Topic
Home / Berita / Opini / Bahaya di Balik Film-Film Impor

Bahaya di Balik Film-Film Impor

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

Ilustrasi (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Maraknya film-film impor yang beredar di Indonesia memang sudah lama terjadi. Tidak bisa dipungkiri bahwa film-film tersebut ternyata banyak diminati oleh rakyat Indonesia. Mulai dari film Barat sampai film bergaya Arab dan India, semuanya laris ditonton. Sehingga secara teori, menjamurnya film-film impor karena memang dikehendaki oleh penonton. Meski juga ada beberapa penonton yang kebetulan saja menonton karena ada kesempatan, bukan karena niat hati. Atau karena banyak film-film yang diiklankan secara bombastis sehingga mengundang rasa penasaran rakyat Indonesia yang akhirnya menarik minat untuk menonton.

Saat ini serial televisi India yang menghiasi layar kaca menduduki rating tinggi. Sebut saja Ramayana dan Mahadewa, bahkan kedua film Bollywood tersebut menduduki rating tertinggi pada jam tayangnya. Artinya adalah bahwa film India tersebut paling banyak ditonton oleh pemirsa di Indonesia. Namun di balik antusiasme pemirsa Indonesia menonton film-film Bollywood tersebut, sesungguhnya kebanyakan dari mereka tidak mengetahui adanya bahaya di balik film-film tersebut. Kebanyakan dari mereka hanya menikmati kisah-kisah yang mengaduk-aduk emosi; perebutan kekuasaan, kisah cinta, pengorbanan dan kesenjangan para dewa dengan manusia.

Bahaya Film Bollywood

Bahaya yang terkandung dalam film-film Bollywood adalah bahaya yang mengancam aqidah umat Islam. Karena dalam film-film Bollywood banyak menyuguhkan gambaran penghambaan kepada para dewa dan kisah-kisah mistis serta tentang keberadaan surga dan neraka dan konsep dosa. Kisah-kisah tersebut berasal dari keyakinan agama Hindu yang meyakini adanya banyak tuhan (dewa). Ajaran mengenai banyaknya tuhan ini bertentangan dengam aqidah Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia. Sementara penonton terbanyak adalah umat Islam sendiri. Sehingga secara tidak langsung film-film Bollywood itu mengajarkan tentang kesyirikan kepada umat Islam Indonesia.

Maka, gambaran penyembahan terhadap dewa-dewa merupakan ajaran kesyirikan. Sementara dalam konsep Islam, menyembah kepada selain Allah adalah disebut thagut. Dan Islam memerintahkan umatnya untuk tidak menyembah thagut.

Bahaya lainnya adalah ketika para aktor dan aktrisnya dipuja dan diidolakan. Para aktor dan aktris Bollywood telah menghipnotis jutaan penonton Indonesia. Sehingga gaya hidup mereka dan pemikiran mereka disadari atau tidak telah banyak ditiru dan diamalkan oleh umat Islam Indonesia.

Para aktor dan aktris Bollywood yang diidolakan oleh jutaan rakyat Indonesia, -sebagian besanya adalah umat Islam- mereka memiliki idealisme dan prinsip hidup yang berbeda secara diametral dengan ajaran Islam. Gaya hidup mereka kosong dari nilai ruhiyah. Sebagaimana diketahui, gaya hidup para aktor dan aktris adalah gaya hidup hedonis, senang hura-hura, pesta pora, hanya kesenangan jasadiyah yang ingin diraih. Orientasi hidup mereka adalah profit oriented, mencari keuntungan materi untuk kesenangan hidup. Makna kebahagiaannya adalah kebahagiaan jasadiyah, sebatas kesenangan duniawi yang kosong dari ruhiyah. Alhasil, ketika makna kebahagiaan dan orientasi hidupnya adalah semata untuk mencari materi dan kesenangan jasadiyah semata, mereka akhirnya akan hampa menjalani hidup. Bahkan banyak kita saksikan di beberapa negara, banyak aktris dan aktor yang bunuh diri karena mereka mengalami depresi akut, kekosongan hidup, bosan, tidak ada gairah hidup, merasa tidak berguna. Lantas, sosok seperti inikah yang menjadi idola umat Islam? Tentu saja hal seperti ini harus segera dihentikan jika tidak negeri ini akan kehilangan generasi berkualitas, calon pemimpin masa depan pembangun peradaban mulia.

Peran Negara

Rusaknya tayangan-tayangan yang mengancam aqidah ini menuai keprihatinan dari berbagai kalangan. KH Hasyim Mujadi pernah mengatakan bahwa sebagian besar tayangan televisi merusak terutama merusak aqidah umat. Oleh karena itu beliau meminta berbagai pihak untuk mengawasi tayangan-tayangan tetsebut.

Keprihatinan serupa juga dinyatakan oleh tokoh-tokoh yang peduli dengan nasib generasi bangsa ini. Bahkan tidak sedikit yang sudah menginisiasi gerakan Hari Tanpa Televisi.

Beberapa keluarga muslim juga mulai menyingkirkan televisi dari rumah-rumah mereka, untuk menghindarkan diri dari kerusakan keluarga dan generasi.

Inilah sekelumit persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini, di antara berbagai macam persoalan lain yang terus membelit kehidupan. Ketika negara membiarkan tayangan-tayangan yang merusak terus diberikan keleluasaan untuk tayang, maka solusi yang dilakukan oleh keluarga-keluarga mualim adalah menjauhkan diri dari yang namanya televisi. Meski kita semua tahu bahwa tidak semua tayangan merusak, bahkan ada program yang sangat bermanfaat untuk kita tonton semisal program berita. Namun karena sebagian besar tayangan-tayangan yang ada adalah tayangan yang merusak, mau tidak mau kita harus lebih cerdas dalam bersikap.

Sebenarnya cara efektif untuk menghentikan tayangan-tayangan yang merusak ada di tangan negara. Negara bisa membuat regulasi yang menjadi pegangan pemilik dan pekerja media agar semua tontonan yang diproduksinya layak menjadi tuntunan bukan malah merusak.

Selain itu negara memiliki kewenangan untuk menerapkan aturan main yang jelas dan tegas kepada siapa saja yang menghasilkan produk media yang merusak. Sanksi tersebut bisa berupa penghentian tayangan bahkan penutupan media. Persoalannya sekarang, maukah negara melakukannya? Memang diperlukan keberanian dan ketegasan dari negara. Negara harus bersikap tegas kepada setiap media yang menayangkan tayangan merusak, tidak boleh berkompromi dengan rating, share atau kepentingan lainnya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma�had Al-Abqary Serang-Banten, Member of Belajar Nulis (BN 0020).

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization