Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Keluarga / Dialah Pintu Surgaku

Dialah Pintu Surgaku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Kau relakan pendidikan untuk adik-adikmu. Kau pertaruhkan nyawamu untuk membawaku melihat indahnya dunia ini. Kau simpan rasa sedihmu untuk membahagiakanku. Kau sisipkan namaku dalam setiap doamu.

Ibu, nama itu selalu menjadi alasan mengapa aku terlahir ke dunia ini. Alasanku untuk bahagia dan mendapatkan kasih sayang sejati. Mengandungku sembilan bulan, membesarkanku, dan menjagaku dengan kasih sayang yang selalu ia berikan tanpa kuminta.

Ibu senantiasa mengantarkanku dari TK hingga awal masa perkuliahan. Ia rela mengorbankan semua pekerjaan rumahnya setiap pagi hanya untuk melakukan rutinitas itu. Walaupun hanya setengah perjalanan, tapi itu sangat berarti bagiku.

Tak peduli seberapa lelahnya dan seberapa besar masalahnya, ia selalu menyambutku pulang dengan keceriaan yang tak henti-hentinya ia berikan kepadaku. Tak lupa memberiku sebuah kecupan manis dan pelukan hangat yang suatu saat nanti pasti akan sangat kurindukan. Aku tak bisa membayangkan wajah paniknya ketika aku telat pulang tanpa mengabarinya. Ibu selalu menanti dengan penuh harap agar anaknya lekas pulang dengan selamat.

Kepergian Bapak empat tahun silam mengharuskannya menjadi dua figur. Ya, figur Ayah dan Ibu. Pontang-panting mencari nafkah untuk membiayai hidup kami yang berubah drastis sejak Bapak tiada. Aku tahu, hidup itu bagai roda yang berputar. Kadang di bawah, kadang di atas. Dan itu yang kami rasakan sekarang, berada di putaran paling bawah roda kehidupan. Titik di mana kami harus memulainya dari nol. Ibu mengajariku untuk selalu bersyukur dan menerima semua kenyataan yang telah ditakdirkan-Nya. Awalnya aku tidak bisa, namun lama kelamaan semuanya membuatku menjadi terbiasa untuk hidup yang serba apa adanya. Kini aku bersyukur, kebahagiaan itu tak pernah berkurang. Kebahagiaan yang tidak bisa dinilai dengan apapun. Dialah sumber kebahagiaanku saat ini.

Belakangan ini ia disibukkan dengan usaha barunya. Ia membuat aneka jajanan pesanan pelanggan yang harus selesai di pagi hari. Siang jadi malam, malam jadi siang. Seakan tak ada kata lelah baginya. Malam hingga pagi menjelang selalu ia sibukkan untuk membuat makanan-makanan ringan tersebut. Ia rela begadang untuk menyelesaikan pekerjaannya itu. Kalaupun harus tidur di malam hari, ia hanya punya waktu satu hingga dua jam saja. Akupun selalu berusaha menahan kantukku untuk membantunya, aku tak tega membiarkannya bekerja sendirian. Namun ia selalu menyuruhku untuk segera tidur dengan alasan bahwa aku harus bangun pagi untuk kuliah esok hari.

Semakin hari aku semakin jarang melihatnya tidur. Selalu aku yang tidur terlebih dahulu dan ia yang selalu bangun lebih awal. Saat aku berangkat kuliah, ia selalu meluangkan sedikit waktu untuk melepas kantuknya. Tak pernah ada saat di mana aku melihatnya tidur. Namun siang itu begitu istimewa bagiku. Pemandangan yang jarang kulihat itu akhirnya berada di depan mataku. Ia tertidur pulas di atas kasur lantai dengan dua buah bantal yang menempel di kepalanya. Rasanya tenang sekali melihatnya begitu, sangat lelap. Kulihat raut muka yang tampak lelah seketika hilang begitu saja terbawa arus mimpinya yang dalam. Sesibuk apapun Ibu saat ini, aku tak pernah terabaikan olehnya.

Perhatian dan candanya setiap hari selalu membuatku tak pernah kesepian. Sejenak aku menampik kenyataan bahwa aku seorang anak tunggal yang identik dengan kesepian tanpa seorang saudara di sisiku. Ia bukan sekadar ibu bagiku, tetapi juga seorang sahabat sejati yang sesungguhnya.

Mungkin takkan pernah habis aku menceritakan sosoknya. Terlalu banyak pengorbanannya yang membuatku tak bisa berkata apapun. Ia selalu menjadi prioritas hidupku. Sedikitpun tak pernah terlintas dipikiranku untuk meninggalkannya. Membahagiakannya selalu menjadi inginku, walau aku tak akan pernah bisa membalas semua rasa sayang dan pengorbanan yang selalu ia berikan untukku sampai kapanpun.

Bu, terima kasih telah mewarnai hidupku dan membuatku merasa berarti. Engkaulah surga dunia yang Allah anugerahkan untukku, indah dan sempurna. Engkaulah pintuku untuk memasuki surga yang sesungguhnya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Biasa dipanggil Ambar. Lahir di Depok, Agustus 1995 dan merupakan anak tunggal. Saat ini berkuliah di Politeknik Negeri Jakarta, Jurusan Teknik Grafika Penerbitan, Program Studi Penerbitan (Jurnalistik). Hobi browsing dan mendengarkan musik.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization