, yakni tiga bulan terhitung November 2014 ini.

Kini, sebulan sudah Ir. Sampoerna, Masri Blegur dan jamah Masjid Al-Faidah membanting tulang mengumpulkan infak. Proposal dan permintaan bantuan sudah banyak dilayangkan ke berbagai alamat, baik kepada individu maupun kelompok muslim di Kota Kupang. Semua masjid di Kota Kupang setiap Jumat mengumumkan permohonan panitia ini. Dan, sampai Jumat 28 November ini infak yang sudah terkumpul (baru) Rp. 76 juta. “Ini jumlah yang jauh dari harapan kami,” ujar Sampoerna dengan suara melemah.

Untuk itu, saat ini Sampoerna dan jamaah Masjid Al-Faidah sedang memikirkan sebuah rencana, bagaimana bisa dapatkan dana talangan sebesar Rp. 12,2 milyar untuk segera membebaskan lahan seluas satu hektar itu. “Kami berharap, masalah pembangunan masjid ini menjadi masalah nasional, menjasi masalah Umat Islam secara nasional.” “Karena jika masjid ini berhasil di bangun, maka untuk pertama kalinya Muslim di Kota Kupang memiki masjid yang modern di lokasi strategis, di pinggir jalan protokol dalam Kota Kupang,” demikian harapan Sampoerna.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Papela, Kec. Rote Timur, Kab. Rote Ndao. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan Bahagia, Bekasi. Pernah di redaksi Majalah Warnasari (Pos Kota Group) dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization