Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Tawar Menawar Kebaikan

Tawar Menawar Kebaikan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Banyak orang kaya tapi kurang baik, banyak juga orang miskin tapi kurang baik. Persoalannya bukan kaya atau miskin seseorang menjadi baik tapi seberapa besar pengaruh sentuhan pendidikan para orangtua kepada anak-anaknya khususnya pendidikan agama.

Sejarah mencatat pengikut risalah para nabi yang dimulai dari nabi Nuh sampai nabi Muhammad kebanyakan adalah golongan miskin nan lemah, namun sejarah telah berubah, kenyataan di era global pelaku kriminal terindikasi ekonominya lemah walaupun tak sedikit para pencuri dan penipu rakyat dari kalangan elit.

Banyak kalangan terpelajar tapi kurang baik, banyak juga yang tak terpelajar tapi kurang baik, masalahnya bukan pada belajar atau tidaknya seseorang menjadi baik tapi apakah budaya membaca lebih disukai daripada budaya menonton, berbelanja apalagi menongkrong oleh anak-anak.

Sejarah membuktikan buku bacaan yang baik mempunyai pengaruh besar dalam membangun sebuah peradaban, tengoklah Andalusia yang mampu mencerahkan Eropa dengan ilmu pengetahuan di bawah naungan dinasti Umayah yang dipimpin Abdurrahman Ad-Dakhil, tengoklah Jepang dan China sebagai raksasa ekonomi Asia bahkan dunia, tengoklah pula Amerika sebagai negara super power, mereka besar karena pengaruh membaca dan penelitian yang sudah dimulai sejak lama. Seorang ilmuwan namanya akan terus tercatat sepanjang sejarah dan lebih dikenal ketimbang para hartawan.

Banyak orang kampung tapi kurang baik, banyak juga orang kota tapi kurang baik, yang jadi pertanyaan bukan berasal dari kampung atau lahir di kota seseorang menjadi baik tapi seberapa pintarkah seorang anak memilih dan memilah teman bergaul di lingkungannya.

Fakta membuktikan kalau Narkoba dan MIRAS sudah sampai ke pelosok negeri, gaya hidup yang instan juga sudah mulai masuk ke daerah melalui tayangan televisi dan tontonan yang kurang beredukasi, apalagi di kota-kota besar hiruk pikuk dan hingar bingar membuat banyak orang stres, tak heran tempat hiburan malam menjadi pelarian.

Sebaik apapun manusia jika lingkungan bergaulnya kurang baik maka pilihannya hanya ada dua, dia menjadi ikut kurang baik sebagaimana temannya yang kurang baik atau teman yang kurang baik menjadi baik karenanya, tapi kenyataannya lingkungan yang kurang baik tidak bisa diajak kompromi apalagi ditawar oleh orang baik.

Menjadi orang baik dan kurang baik adalah suatu keniscayaan bagi manusia, tak mungkin bisa terbantahkan sedikitpun, keturunan kyai yang katanya orang suci sekalipun anak-anaknya bisa menjadi baik dan kurang baik, tengoklah nabi Nuh seorang yang suci anaknya justru menjadi pembantah ayahnya.

Begitu juga keturunan penjahat nan durjana, anak atau keluarganya bisa menjadi orang baik bahkan tak sejahat orangtuannya. Tengoklah keluarga Fir’aun, justru hadir seorang Musa yang hidup dalam pengasuhan lingkungan istana dan Isteri Fir’aun yang dipuji sebagai wanita yang beriman dalam Al-Quran.

Kehadiran orang baik dan orang yang kurang baik itu normatif di muka bumi, karena keturunan anak cucu adam terbagi menjadi dua yaitu baik dan kurang baik, Al-Quran menggambarkan manusia ada pada jalan yang lurus dan ada juga pada jalan yang bengkok (baca: sesat dan menyesatkan).

Manusia sejatinya terbagi menjadi tiga golongan dalam tawar menawar kebaikan:

  1. Orang yang kebaikannya lebih banyak dari keburukannya, artinya orang tipe ini sesekali pernah melakukan kesalahan kecil sebagai manusia biasa seperti jengkel, sebal, berlaku sedikit cuek dan kadang bermuka masam kepada orang lain, akan tetapi kebiasaannya segera bertaubat jika khilaf, balasan orang seperti ini jelas yaitu mendapat Surga.
  2. Orang yang kebaikan dan keburukannya seimbang, di malam hari kadang menjadi orang baik tapi di siang hari menjadi kurang baik atau sebaliknya ketika di siang hari menjadi baik namun di malam harinya menjadi kurang baik, artinya kemaksiatan dan kebajikan sama-sama dikerjakan dalam satu hari, balasan orang seperti ini jelas yaitu Surga jika bertaubat kepada Allah Ta’ala, namun jika terus menerus dalam kemaksiatan maka Nerakalah pilihannya.
  3. Orang yang keburukannya lebih banyak daripada kebaikannya, orang tipe seperti ini kendati buruk tetapi tetap ada nilai kebaikan dalam hidupnya seperti baik terhadap keluarga dan sahabatnya, tapi sayang keburukannya ternyata lebih banyak jika dibandingkan kebaikannya, maka balasannya jelas yaitu Neraka baginya dan mendapat Surga jika segera bertaubat atau ada sebenih keimanan di dalam dadanya.

Banyak jalan menuju Roma, lebih banyak lagi jalan menuju Surga dan Neraka, jalan menuju Surga biasanya diliputi oleh hal yang kurang disukai oleh manusia karena sifatnya lebih kepada menahan diri dari segala yang melenakan, sedangkan jalan menuju Neraka dikelilingi oleh hal yang menyenangkan nan berbau syahwat duniawi yang berlandaskan kebebasan hidup di dunia tanpa peduli perkara halal haram yang penting hajatnya terlampiaskan.

Kita tinggal memilih, di zaman yang serba instan akan tetapi serba sulit, mau masuk ke dalam golongan yang mana, hak istimewa ada pada diri kita masing-masing, baik buruknya ada konsekuensi tersendiri, siap berbuat berarti siap menanggung akibatnya tanpa menyalahkan keadaan apalagi menyalahkan takdir.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA) & PIMRED di www.infoisco.com (kajian dunia Islam progresif)

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization