Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Sudah Siap ke Luar Negeri?

Sudah Siap ke Luar Negeri?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Peta Vietnam
Peta Vietnam

dakwatuna.com – Dunia itu ibarat sekolah, lengkap dengan fasilitas pendukungnya, ada ruang kelas, lapangan upacara maupun olahraga, laboratorium, dan sebagainya. Allah menciptakan bumi ini lebih dari sekadar tempat kita berpijak. Begitu banyak hal yang Allah sembunyikan dan kita para manusia dituntut untuk menemukannya. Dunia ini tempat belajar yang mengasyikkan, begitu banyak menyimpan inspirasi dan misteri. Dunia ini luas bukan karena penghuninya yang melimpah ruah, namun di sini tempat kita semua berpijak tersimpan sejuta kenangan dan pelajaran.

Sudah menjadi mimpiku ingin pergi jauh melihat hal baru, menjawab setiap pertanyaanku tentang bagaimana wajah realistis dunia ini. Rasa penasaran yang terakumulasi dalam dada menggerakkan diri ini untuk mewujudkan impianku itu. Benar-benar tak terbendung lagi, hingga akhirnya kuputuskan untuk pergi mencari jawaban dalam setiap langkah perjalananku. Dan langkah itu mengatarkan diriku ke sebuah negara bernama…

Vietnam…

Vietnam, sebuah negara yang sulit untuk kulupakan. Sepuluh hari ku berpetualang di sebuah kota bernama Hanoi, kota besar dengan sungai merah membelahnya menjadi dua. Petualangan yang menuliskan cerita dalam setiap lembaran kertas dalam buku bernama kehidupan. Membawaku pada ribuan kenangan yang mengisi memori. Benar-benar sulit bagiku untuk sekadar menganggapnya sebagai cerita lalu yang melintas sesaat dihadapan mata. Ya, cerita yang menarik, namun bukan itu yang menjadikan petualanganku ini terasa biasa saja. Ada hal yang membuatnya terasa begitu luar biasa, dengan alasan yang menurutku lebih masuk akal untuk menjadikannya sebagai cerita yang istimewa. Sebuah petualanganku bersama rekan-rekan dari berbagai belahan dunia.

Singkat cerita, suatu hari kami sedang melakukan perjalanan menuju sebuah tempat. Cukup jauh memang dan memakan waktu sekitar satu jam, walaupun lokasinya masih satu wilayah dengan Hanoi. Kami menggunakan bus, membelah jantung kota Hanoi. Setiap individu dalam bus mencoba untuk menikmati setiap kilometer perjalan ini. Dan caraku menikmati perjalanan ini adalah dengan melakukan perbincangan bersama teman sebangku, seorang mahasiswa dari Hanoi University of Science and Technology, Vietnam. Kami membuka perbincangan dengan saling bertanya arti nama, dilanjutkan dengan keluarga, dan akhirnya aktivitas di kampus tercinta. Mengasyikkan betul perbincangan kali itu, sampai suatu saat temanku itu memohon maaf sebelum ia ingin bertanya sesuatu. Kata maaf itu justru membuat diriku penasaran, pertanyaan apa yang akan ia lontarkan sampai kata maaf harus mengantarkannya.

Aku terdiam sembari memutar-mutar pandangan, memberi sinyal kalau aku sedang berpikir keras. Ekspresi memeras otak itu jelas tergambar dari raut wajahku, memikirkan jawaban apa yang harus kuberi agar ia paham dengan apa yang kumaksud, terlebih lagi dalam bahasa Inggris. Pertanyaan yang sederhana jika dilihat dari struktur kalimatnya, namun berat untuk menjawabnya. Pertanyaan itu adalah

“What is the difference between Islam in your country and ISIS?”

