Topic
Home / Berita / Opini / Benarkah Mas Kawin Alat Eksploitasi Perempuan?

Benarkah Mas Kawin Alat Eksploitasi Perempuan?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

mas kawin mahardakwatuna.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Yohana Yembise memaparkan bahwa mas kawin bisa menjadi alat eksploitasi untuk perempuan. Menurut Yohana, setelah mas kawin diberikan, maka saat itulah pertanda perempuan telah dibeli dari orang tuanya. Menteri perempuan pertama asal Papua tersebut menyebutkan dalam cuitan twitter nya “ketika ‘mas kawin’ telah lunas dibayarkan, artinya si perempuan dianggap telah dibeli, dan tak punya “kebebasan” untuk berbicara”.

Yohana menggambarkan fakta yang kerap terjadi di Papua, seorang perempuan yang telah menikah dan diberikan mahar yang mahal, dia telah terenggut kebebasannya. Yohana menambahkan mahar di sana bisa sampai ratusan juta rupiah ditambah hewan peliharaan yang jumlahnya cukup banyak pula. Menurutnya tradisi tersebut diakibatkan oleh faham patriakal yang masih kental, sehingga perempuan sulit keluar dari dominasi laki-laki. Ketika menjadi anak, ayahnya lah yang berkuasa penuh, setelah menjadi istri, berpindah kekuasaan itu kepada suaminya. Inilah yang melatarbelakangi cuitan ibu profesor doktor perempuan pertama di Papua.

Tradisi perempuan Papua yang dibeli oleh sejumlah mas kawin sebenarnya banyak juga terjadi di sebagian Indonesia bahkan di luar Indonesia. Namun yang jadi permasalahannya bukan terletak pada konsep mas kawinnya, tapi sudut pandang yang menjadi pemahaman masyarakat secara umum terhadap mas kawin atau mahar tersebut. Dalam sistem kapitalisme yang sadar atau tidak dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, menjadikan perempuan hanya objek materi semata, sehingga wajar jika mas kawin diartikan “uang” untuk membeli seorang wanita.

Mas kawin menjadi ajang orang tua untuk mencari harta, begitupun sang anak gadisnya, berlomba-lomba mencari lelaki kaya, agar mampu membayar mas kawin yang tinggi dan membawa dirinya menuju kebahagiaan materi. Pernikahan diartikan hanya sebatas perdagangan, jika sudah tidak menguntungkan maka ditinggalkan, walhasil perceraian kian melambung di negeri ini. Lebih jauh, pernikahan yang hanya dilandasi materi belaka hanya akan menghasilkan generasi yang buruk. Bagaimana tidak, seorang anak yang lahir dari keluarga yang kedua orangtuanya berorientasi pada materi, tentu akan tidak memperhatikan seperti apa kualitas pendidikan anak-anaknya.

Mas Kawin dalam Pandangan Islam

Dalam Islam tentu konsep mas kawin atau mahar adalah perkara syariat. Mahar atau mas kawin adalah pemberian yang wajib diberikan oleh lelaki kepada perempuan yang bakal menjadi istrinya. Artinya mas kawin adalah hak istri dan kewajiban suami. Maka ketika seorang suami tidak memberikan mahar kepada istrinya, itu sudah masuk pada perkara pelanggaran syariat, dengan kata lain suaminya telah berdosa. Dalil yang menujukkan hal ini adalah surat annisa ayat 24;

“Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (setubuh) diantara mereka, berikanlah mahar kepada mereka (dengan sempurna)”

Mahar dalam Islam bukanlah alat tukar untuk membeli mempelai perempuan, mahar dalam Islam merupakan tanda cinta. Ia juga merupakan simbol penghormatan dan pengagungan perempuan yang disyariatkan Allah SWT sebagai hadiah laki-laki terhadap perempuan yang akan dinikahinya.

Dalam Islam, mahar tidak harus melulu berbentuk materi, apalagi uang. Karena secara bahasa mahar artinya pandai, mahir. Karena dengan menikah dan membayar mahar, pada hakikatnya laki-laki tersebut sudah pandai dan mahir dalam urusan rumah tangga. Seorang wanita shalihah yang taat pada Allah SWT, didorong untuk menetapkan mahar atas dirinya dengan serendah-rendahnya, sehingga dapat memperingan calon suaminya. Sesuai hadist Rasulullah “Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling ringan mas kawinnya” (HR Hakim dan Baihaki).

Sebaliknya, seorang laki-laki shalih didorong untuk memberikan mahar setinggi-tingginya, hal itu merupakan bentuk penghargaan dia terhadap calon mempelainya. Rasulullah SAW ketika hendak meminang Khadijah memberikan mahar 700 ekor unta, jika dikonversikan dengan nilai hari ini adalah sebanyak 700 mobil Mercy. Hal ini menunjukan bagaimana syariat menuntun umatnya agar pasangan suami istri saling menghargai.

Jelaslah sudah perkara mas kawin adalah alat eksploitasi perempuan hanya terjadi pada masyarakat sekuleristik, liberalistik, yang menstandarkan seluruhnya pada materi. Sehingga perempuan hanya dijadikan komoditas yang dapat dibeli oleh laki-laki. Sedangkan dalam Islam pernikahan adalah satu syariat yang dapat menjaga kehormatan dan kemuliaan perempuan, pernikahan dalam Islam telah memposisikan hubungan suami istri adalah hubungan persahabatan, bukan hubungan atasan bawahan atau hubungan majikan dan pekerja. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk meraih sakinah mawadah warahmah bagi suami istri. Wallahualam.

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
seorang ibu 2 anak yang bercita-cita menginspirasi banyak orang lewat tulisan

Lihat Juga

Empat Ciri Wanita Penghuni Surga

Figure
Organization