Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Tahun Baru Kita, Hijrah Kita

Tahun Baru Kita, Hijrah Kita

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (hayatinanabilah.wordpress.com)
Ilustrasi. (hayatinanabilah.wordpress.com)

dakwatuna.com – Tahun baru (Hijriah) sebenarnya hanyalah suatu hari seperti hari-hari yang lain. Tahun baru hanyalah hitungan yang menandai pergantian waktu. Waktu adalah anugerah Allah SWT yang amat besar. Dengan adanya penanggalan akan memudahkan kapan kita melakukan ibadah yang terikat waktu. Seperti shAlat, puasa, haji dan lainnya.

Namun di balik itu, momentum Tahun Baru Hijriah bisa kita manfaatkan untuk tujuan mulia. Ini tak lepas dari penetapan awal tahun Kalender Islam yang mengacu pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat. Ada hikmah yang besar yang bisa kita petik. Setiap pergantian tahun menjadi pengingat bagi kita kaum muslimin untuk merenungkan maknanya dan meneladani ibrahnya. Subhanallah, ide cemerlang Ali bin Abi Tholib ra. yang mengusulkan untuk menetapkan perhitungan awal tahun berdasar hijrah Nabi ke Yatsrib (Madinah), dan tepat sekali amirul mukminin saat itu, Umar bin Khaththab ra. memutuskan untuk mengambil ide tersebut. Hijrah adalah peristiwa besar, perjuangan hebat yang menjadi tonggak berdirinya Daulah Islamiyah.

Mengingat kembali tentang hijrah kita jadikan motivasi untuk melangkah lebih baik.

Arti Kata Hijrah

Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab hajara (هجر) yang dalam kamus Bahasa Arab artinya adalah memutuskan hubungan. Dalam penggunaannya kata hijrah mempunyai beberapa makna:

  1. Hijrah yang bermakna: memutuskan hubungan (dengan sesuatu) atau pindah dari sesuatu kepada yang lainnya.

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لاَ أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى بَعْضُكُم مِّن بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَأُخْرِجُواْ مِن دِيَارِهِمْ وَأُوذُواْ فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُواْ وَقُتِلُواْ لأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ ثَوَابًا مِّن عِندِ اللّهِ وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik. (QS. Ali Imran: 195).

  1. Hijrah yang bermakna: menyingkirkan(sesuatu)

وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ

“Dan perbuatan dosa singkirkanlah.” (QS. Al-Muddatstsir: 5)

  1. Hijrah yang bermakna: meninggalkan dan berpaling (dari sesuatu)

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْراهِيمُ لَئِن لَّمْ تَنتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

“Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (QS. Maryam: 46)

  1. Hijrah yang bermakna: menjauhkan diri (dari sesuatu)

وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا

“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzammil: 10)

  1. Hijrah yang bermakna: memisahkan (sesuatu)

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa’: 34)

Secara garis besar hijrah dibedakan menjadi dua macam yaitu:

  1. Hijrah Makaniyah

Yaitu berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Rasulullah SAW pernah beberapa kali memerintahkan umatnya untuk berhijrah makaniyah karena penguasa kafir Quraisy yang dzalim, demikian pula Nabi Ibrahim as. dan Nabi Musa as juga pernah berhijrah makaniyah.

“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu (Muhammad) maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 75)

“Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Ankabut: 26).

“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu” (QS. Al-Qoshshosh: 21).

Hijrah makaniyah ini dilakukan apabila:

  1. Negeri yang ditempati didominasi oleh segala hal yang haram, sehingga sulit baginya untuk menjalankan syari’at Allah SWT. Tatkala kondisi tersebut telah mengancam diri dan keluarga dalam aqidah dan syari’ah, maka untuk mempertahankannya haruslah dengan hijrah.
  2. Negeri yang ditempati membahayakan dari segi kesehatan.
  3. Negeri yang ditempati tidak aman.
  4. Penguasa di negeri yang ditempati mendzaliminya (menindasnya).
  5. Hijrah Maknawiyah

Yaitu hijrah atau berpindah dari sesuatu hal ke hal yang lain tanpa diikuti dengan perpindahan tempat.

Hijrah maknawiyah dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

  1. Hijrah I’tiqodiyah

I’tiqodiyah artinya keyakinan, jadi hijrah I’tiqodiyah adalah meninggalkan keyakinan yang bathil menuju keyakinan yang haq. Hijrah ini bisa dilakukan oleh seseorang yang sebelumnya nonmuslim kemudian menjadi muslim, atau juga bisa dilakukan oleh orang muslim yang dalam keimanannya masih bercampur-baur dengan perilaku kemusyrikan kemudian menyucikannya, dan bisa juga dilakukan oleh seorang muslim yang imannya sedang turun sehingga dia perlu berhijrah ke dalam keimanan yang lebih baik.

