Topic
Home / Narasi Islam / Politik / The Right Man On The Right Place

The Right Man On The Right Place

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)

Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir (juz 4 hal. 126) bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah saw. menaklukkan kota Makkah. Beliau meminta kunci Ka’bah dari Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah Al-‘Abdary, karena selama ini kabilahnya, Bani Syaibah, yang bertanggung jawab memegang kunci itu. Lalu Al-Abbas meminta agar kunci tersebut diberikan kepadanya sehingga kabilahnya, Bani Al-Abbas, mengumpulkan antara tanggung jawab memegang kunci Ka’bah dan siqayatul haaj (memberi minum para jama’ah haji). Utsman bin Thalhah sempat menolak, namun pada akhirnya ia serahkan juga kunci itu kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. pun masuk ke dalam ka’bah. Dan ketika keluar beliau membaca wahyu yang baru saja turun, yaitu surah An-Nisa’ ayat 58. Lalu beliau memanggil Utsman bin Thalhah dan mengembalikan kunci Ka’bah kepadanya.

Mengenai peristiwa ini, Ibnu Taimiyyah berkata, “Wajib hukumnya bagi seorang waliy al-amr (pemimpin) kaum muslimin, ketika mengangkat seseorang untuk menduduki satu jabatan, agar mengangkat seseorang yang terbaik untuk jabatan tersebut.” (As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, hal. 7)

Seorang pemimpin umat, dalam menjalankan tugas-tugasnya pastilah membutuhkan kekuatan tim dan birokrasi yang kuat dan baik. Maka, ia harus memastikan orang-orang yang berada di bawahnya memiliki kapabilitas dan kompetensi sesuai pos-pos tugasnya. Ia harus yakin bahwa setiap orang yang diangkat dan ditempatkan sesuai dengan bidang yang dikuasainya, the right man on the right place, sehingga seluruh urusan dan permasalahan yang terjadi dapat diatasi dengan sebaik-baiknya.

Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menjadi pemimpin umat Islam, lalu ia mengangkat seseorang (untuk menduduki satu jabatan), sedangkan ia mendapati orang lain yang lebih baik darinya, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.” (HR. Hakim, Baihaqi dan Thabrani).

Yang menjadi standar pengangkatan adalah kompetensi dan kapabilitas, bukan kedekatan dan kekerabatan. Umar bin Khattab ra. pernah berkata, “Barangsiapa yang menjadi pemimpin kaum muslimin, lalu ia mengangkat seseorang (untuk menduduki satu jabatan) dikarenakan kasih sayang atau hubungan kekerabatan, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan kaum muslimin.”

Jabatan juga tidak boleh diberikan kepada orang yang memintanya. Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim bahwa suatu saat satu kaum datang menemui Rasulullah saw. dan meminta jabatan. Lalu Rasulullah saw. berkata, “Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan kepada orang yang memintanya.” (HR. Bukhori no. 2261 dan Muslim no. 1824).

Jadi, standar pengangkatan adalah kompetensi dan kapabilitas, bukan yang lainnya. Maka jika seorang pemimpin mengangkat pejabat-pejabat di bawahnya berdasarkan hubungan kedekatan, kekerabatan, kesamaan madzhab, kesukuan, suap, atau karena kedengkian terhadap orang yang semestinya lebih layak mendudukinya lalu ia mengangkat selainnya, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin. (As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, Ibnu Taimiyyah, hal. 10-11).

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)

Karena apabila suatu amanah dan jabatan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, niscaya kerusakanlah yang terjadi. Abu Hurairah ra. meriwayatkan dari Rasulullah saw., beliau bersabda, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah waktunya (kehancuran).” Beliau ditanya, “Apa maksudnya disia-siakan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah waktunya (kehancuran).” (HR. Bukhari no. 59)

Padahal seorang pemimpin pada hakikatnya adalah khadim, pelayan, pekerja, pengemban amanah. Suatu saat Abu Muslim Al-Khaulani datang kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, Khalifah pertama Daulah Umawiyyah. Ia berkata, “Salam sejahtera atasmu, wahai al-ajiir (pekerja).” Orang-orang berkata, “Katakan ‘wahai amir (pemimpin)’”. Namun Abu Muslim Khaulani tetap memanggilnya dengan al-ajiir sebanyak tiga kali. Lalu Muawiyyah berkata, “Biarkan Abu Muslim, sesungguhnya ia lebih tahu tentang ucapannya.”

Lalu Abu Muslim berkata, “Engkau hanyalah seorang pekerja yang dipekerjakan oleh Tuan (Allah) dari gembala ini (kaum muslimin) untuk mengurusnya. Maka jika engkau oleskan salep pada lukanya, engkau obati mereka yang sakit, dan engkau tahan yang tinggi di antara mereka dari mendahului yang rendah, maka Tuannya akan memenuhi upahmu. Namun jika engkau tidak mengoleskan salep pada lukanya, tidak mengobati mereka yang sakit, dan tidak menahan yang tinggi di antara mereka dari mendahului yang rendah, maka Tuannya akan menghukummu.” (Kisah ini disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah jld. 2 hal. 125, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq jld. 27 hal. 223).

Semoga Allah melindungi umat ini dari para “pelayan” dan “pekerja” yang zhalim dan tidak amanah.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Anak kelima dari 7 bersaudara. Sekarang sedang mengikuti program pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Fakultas Pemikiran Islam konsentrasi Fiqih dan Ushul Fiqih. Aktivitas lain mengisi taklim di beberapa masjid di Depok dan Bogor dengan materi Fiqih dan Hadits, dan mengisi Khutbah Jum�at. Bergabung dengan IKADI Kabupaten Bogor sejak Januari 2012 sampai sekarang.

Lihat Juga

Pejabat Non-Muslim Pada Zaman Al-Mu’tadhid Billah

Figure
Organization