Topic
Home / Berita / Nasional / Darurat Kekeringan Meluas, Pemerintah Diminta Serius Kelola SDA

Darurat Kekeringan Meluas, Pemerintah Diminta Serius Kelola SDA

Kekeringan akibat kemarau menyebabkan ketersediaan air bersih menjadi menipis (ilustrasi).  (riau24.com)
Kekeringan akibat kemarau menyebabkan ketersediaan air bersih menjadi menipis (ilustrasi). (riau24.com)

dakwatuna.com – Jakarta. Komisi V DPR RI meminta Kementerian Pekerjaan Umum lebih serius mengelola potensi sumber daya air (SDA) menyusul ancaman kekeringan yang semakin meluas di pulau Jawa , Bali, NTB dan NTT. Hal ini diungkapkan anggota Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia di gedung DPR, Jumat (19/9/14).

Menurut Yudi, Komisi V akan memperjuangkan penambahan anggaran untuk dirjen SDA guna mengatasi krisis air di tanah air.

“Indonesia seharusnya menjadi salah satu negara terbasah di dunia karena cadangan air di Indonesia diperkirakan mencapai 3.221 miliar meter kubik/tahun. Tapi ketersediaan air justru tidak merata. Saat ini, sudah beberapa daerah mengakukan darurat kekeringan. Karena itu, pengelolaan SDA harus menjadi fokus pemerintah ke depan,” kata Yudi dalam rillisnya yang diterima redaksi.

Dengan cadangan air yang demikian besar, kata Yudi, serta jumlah penduduk sekitar 222 juta jiwa, ketersediaan air per kapita di Indonesia adalah sekitar 16.800 meter kubik. Artinya, setiap orang di Indonesia harusnya bisa mengakses air sebanyak 16.800 meter kubik per tahunnya.

Namun berbagai tantangan pengelolaan sumber daya air membuat masalah-masalah seputar ketersediaan air pun muncul. Menurut Yudi, kekeringan dan krisis air yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia saat ini karena kapasitas tampung waduk masih rendah, disisi lain kebutuhan air baku semakin tinggi akibat pesatnya jumlah penduduk, berkembangnya aktivitas manusia dan tidak efisiennya pola pemanfaatan air.

“Saat ini daya tampung waduk kita hanya 20%. Sementara layanan irigasi waduk baru 11%. Bagaimana bisa untuk memenuhi kebutuhan air baku dan irigasi yang ada. Tak heran, jika memasuki musim kemarau, kekeringan terjadi dimana-mana karena pola pemanfaatan air kita tidak efisien,” kata Yudi.

Untuk mengatasi masalah kekeringan, Komisi V menyetujui anggaran sebesar Rp6,073 triliun dalam RAPBN 2015 . Dana tersebut akan digunakan untuk membangun 23 waduk di kawasan rawan air, 168 situ/embung dan konservasi air di 15 kawasan. Selain itu, juga akan dilaksanakan rehabilitasi 3 waduk dan 31 embung untuk meningkatkan daya tamping air. Pembangunan dan rehabillitasi waduk, embung dan kawasan konservasi tersebut menelan biaya sekitar Rp4,686 triliun.

Sedangkan untuk penyediaan dan pengelolaan air baku, pemerintah menyediakan alokasi anggaran sebesar Rp1,387 triliun untuk pembangunan sarana dan prasarana air baku dengan kapasitas 2,87m3/detik dan rehabilitasi dengan kapasitas 5,46 m3/detik.

Tak hanya ketersediaan air bersih, ketersediaan air untuk pertanian juga menurun akibat kekeringan. Hal ini diperparah dengan belum optimalnya kinerja layanan jaringan irigasi dan rawa yang ada akibat menurunnya kondisi jaringan irigasi.

“Dari total seluruh luas layanan irigasi terbangun sebanyak 7,2 juta hektar, kurang lebih 36% nya dalam kondisi rusak. Kerusakan itu sebagian besar terjadi didaerah irigasi yang potensial menyumbang pangan nasional. Karena itu, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya harus menjadi prioritas,” kata Yudi. (sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Konflik Air Antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir

Figure
Organization