Benar-benar membuatku berpikir, apa motif di balik pertanyaannya itu, kenapa ia menanyaiku hal semacam itu. Dan yang membuatku lebih tak nyaman lagi apakah semua orang di Vetnam menggambarkan Muslim seperti ISIS yang bengis itu, yang waktu itu selalu mereka saksikan di media lokal maupun internasional? Kucoba jawab pertanyaan itu dengan berdasarkan ilmu agama yang selama ini kuperoleh, namun dengan bahasa yang lunak. Tak lama setelah aku selesai menjawab pertanyaan itu, yang tampaknya tak memberikan perubahaan ekspresi apapun pada raut wajahnya, ia menyodoriku sebuah pertanyaan lagi. Kali ini soal kenapa Tuhan umat Islam tidak terlihat. Kujawab lagi dengan berbagai dalil yang sudah kutransformasi menjadi kalimat yang mudah dicerna bagi orang “seperti” itu. Dan anehnya, setelah kujawab pertanyaan yang kedua itu ia pun kembali bertanya. Entah penasaran ataukah menguji iman, tak dapat dibedakan. Pertanyaan kali ini seputar kenapa umat Muslim menyembah Ka’bah yang merupakan ciptaan manusia, padahal ada larangan untuk menyembah selain Allah, apapun jenis dan bentuknya itu. Cukup banyak pertanyaan yang ia lontarkan saat itu, dan cukup banyak pula energi yang kugunakan untuk memberikan jawaban terbaik dan termudah untuk ia pahami. Karena jika salah menjelaskan habislah sudah martabat kaum Muslimin di hadapannya. Dan parahnya lagi jika aku lah penyebabnya.

Memang, bagi sebagian orang pergi keluar negeri adalah sebuah hal yang terlihat keren dan luar biasa. Sama seperti apa yang kurasakan ketika akan berangkat mengunjungi negeri itu. Namun Allah memiliki hal lain yang Dia ingin tunjukkan kepadaku. Bahwa sebenarnya pergi ke luar negeri, apapun tujuannya, adalah sebuah kesempatan untuk berdakwah. Apalagi kunjungan itu dilakukan di negara “palu arit” yang sebagian besar warganya menganut paham atheis, alias tak mengenal Tuhan. Banyak orang yang berencana pergi keluar negeri hanya mempersiapkan hal-hal material, seperti paspor, visa, uang , dan lain sebagainya. Padahal ada hal penting yang harusnya lebih penting untuk dipersiapkan, yakni ilmu agama. Kalau kita siap dengan ilmu agama, maka insya Allah, Allah akan memudahkan semuanya bagi kita. Karena ketika kita di sana, orang yang tak tahu apa itu Islam sebenaranya akan menganggap bahwa kita adalah perwakilan dari seluruh umat Islam dari negara kita. Bagaimana kita berbuat, bagaimana kita bertindak, berpikir, makan, minum, akan dianggaap itu lah kaum Muslim. Jika kita mempresentasikan kebaikan dalam setiap detik perilaku kita, maka timbullah kesan baik. Dan sebaliknya, justru petaka yang kita dapatkan jika kita berbuat hal yang memalukan saat kita berada di negeri orang, yang membuat nama Islam yang mulia dan terhormat ini tercoreng hanya karena kebodohan dan kecerobohan kita.

Terima kasih dan syukur yang teramat besar kucurahkan kepada Allah ta’ala, yang telah memberiku kesempatan untuk dapat menemukan hal baru di negeri orang. Hal yang jauh lebih berharga dari bertemu orang-orang hebat, jauh lebih bernilai daripada ilmu duniawi yang kudapatkan di sana. Bahwa ternyata setiap jengkal permukaan bumi ini adalah ladang dakwah, dan kita semualah umat Islam yang menebar benih-benih kebaikan. Selalu dirawat, disirami, dan disiangi agar tumbuh menjadi keberkahan. Keberkahan yang akan mewujudkan Indonesia dan dunia yang lebih baik dan bermartabat, serta kebaikan dari Allah pencipta alam semesta.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
- Ketua Sentra Kerohanian Islam Jurusan Teknik Mesin dan Industri UGM - Peserta Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS) Nurul Fikri 2014-2016

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization