Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Lelaki Shalih Itu Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Lelaki Shalih Itu Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Tips memilih sahabat, calon pendamping hidup, dan calon pemimpin. (Guntara Nugraha Adiana Poetra)
Tips memilih sahabat, calon pendamping hidup, dan calon pemimpin. (Guntara Nugraha Adiana Poetra)

dakwatuna.com – Perhatikan gambar! Jika hubungan seseorang dari nomor 1-4 baik, maka pilihlah orang itu untuk kita jadikan sahabat dalam kehidupan kita, calon suami atau isteri atau calon pemimpin di masyarakat termasuk pemimpin di negeri yang kita cintai ini. Namun jika hubungannya dari nomor 1 saja sudah rusak atau tidak baik maka nomor 2-4 tidaklah ada artinya. Kenapa bisa demikian?

Karena seorang yang shalih dia bukan saja shalih untuk dirinya sendiri melainkan juga senantiasa berdoa dengan tulus untuk kedua orang tuanya dengan pandai berbakti dan selalu mengharapkan ridha dari kedua orang tuanya serta mengharap kebaikan untuk keluarga besarnya dengan amal shalihnya. Hal inilah yang menjadi alasan orang shalih untuk terus bersyukur.

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Al Ahqaaf ayat 15)

Sejatinya perbuatan-perbuatan baik bisa mengantarkan seseorang ke gerbang kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupnya, orang yang gemar berbuat baik, hidupnya akan senantiasa mendapat ketenangan dan disukai oleh Allah Ta’ala seperti difirmankan di surat Al Baqarah ayat 195.

dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Di antara perbuatan baik setelah meninggikan kalimat Tauhid adalah berbakti kepada kedua orang tua. Di dalam Al-Quran, berbakti kepada orang tua selalu disebutkan setelah perintah menyembah Allah Ta’ala, sama halnya kalimat iman yang selalu disandingkan dengan amal shalih, karakter penghuni surga yang selalu dibandingkan dengan karakter penghuni neraka, sifat Allah Ta’ala yang maha pengampun yang selalu disebutkan dengan betapa pedih adzab-Nya dan juga perintah mendirikan shalat yang selalu diiringi dengan perintah membayar zakat.

Setiap dua kalimat yang selalu dihubung-hubungkan menunjukkan keterikatan satu sama lainnya yang begitu erat dan juga bisa menunjukan keagungan atau kemuliaan suatu amal perbuatan seperti berbakti kepada kedua orang tua yang selalu disebut setelah perintah menyembah Allah Ta’ala seperti difirmankan di dalam beberapa ayat.

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa.” (QS. Al Baqarah ayat 83)

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa.” (QS. An Nisaa ayat 36)

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[[1]].” (QS. Al Israa ayat 23)

“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[[2]]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman ayat 13-14)

Duhai jiwa…

Cobalah perhatikan orang-orang yang berbahagia di sekitar anda!

Cobalah perhatikan orang-orang yang sukses dalam hidupnya! Siapakah mereka itu?

Mereka adalah orang-orang yang taat dan berbakti kepada orang tuanya!

Mereka orang yang senantiasa membahagiakan kedua orang tuanya!

Mereka senantiasa mendoakan dengan tulus kedua orang tuanya!

Mereka begitu baik kepada kedua orang tuanya!

Mereka juga tidak pelit kepada kedua orang tuanya!

Mereka senantiasa memberi sebelum orang tuanya meminta kepada mereka!

Merekapun tidak suka untuk mengenyampingkan dan membiarkan kedua orang tuanya termenung lantaran anaknya lebih peduli kepada pasangannya atau lebih peduli kepada orang lain!

Duhai jiwa…

Coba tengoklah orang-orang sukses itu!

Mereka senantiasa menjadi kebanggaan kedua orang tuanya!

Mereka senantiasa menjadi buah bibir dalam kebaikan kedua orang tuanya!

Mereka selalu masuk di dalam doa kedua orang tuanya yang tak mungkin tertolak!

Mereka adalah orang-orang yang mendapat ridha dari kedua orang tuanya!

Ridha yang mengantarkan mereka kepada kesuksesan hidup dan kebahagiaan!.

Mendahulukan ibu dalam berbakti

Ajaran Islam bukan saja mengedepankan sisi “spiritualitas” seperti beriman kepada hal-hal yang abstrak atau tidak nampak, tapi juga ada sisi lain yang penting untuk diperhatikan yaitu sisi “rasionalitas”.

