Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Pergantian Tahun Baru 1436 Hijriah: Momentum Membangun Identitas Komunal Sebagai Saudara se-Iman dan se-Islam

Pergantian Tahun Baru 1436 Hijriah: Momentum Membangun Identitas Komunal Sebagai Saudara se-Iman dan se-Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (multnomahathleticfoundation.com)
Ilustrasi. (multnomahathleticfoundation.com)

dakwatuna.com – Tidak terasa, umat Islam kini telah memasuki Bulan Muharram kembali namun dengan angka tahun yang berbeda yaitu 1436 H. Tahun Baru Qomariyah yang baru dimasuki beberapa hari yang lalu, menjadi momentum tersendiri bagi umat muslim baik untuk melakukan evaluasi atau bermuhasabah, merayakan dengan suka cita, bahkan menggelar doa bersama sebagai wujud dari ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memperkenankan umat Islam ini terus berada dalam perlindungan-Nya hingga saat ini. Pada umumnya, dalam setiap perayaan tahun baru, akan dilakukan dengan penuh riuh bahkan dengan bunyi-bunyian terompet yang membahana di setiap persimpangan ataupun di setiap pusat-pusat kota. Namun, tidak dengan tahun baru Islam yang begitu sangat bermakna mendalam bagi umat muslim. Tahun Baru Islam yang jatuh pada tanggal 1 Muharram diperingati dengan penuh khidmat dengan begitu banyaknya kajian, tausiyah, bahkan mabit-mabit yang kerap dilakukan sebagai upaya untuk menyadarkan kembali bagi umat Islam di manapun berada, untuk kembali merangkul saudara-saudara se Iman dan se Islam untuk lebih meningkatkan ketaqwaan terhadap Allah SWT.

Sudah menjadi pengetahuan umum bagi kita bersama bahwa penanggalan Hijriah adalah penanggalan yang didasarkan pada pergerakan bulan terhadap bumi, atau sebagai istilah lebih umum dapat dikatakan sebagai penanggalan Qomariyyah. Namun apakah sekedar itu saja makna dari tahun Islam yakni Hijriah? Ataukah sebenarnya ada sebuah makna lain yang menjadikan kemudian umat Islam menjadikan Hijriah sebagai tahun dalam sistem penanggalannya?

Sejarah Tahun Baru Hijriah

Acap kali sebagai orang awwam diri ini ketika tahun baru Hijriah datang, mengucapkan “Selamat Tahun Baru 1436 Hijriah, semoga Allah menjadikan kemudahan bagi segala aktivitas kita setahun ke depan”, ataupun dengan ucapan dan doa yang lainnya. Ya tahun yang begitu istimewa ini memang benar-benar memiliki keistimewaan yang sangat besar di dalamnya. Dalam sejarahnya, tahun Islam digunakan pada masa Umar Bin Al Khattab sebagai sebuah ijma’ para ulama kala itu akibat sebuah surat balasan berupa kritik karena belum adanya penanggalan yang jelas pada pemerintahan umat Islam kala itu. Dengan adanya ijma’ ini, menjadikan momentum bagi peristiwa hijrah sebagai titik acuan dalam awal mula perhitungan tahun dalam Islam, dan bukan dimulai dari bulan di mana peristiwa hijrah itu terjadi, atau bahkan dimulai ketika Al Quran diturunkan, ataupun ketika Nabi dilahirkan maupun ketika pembebasan kota Mekkah, ataupun ketika Nabi wafat[1]. Makna Hijriah yang berkaitan erat dengan perisitwa Hijrah Nabi dan para sahabat menuju kota Madinah, diisyaratkan sebagai sebuah momentum bahwa Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang berdaulat keberadaannya secara global, memiliki hukum yang jelas dengan berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah, memiliki sistem pemerintahan yang resmi, serta mampu sejajar dengan kerajaan-kerajaan lain dalam percaturan Internasional kala itu1. Mengutip sebuah pemikiran Tamim Ansary dalam bukunya Dari Puncak Baghdad, beliau menuliskan:

