Topic
Home / Berita / Opini / Kurban dan “Psikologi” Anak SD

Kurban dan “Psikologi” Anak SD

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Antusias Siswa Sekolah Dasar (SD) menyaksikan penyembelihan hewan kurban. (pikiran-rakyat.com)
Antusias Siswa Sekolah Dasar (SD) menyaksikan penyembelihan hewan kurban. (pikiran-rakyat.com)

dakwatuna.com – Masa pendidikan sekolah dasar adalah masa istimewa, masa periode emas dimana dasar pendidikan seorang anak sedang terbentuk; proses pembentukan jati diri, pengembangan kognisi, pembentukan mental dan perilaku sangat ditentukan dari kualitas pendidikan dasar ini,

Sistem pendidikan yang memungkinkan anak didik terlibat secara langsung (hand on) sangat penting untuk pembentukan perilaku dan kognisi siswa didik, sistem ini lebih baik bila dibanding dengan cara konvensional seperti ceramah di muka kelas.

Mengikutsertakan anak didik terlibat langsung dalam sebuah kegiatan, menghargai pendapat dan usahanya dalam kelompok, membantu memecahkan masalah  adalah metode yang sangat bagus untuk memberi stimulus otak siswa didik agar semua sel otak mereka  berkembang secara optimal.

Kurban yang dilakukan di sekolah baik sekolah dasar maupun sekolah menengah pada hakekatnya usaha untuk optimalisasi tumbuh kembang otak khususnya dalam membentuk perilaku pada anak didik (dalam syariat berkurban).

Namun ada hal yang menarik perhatian kita saat ada instruksi gubernur Jakarta  No.67 tahun 2014 tentang Pengendalian Penampungan dan Pemotongan Hewan dalam rangka menyambut Idul fitri dan Idhul adha 2014 .khususnya larangan menyembelih hewan kurban di sekolah dasar dengan alasan bisa berpengaruh negatif terhadap psikologi di samping masalah kebersihan dan kesehatan hewan kurban.

Yang menjadi bahasan kita kali ini benarkah menyembelih hewan kurban di hadapan anak SD menyebabkan kelainan psikologi seperti yang ditakutkan gubernur Jakarta?

Ilmu psikoneurobehavior menerangkan usia sekolah dasar ( 7-12 tahun) saat perkembangan otak di lobus frontalis dan parietalis (dahi dan pelipis), satu hal yag menonjol adalah mulai berkembangnya fungsi kognisi (berfikir, logika, analisis), kreatifitas dan kemampuan berbahasa.

Di bagian otak pelipis atau sistem emosi anak SD sudah mulai menunjukkan hal yang berperan, kegemaran meniru apa yang dilihat dan didengar sangat dominan apalagi sifat imajinatif sebagai seorang anak yang dibawa dari kecil masih terbawa.

Bagian otak yang mengatur psikomotor juga berkembang secara maksimal sehingga anak SD cenderung senang bergerak, bermain mengerjakan sesuatu secara langsung dan senang bekerja dalam suatu kelompok.

Apapun stimulus atau paparan yang masuk ke otak sangat mempengaruhi perilaku anak (termasuk siswa SD), setiap stimulus akan terekam kuat di area memori (sistem limbik), apalagi bila saat kejadian ada nuansa emosi yang menyertainya maka memori akan terpatri kuat , maka paparan yang diterima anak harus paparan yang positif sehingga kelak akan menjadi dasar perilaku positif

Kurban dan psikologi anak

Prosesi penyembelihan hewan kurban yang disaksikan secara langsung oleh ratusan mata anak SD dikhawatirkan mempengaruhi psikologis mereka yakni timbul rasa takut berlebihan (fobia) atau justru timbul sifat atau perilaku kekerasan(agresifitas).

Hal tersebut secara teori bisa terjadi manakala kejadian penyembelihan hewan  kurban berulang dan anak didik tidak memiliki pemahaman kognisi tentang syariat kurban, tatacara penyembelihan kurban secara islami dan manfaat berkurban untuk meningkatkan jiwa sosial anak kepada lingkungan sekitarnya. Dan di sinilah tantangan pihak sekolah (guru dan pengajar) untuk memberi pemahaman yang utuh tentang syariat berkurban kepada anak secara runtut dan utuh ,

Seperti yang saya jabarkan di atas saat usia SD adalah saat perkembangan sel saraf lobus frontalis sangat optimal sehingga kemampuan kognisi dan kemampuan bahasa sangat maksimal. Guru dihadapan siswa SD merupakan sosok “idola” bagi dia, guru adalah sumber ilmu , segala ucapannya akan merasuk dengan kuat di pikiran mereka, hal ini berbeda dengan siswa SMP SMA dimana daya kritisnya sudah sangat terasa dan tidak menjadikan ucapan guru sebagai satu satunya sumber ilmu.

Bila paparan tentang keutamaan kurban sudah terekam dengan kuat di pikiran anak didik, maka pada saat prosesi penyembelihan hewan kurban maka yang terbentuk di pikiran anak bukan “pembantaian hewan kurban” akan tetapi lebih dari itu adalah suatu ajaran yang luhur tentang  pengorbanan ketaatan hamba kepada perintah Tuhannya, dan ini lebih terekam kuat dalam perilaku dibanding rasa “kasihan” hewan tidak bersalah dipotong lehernya (fobia) atau “suka cita” melihat hewan kurban tergelepar tidak berdaya sesaat setelah dipotong lehernya (agresifitas).

Dan proses pendidikan kurban saat usia SD ini sangat potensial membentuk perilaku ketaatan sesorang bila dibanding saat SMP dan SMA, hal ini dikarenakan saat SMP-SMA sudah mulai berperilakau remaja dengan segala permasalahannya sehingga membiasakan kebaikan saat usia SMP-SMA sesuatu yang kurang optimal.

Jadi pelarangan pemotongan hewan kurban di lingkungan sekolah yang dikhawatirkan menjadikan dampak psikologis negatif berupa fobia atau agresif menurut hemat kami berlebihan dan tidak ada dasar ilmiahnya yang kuat , justru sebaliknya suatu proses pembelajaran langsung (hand on) untuk membentuk peribadi dengan kesalehan ritual dan sosial.

Memang tidak dipungkiri ada beberapa anak yang takut melihat darah atau kasihan melihat hewan disembelih, tetapi jumlah sangat sedikit dan pada umumnya berhubungan dengan pola asuh yang salah semenjak dia kecil dan bukan karena pelaksanaan penyembelihan kurban di sekolah

Justru yang patut diwaspadai penyebab kekerasan (agresifitas) adalah pengaruh kekerasan yang dilihat dan didapat dalam tontonan televisi dan games,  Permainan game yang mengandalkan kecepatan otak dan gerak untuk menghancurkan lawan tandingnya akan terekam kuat dan menjadi dasar perilaku kekerasan anak tersebut.

Hal tersebut sudah banyak didukung oleh beberapa penelitian dan menjadi masalah serius yag mempengaruhi kualitas generasi muda akan tetapi pemerintah seolah tutup mata dan seolah tidak mau tahu pengaruh negatif tersebut tetapi malah melarang suatu kegiatan positif penyembelihan kurban di sekolah termasuk sekolah dasar.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dokter spesialis saraf RSUD Saiful Anwar Malang. Dosen ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Univ Brawijaya Malang. Penulis buku "Puasa dan Otak Manusia" penerbit UB media Malang 2014.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization