Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Pesan Indah, di Tahun Baru Hijriah

Pesan Indah, di Tahun Baru Hijriah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: chietitoday.it)
Ilustrasi. (Foto: chietitoday.it)

dakwatuna.com – “Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas, dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah maha pengampun, maha penyayang.” (QS. An-nisa: 100)

Waktu iu berat pedang, begitulah pepatah arab mengingatkan. Tak terasa tahun terus berganti; umur semakin menua, ajal semakin mendekat, kesempatan beramal baik semakin terbatas. Semuanya akan terasa sia-sia, ketika seorang muslim tidak mendalami, dan memaknai hakikat pergantian tahun Islam secara menyeluruh. Pergantian tahun yang memiliki nilai filosofi, dan historis tersendiri dalam penetapannya; yaitu peristiwa hijrahnya rasul bersama para sahabat dari mekkah ke madinah (dahulu Yastrib), yang terjadi sekitar 1400 tahun yang lalu.

Tahun hijiriah merupakan tahun yang memiliki makna perjuangan paling mendalam. Berbeda dengan tahun masehi, yang merujuk pada tahun yang dianggap sebagai tahun kelahiran nabi Isa Al-masih (yesus kristus). Ataupun tahun Cina yang berawal pada masa dinasti Xia, yang memiliki kepercayaan bahwa zaman dahulu ada seekor raksasa pemakan manusia dari pegunungan yang muncul setiap 11 tahun. Sehingga hanya bisa diusir dengan suara letupan, bunga api, dan penggunaan warna merah pada atribut-atribut pergantian tahun.

Tahun Hijriah tidak seperti itu. Peristiwa hijrah bukan hanya merayakan kelahiran, ataupun mengikuti mitos tertentu. Karena di dalam peristiwa hijrah, terdapat beragam refleksi keteladanan yang dapat dijadikan cermin bagi seluruh umat manusia di dunia. Refleksi keteladanan yang bisa disederhanakan menjadi 2 hal penting:

  1. Islahun Nafs (Perbaikan Diri)

Dengan adanya perintah Allah untuk berhijrah, maka 200 kaum Muhajirin diberi lahan dakwah baru di kota Madinah. Lahan subur nan luas ini, siap ditanami pohon-pohon dakwah. Sehingga proses tarbiyah (pendidikan) kepada umat muslim, dilakukan secara terang-terangan dan intensif. Dan selama proses tarbiyah itulah, Islahun Nafs mulai dirasakan umat muslim secara perlahan.

Rasulullah juga mulai menghilangkan kejahiliyahan pada diri penduduk Madinah. Menghilangkan kejahiliyahan moral, kejahiliyahan akhlak, kejahiliyahan aqidah, hingga kejahiliyahan dalam berperilaku. Sehingga hasil dari pohon dakwah selama 10 tahun berdakwah di Madinah ialah 100.000 umat muslim. Jauh berbeda dengan hasil pohon dakwah selama 13 tahun di Mekkah, yang hanya menghasilkan 285 orang. Dari fakta tersebut akhirnya kita menyadari bahwa; Islahun Nafs (Perbaikan Diri) akan selalu ekuivalen dengan parameter kesuksesan dakwah.

  1. Taqorrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah)

Ketika berhijrah, rasul bersama kaum Muhajirin dalam keadaan meninggalkan seluruh hartanya di Mekkah. Fenomena tersebut, menjadi bukti kesungguhan rasul dan para sahabat bahwa; nikmat keimanan jauh lebih berharga dibandingkan harta benda yang selama ini mereka kumpulkan.

Dan Allah pun membayar pengorbanan tersebut, dengan ta’akhi(mempersaudarakan) kaum muhajirin dengan kaum anshar. Karena dalam proses ta’akhi tersebut, banyak kebutuhan kaum muhajirin yang diakomodasi oleh kaum anshar. Di situlah persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan yang mendekatkan diri kepada illahi. Agar terciptanya generasi muslim yang robbani.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.

Lihat Juga

Hijrah Perbaikan Diri

Figure
Organization