“Peristiwa kepindahan kaum muslim dari Makkah ke Madinah dikenal sebagai Hijriah. 12 tahun kemudian, ketika umat Islam menciptakan kalender mereka sendiri, mereka menghitungnya dari peristiwa Hijrah, karena mereka rasa hal ini menandai poros sejarah, titik balik nasib mereka, momen yang membagi semua waktu menjadi sebelum dan sesudah Hijriah. Perhitungan tanggal bukan dari hari lahir atau kematian pengemban risalah, namun dari peristiwa Hijrah“

Dari sitiran kalimat ini, menjadi jelas dan sangat gamblang bagi kita semua khususnya umat Islam, bahwa peristiwa hijrah dan penamaan tahun Hijriah merupakan sebuah peristiwa yang sebaiknya menjadikan titik balik perubahan menuju arah perbaikan, menjadikan sebuah titik tolak untuk kembali menuju jalan yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Ibarat sebuah pesawat, tahun baru Hijriah bagaikan sebuah pesawat dengan kualitas yang kembali diperbaharui dan memiliki nuansa megah, yang seharusnya kembali dihias untuk menjadikan penumpang di dalamnya nyaman dalam mengarungi bumi Allah selama 11 bulan ke depan hingga pada akhirnya dapat kembali bertemu dengan tahun Hijriah yang akan datang. Maka hiasan yang tepat, adalah dengan bermuhasabah dan menghiasi serta memperbaharui akhlak dan semangat yang akan dibawa selama satu tahun ke depannya. Lalu cukupkah sampai di sini umat Islam memahami makna mendalam dari tahun Hijriah? Tentu saja tidak.

Dimensi Berhijrah adalah Dimensi Membangun Ukhuwah

Dalam memaknai Hijriah, tidaklah cukup jika sampai hanya didefinisi ataupun sejarah yang ada di dalamnya. Namun lebih luas, memaknai Hijriah ataupun momentum Hijrahnya Rasulullah dan para sahabat, haruslah pada dimensi yang lebih luas, yaitu dimensi Al Ukhuwah Al Islamiyah. Dimensi persaudaraan dalam hal ini harus menjadi yang utama dan diutamakan, karena tahun baru Islam ini bukanlah hanya milik satu golongan ataupun satu suku, atau bahkan satu ras saja, namun tahun baru Hijriah merupakan tahun yang dimiliki oleh umat Islam yang harus dilihat dan dikontekstualkan dengan keadaan umat Islam global saat ini. Kembali menyitir sebuah pemikiran Tamim Ansary dalam bukunya Dari Puncak Baghdad, beliau menuliskan:

“Apa yang membuat perpindahan dari satu kota ke kota lain begitu penting? Hijrah menempati kedudukan penting di antara peristiwa dalam sejarah Islam karena menandai lahirnya komunitas muslim, ummah, sebagaimana penyebutannya dalam Islam. Orang-orang yang bergabung dengan komunitas di Madinah meninggalkan ikatan kesukuan dan menerima kelompok baru ini sebagai ikatan transenden. Hal ini merupakan proyek sosial yang bersifat ibadah dan berdimensi epik”