Kalaulah kita hanya berpegang pada sisi spiritualitas saja tentu bisa menggambarkan Islam di mata dunia sebagai ajaran khurafat atau takhayul. Adapun jika pada sisi rasionalitas saja tentunya ajaran ini tak ubahnya sama seperti ajaran Paganisme  (penyembah berhala).

Dari sinilah alasan kenapa para ilmuwan dan peneliti non muslim bisa memeluk ajaran Islam karena ajaran-Nya yang rasional dan bersandarkan pada ilmu pengetahuan yang valid sehingga mengantarkan manusia pada kebenaran Islam.

Islam dan Ilmu Pengetahuan pada hakikatnya adalah ibarat dua muka dari sebuah koin. Islam yang murni mesti berlandaskan pada dasar Ilmu Pengetahuan yang valid, dan Ilmu Pengetahuan yang sejati selalu mengantarkan kepada kebenaran Islam yang universal.

Rasional bisa berpijak para logika, bersandar pada hati nurani atau pada unsur-unsur normatif dalam kehidupan, sebagai contoh kecil yaitu pentingnya kita makan makanan yang bergizi lagi halal, dalam hal ini kita tidak perlu membahas panjang lebar tetang dalil ataupun teks-teks keagamaan terkait pentingnya makan. Dalilnya cukup sederhana yaitu menggunakan panca indera kita untuk mengetahui pentingnya makan.

Begitu juga mendahulukan seorang ibu dari seorang ayah dalam berbakti, bukan berarti kita mengenyampingkan peran seorang ayah dalam kehidupan berumah tangga, akan tetapi berpijak pada sisi rasional, seorang ibu memiliki pengorbanan yang lebih besar ketimbang bapak dalam mengurus sang anak mulai dari proses kehamilan, persalinan, menyusui dan merawat anaknya, bahkan pengorbanan seorang ibu bukan saja pada materi melainkan jiwa dan raganya apalagi saat melahirkan sang anak.

Karena banyak faktor yang membuat seorang ibu harus lebih dihormati, begitu juga Islam dalam memuliakan kaum wanita, dikuatkan dalam sebuah hadits perihal keutamaan berbakti kepada seorang ibu.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata:

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab:

‘Ibumu!’

Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab,

‘Ibumu!’

Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab,

‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits ini kata “ibu” disebut sebanyak tiga kali, adapun ayah disebut hanya satu kali, dalil ini menguatkan sisi rasionalitas dalam ajaran Islam bahwa posisi seorang ibu dalam kehidupan berkeluarga mempunyai peranan yang sangat penting sehingga dalam berbakti pun lebih diutamakan, bukan berarti berbakti kepada seorang ayah tidak menjadi penting, keduanya tetap harus dihormati sebagai orang tua, akan tetapi jika kita melihat pengorbanan seorang ibu dan kasih sayangnya yang begitu tulus dalam kehidupan seorang anak terasa begitu besar sehingga bakti kepada ibu menjadi lebih utama dibandingkan berbakti kepada ayah.

Dalam kehidupan nyata kita pun tentu merasakan dan melihat begitu besar kasih sayang yang diberikan oleh seorang ibu kepada anak-anaknya, kasih sayang dari seorang ibu yang tiada batas dan tak mengharap balas jasa melainkan hanya ingin melihat anak-anaknya bisa hidup berbahagia, kasih sayang seorang ibu tentu berbeda dengan kasih sayang seorang ayah.

Makanya tak heran jika seseorang kehilangan ibu yang sangat dicintainya maka akan berdampak pada kurang atau hilangnya kasih sayang, adapun saat seseorang ditinggalkan oleh ayahnya biasanya akan berdampak pada keadaan ekonomi keluarganya.

Al-Quran menjelaskan tentang keutamaan seorang ibu karena telah mengalami kepayahan demi kepayahan sebagaimana dijelaskan dalam surat Luqman ayat 14 sebagai penguat dari hadits ini.

dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[[3]]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

[1]. Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.

[2]. Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.

[3]. Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA) & PIMRED di www.infoisco.com (kajian dunia Islam progresif)

Lihat Juga

Berbakti Pada Bunda tak Mengenal Waktu

Figure
Organization