  1. Hijrah Fiqriyah

Fiqriyah artinya pemikiran, jadi hijrah fiqriyah bermakna meninggalkan atau mengganti pemikiran yang keliru menjadi pemikiran yang lurus sesuai wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT. Dengan kemajuan teknologi dan informasi, maka segala sisi kehidupan di dunia ini dapat dengan mudah diketahui oleh siapapun. Tak terkecuali berbagai macam pemikiranpun disebarkan. Paham-paham yang tak sejalan dengan kaidah Islam seperti sekularisme, kapitalisme, liberalisme, pluralisme, dan sosialisme komunisme bisa lalu lalang di hadapan kita. Tak menutup kemungkinan paham-paham tersebut bisa menyusup ke dalam pemikiran kita. Dunia saat ini laksana medan perang. Bukan perang dengan senjata api atau senjata tajam, namun perang pemikiran (ghozwul fikri). Sekuat daya upaya kita harus bertahan pada pemikiran Islam yang murni. Manakala informasi yang kita terima tidak lagi sesuai dengan kaidah pemikiran Islam yang lurus, maka hijrah fiqriyah menjadi sangat penting untuk kita lakukan.

  1. Hijrah Syu’uriyyah

Syu’uriyah artinya kegemaran, kesenangan, kesukaan, kecondongan hati, dan semisalnya. Dunia diciptakan oleh Allah dengan berbagai keindahan yang menarik hati manusia. Berdasarkan ushul fiqh. untuk urusan mu’amalah hukum awalnya adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya. Manusia boleh berhias dengan pakaian, perhiasan, rumah, kendaraan, dsb. Boleh pula melepas lelah menyegarkan badan dan fikiran dengan hiburan berupa tontonan, bacaan, makanan, perjalanan wisata dsb. Namun semua itu haruslah tetap ada pada koridor syari’ah Islam. Jika selama ini yang kita lakukan mengacu pada kebiasaan dan tata cara kaum kafirin dan tidak sesuai dengan syari’ah Islam, maka hijrah syu’uriyah harus segera kita jalankan. Sebagai contoh, berpakaian boleh dengan model dan warna apapun, tapi kembalikanlah pada syari’ah awalnya yaitu bahwa pakaian selain perhiasan juga sebagai penutup aurat (pakaian takwa).

  1. Hijrah Sulukiyyah.

Suluk berarti perilaku, tabiat atau kepribadian yang dalam bahasa syar’inya adalah akhlaq. Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa lepas dari interaksi dengan orang lain. Dari interaksi itu bisa membuat kita lebih baik, namun tak jarang pula bisa menurunkan atau menggeser nilai dari kepribadian mulia (akhlakul karimah) menuju kepribadian tercela (akhlakul syayyi’ah). Moment hijrah ini sangat tepat bagi kita untuk mengoreksi akhlak (tingkah laku dan kepribadian kita). Kita simak peringatan dari Allah SWT dan Rasulullah SAW ini.

Allah SWT berfirman:

وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)

Rasulullah SAW bersabda:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا

جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَن

ْ

“Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya.” Para sahabat lantas bertanya, “Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Bukhari)

Umar bin Al Khattab berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab (oleh Allah) dan timbanglah sebelum ditimbang, bila itu lebih mudah bagi kalian di hari hisab kelak untuk menghisab dirimu di hari ini, dan berhiaslah kalian untuk pertemuan akbar, pada saat amalan dipamerkan dan tidak sedikit pun yang dapat tersembunyii dari kalian.”

Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy mengatakan: tanda-tanda orang yang akan mendapatkan kecelakaan di akhirat kelak ada empat perkara:

  1. Terlalu mudah melupakan dosa yang diperbuatnya, padahal dosa itu tercatat di sisi Allah. Orang yang mudah melupakan dosa ia akan malas bertobat dan mudah mengerjakan dosa kembali.
  2. Selalu mengingat (dan membanggakan) atas jasanya dan amal shalihnya, padahal ia sendiri tidak yakin apakah amal tersebut diterima Allah atau tidak. Orang yang selalu mengingat jasanya yang sudah lewat ia akan takabbur dan malas untuk berbuat kebajikan kembali di hari-hari berikutnya.
  3. Selalu melihat ke atas dalam urusan dunia. Artinya ia mengagumi sukses yang dialami orang lain dan selalu berkeinginan untuk mengejar sukses orang tersebut. Sehingga hidupnya selalu merasa kekurangan.
  4. Selalu melihat ke bawah dalam urusan agama. Akibatnya ia akan merasa puas dengan amalnya selama  ini, sehingga merasa cukup dan tidak berusaha untuk beramal yang lebih baik lagi.

Ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan hijrah adalah:  

  1. Surat Al-Baqarah ayat 218.
    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, Mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
  2. Surat Ali Imron ayat 195.
    “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.””
  3. Surat An-Nisaa’ ayat 100.
    “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
  4. Surat Al-Anfal ayat 74.
    “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (ni’mat) yang mulia.”
  5. Surat At-Taubah ayat 20.
    “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah;dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”

Dari ayat-ayat di atas ada 1 rangkaian yang selalu bergandengan yaitu: Iman – Hijrah – Jihad. Tentunya ini memberi makna bahwa sebelum berhijrah maka yang harus ditanamkan dulu, dipupuk, dikuatkan dan diteguhkan adalah iman. Hal ini dikarenakan hijrah bukanlah sesuatu yang main-main, tetapi sebuah perjuangan yang keras nan berat. Keimanan akan meneguhkan pelakunya dalam istiqamah. Setelah hijrah masih ada perjuangan berat lagi yaitu jihad. Jahada dalam Bahasa Arab artinya bersungguh-sungguh. Untuk itu Allah juga menjanjikan ganjaran bagi orang yang berhijrah, di antaranya:

  1. Mendapatkan ridha dari Allah (QS. At-Taubah: 100)
  2. Dihapuskan kesalahan dan diampuni dosa (QS. Ali Imran: 195 dan Al-Anfal: 74)
  3. Ditinggikan derajatnya (At-Taubah: 20)
  4. Diberikan rezeki yang yang mulia (An-Nisa: 100 dan Al-Anfal: 74)
  5. Dijanjikan kemenangan yang besar (At-Taubah: 20, 100)
  6. Diberikan tempat kembali berupa surga dan pahala yang baik (QS. Ali Imran: 195 ; At-Taubah: 20-22, 100)

Apa yang harus kita lakukan sebagai umat Islam dengan datangnya Tahun Baru Hijriah?

  1. Koreksi diri dan mawas diri. Membenahi yang kurang tepat, menyingkirkan yang salah, menjauhi yang keliru dan meninggalkan yang bathil. Agar mampu untuk itu kita harus terus belajar mendalami Dinul Islam, menguatkan keimanan seraya berdoa memohon hidayah Allah SWT.
  2. Membiasakan diri dengan penanggalan Islam, karena penanggalan qomariyah tersebut yang dijadikan patokan penetapan boleh atau tidaknya, sunnah atau makruhnya, dan wajib atau haram umat Islam melakukan sesuatu. Sebagai contoh, tentang puasa, ada waktu sunnah, wajib dan ada yang haram. Demikian pula ada pula bulan-bulan haram untuk berbuat aniaya (bukan berarti di bulan lain boleh berbuat aniaya, hanya saja jika dilakukan pada bulan haram dosanya berlipat ganda)
  3. Mengambil ibrah (pelajaran) dari hijrah Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabatnya. Betapa kuatnya niat dan perjuangan mereka dalam mempertahankan keimanan, dan betapa besarnya pengorbanan mereka untuk menegakkan kalimatulhaq. Harta benda, sanak saudara, karib kerabat, tanah kelahiran, dan segala urusan rela mereka tinggalkan untuk menjemput ridha Boleh jadi tinggal di negara Indonesia yang mayoritas muslim, perlakuan buruk terhadap kita tidaklah sehebat yang dilakukan kaum kafir Quraisy, namun janganlah itu membuat kita lemah dalam berjuang dan enggan berkorban. Kalimatulhaq harus tetap tegak untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin.
  4. Meniru semangat hijrah untuk menghijrahkan diri secara makaniyah jika diperlukan dan secara maknawiyah jika harus dilakukan. Tahun baru Hijriah selalu mengingatkan kita untuk bangkit mengobarkan semangat memperbaiki diri. Meluruskan kembali pikiran yang tercemar atau melenceng menjadi pemikiran yang hanif (lurus, murni dan benar), menukar kegemaran dan perhiasan yang keliru menjadi yang thoyyib (baik dan berkah), dan memperbaiki perilaku yang buruk menjadi karim (mulia).
  5. Membulatkan tekad untuk mewujudkan Darul Islam di tingkat mana yang mampu kita lakukan. Kita mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, masyarakat dan negara jika kuasa. Paling tidak harus ada tekad dan kemauan untuk mewujudkan baldatun thoyyibah (daerah yang baik, nyaman dan mendukung keimanan kita)
  6. Meneladani indahnya ukhuwah Islamiyah yang dituntunkan oleh junjungan kita Rasulullah SAW selama dan setelah peristiwa hijrah. Bagaimana Abu Bakar yang rela menyertai dan melindungi Rasulullah SAW dalam perjalanan berhijrah, bagaimana Asma’ binti Abu Bakar yang rela bersusah payah menempuh perjalanan berat dalam intaian kafir Quraisy untuk mengantarkan makanan bagi ayahnya dan Rasulullah SAW yang bersembunyi di gua Tsur, bagaimana Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshor agar mereka bisa saling membantu dan bekerjasama. Sehingga dari ukhuwah itu kekuatan umat Islam terbentuk.

Dengan demikian kita berharap makna hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW beserta para sahabat menjadi sebuah manhaj, sebagai bahan renungan untuk diamalkan ibrahnya. Dan pada kesempatan memulai tahun baru hijriah ini adalah saat yang paling tepat untuk memulai atau memperbaiki kehidupan kita.

Allaahu a’lam.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Hamba Allah Ta'ala yang selalu berusaha untuk mendapat cinta-Nya. Lahir di Jawa Timur dengan nama Susanti Hari Pratiwi binti Harmoetadji. Pendidikan formal hanya sampai S1 Teknik Kimia ITS

Lihat Juga

Hijrah Perbaikan Diri

Figure
Organization