Peristiwa hijrah bukan menjadi sebuah momentum yang tidak begitu mengharukan. Momentum yang terjadi di kala itu adalah momentum untuk ikhlas bagi Kaum Muhajirin untuk meninggalkan setiap harta, ataupun sanak famili yang berada di Mekkah untuk bersama-sama Rasulullah berhijrah ke Madinah, dan momentum persaudaraan atau Al Ukhuwah bagi Kaum Anshar yang menerima Rasulullah dan para sahabatnya menjadi satu bagian dari kehidupan mereka di Madinah. Peristiwa hijrah yang terjadi juga menjadikan sebuah momentum yang tidak kalah penting yaitu Muakkhoh, yang mana Rasulullah mempersaudarakan Kaum Muhajirin dengan Kaum Anshar yang pada akhirnya persaudaraan ini menghasilkan kekuatan baru bagi kaum muslim kala itu, sebuah kekuatan untuk saling menghargai, sebuah kekuatan untuk saling mendahulukan (itsar) terhadap saudaranya, bahkan sebuah kekuatan untuk saling menguatkan satu saudara dengan saudara lainnya karena bagaikan sebuah anggota tubuh yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Lalu saudaraku, apakah momentum ini juga terasa dalam benak-benak qolbu kita yang setiap kali merasakan perubahan tahun Hijriah? Adakah kemudian kita mulai mau melepaskan ikatan kesukuan ataupun ikatan ke-an lainnya untuk kemudian mau bersama-sama atas nama Al Ukhuwah menguatkan barisan umat Islam dan menjadikan ikatan transenden karena kecintaan kepada Allah sebagai bagian pengisi dalam menghijrahkan diri ini menjadi hamba yang benar-benar saling bertakzim karena Allah SWT? Lebih luas lagi, momentum pergantian Hijriah ini menjadikan hati-hati ini semakin terikat dan dekat dengan saudara-saudara se-Iman dan se-Islam dengan melepas semua baju ataupun ikatan-ikatan lainnya, dan hanya menjadikan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai ikatan inti yang tidak mudah terlepas dan tidak mudah untuk diadu domba bahkan dipecah belahkan hanya karena nafsu ataupun godaan syaitan semata.

Momentum pergantian Hijriah juga menjadi momentum untuk kembali melihat saudara-saudara dalam satu iman dan Islam, yakni saudara-saudara di Palestina, Libya, Suriah, Afghanistan, Mesir, dan negara-negara Islam lainnya, yang mungkin sampai saat ini, secara lahir mereka merayakan momentum pergantian tahun baru Hijriah 1436, namun secara batin masih dalam kekuasaan tirani-tirani ataupun mungkin saat ini mereka masih terintimidasi dan belum sepenuhnya merdeka, layaknya saudara di Palestina? Saudaraku, sesungguhnya begitu rasa syukur ini terus terpanjat untuk-Nya, karena saat ini pergantian tahun baru 1436 Hijriah dapat dirasakan secara damai dan penuh khidmat. Maka menjadi sebuah keharusan bagi umat Islam, menjadikan momentum ini sebagai momentum merapikan shaf-shaf barisannya dan menguatkan kembali jalinan dan bingkaian Al Ukhuwah Al Islamiyah di manapun mereka berada dalam harapan memberikan keberkahan bagi umat manusia.

Tahun Baru 1436 Hijriah: Tahun Membangun Kembali Komunitas Komunal

Islam adalah agama yang begitu toleran serta mampu membangun dan mengakomodir fitrah manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk indvidu. Ya, sejatinya kedua fitrah ini pun Allah dalam Al Quran maupun Rasulullah mengakui dan mensyiratkannya. Dalam Al Quran, Surat Ali Imran ayat 103, Allah berfirman:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (QS: Ali Imran Ayat: 103)

Rasulullah SAW. pun bersabda:

“Tidaklah beriman seseorang diantara kalian hingga ia (dapat) mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari)

Dari keduanya pun dapat dipahami bahwa manusia sebagai makhluk individu tidak akan bisa lepas dari sisi sebagai makhluk sosial, yaitu manusia yang membutuhkan manusia lain untuk kemudian membentuk komunitas dalam hal mencapai tujuannya. Begitu juga hikmah besar dari peristiwa Hijrah yang Rasulullah lakukan atas perintah Allah SWT. Dalam surah Al-Anfal ayat 72, Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan ke­pada­mu dalam (urusan pembelaan) agama, kamu wajib memberikan pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Hikmah terbesar dari peristiwa Hijrah adalah Rasulullah mampu membangun komunitas muslim yang beliau bina secara langsung dengan pembinaan Islam yang sangat kuat dan komprehensif. Adanya peristiwa hijrah ini, menjadikan batas-batas daerah ataupun kesukuan telah terhapuskan karena persaudaraan yang Rasulullah lakukan untuk membangun jiwa-jiwa persaudaraan agar mampu membangun Islam yang kokoh dan kuat. Selain itu, peristiwa Hijrah telah membawa perubahan dimensi yang luas, di mana ikatan transenden menjadi landasan ukhuwah dan menjadi ghirah dalam upaya membangun dan mengajak secara bersama-sama umat manusia di belahan bumi lain melalui dakwah Islam untuk membangun komunitas Islam yang memberikan Rahmatan Lil Alamin. Menyitir kembali apa yang dituliskan oleh Tamim Ansary dalam bukunya Dari Puncak Baghdad, beliau menuliskan:

“Cukup jelas, Islam adalah sebuah agama juga ummahnya merupakan suatu entitas politik. Ya, Islam menentukan cara untuk menjadi baik dan ya, setiap muslim yang taat berharap untuk masuk surga dengan mengikuti jalan itu, tapi bukannya berfokus pada keselamatan individu sendiri-sendiri, Islam menyajikan sebuah rencana untuk membangun masyarakat yang taat”

Menjadi sebuah landasan yang cukup jelas, bahwa Islam bukan sebuah agama yang menginginkan keselamatan individu-individu. Tidak, namun Islam lebih menyukai adanya sebuah komunitas yang terwajahkan dalam ummah sebagai sebuah entitas politik yang dapat hidup taat dan mendapatkan keselamatan secara berjamaah. Sama layaknya dengan konsep dakwah yang dilakukan, yakni dimulai dari individu, kemudian keluarga, berlanjut pada masyarakat, hingga kemudian memberikan dampak secara global yaitu negara dan dunia. Inilah yang telah diajarkan oleh Allah SWT. melalui Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Peristiwa Hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah pun telah mengajarkan umat di kala ini, bahwa peristiwa ini telah menjadikan Islam sebagai sebuah agama bahkan sebagai entitas daulah yang secara utuh menyajikan tatanan masyarakat komunal yang sejajar dan setara dengan masyarakat kerajaan-kerajaan lainnya kala itu, bahkan memiliki sebuah entitas sendiri yaitu masyarakat yang terbangun dalam entitas komunal yang memiliki ketaatan kepada Rabb Semesta Alam, yaitu Allah SWT. Maka besar harapan, dengan adanya pergantian tahun baru 1436 Hijriah ini, maka entitas komunal masyarakat Islam yang taat, mencintai saudara se Iman dan se Islam, memiliki sikap toleransi, memberikan keberkahan bagi masyarakat di sekitarnya dapat kembali terbangun. Pergantian tahun baru Islam 1436 H dapat bermakna untuk menghidupkan kembali masyarakat yang taat serta mampu menghilangkan ikatan-ikatan lainnya serta menjadikan ikatan transenden atas kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya hanya sebagai ikatan sejati untuk membangun negeri yang lebih baik dan bermanfaat secara global.

Selamat Tahun Baru 1436 Hijriah
Saudara-saudara di Seluruh Dunia
Semoga momentum pergantian ini menjadikan hati kita terikat dengan sebuah

Ikatan Transenden
Karena kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya
dan mampu melepas ikatan-ikatan yang hanya bersifat dunia dan kenikmatan semata
Semoga Allah mengampuni dosa penulis
dan semoga Allah mempertemukan kita semua dalam kesempurnaan jannah-Nya

[1] Mika, W. 2013. Pengertian dan Sejarah Tahun Baru Hijriah, serta Hukum Merayakannya. http://www.jadipintar.com/2013/11/Pengertian-Dan-Sejarah-Tahun-Baru-Hijriah-Serta-Hukum Merayakannya.html. Diakses pada 26 Oktober 2014.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa lulusan S1 Fakultas Biologi, Ketua Kelompok Studi Herpetologi Fak. Biologi UGM, Santri PPSDMS Nurul Fikri Regional 3 Yogyakarta, Anggota Jamaah Mahasiswa Muslim Biologi. Tertarik dengan dakwah dan penyebaran Islam melalui spreading knowledge. Kini sedang menempuh studi S2 di Departemen Bioteknologi, The University of Tokyo, bidang natural product (senyawa alam).

Lihat Juga

Keimanan Adalah Keberpihakan

Figure
Organization