Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Sabar Adalah ‘Jodoh’ Bagi Cobaan Hidup

Sabar Adalah ‘Jodoh’ Bagi Cobaan Hidup

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (www.douniamag.com)
ilustrasi (www.douniamag.com)

dakwatuna.com – Setiap kita pasti akan mengalami atau sering mengalami keadaan hidup yang berdampak pada hilangnya perasaan bahagia dan ketenangan. Di antara contoh perkara kehidupan yang menghimpit batin manusia itu telah Allah sebutkan di dalam firman-Nya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan”. (QS. Al-Baqarah: 155).

Ketakutan yang kerap melahirkan kegelisahan atau stress dan frustasi boleh jadi dikarenakan banyak hal, di antaranya adalah rasa takut ditinggalkan jabatannya, takut kehilangan nama baiknya, takut jatuh dari kejayaannya, dan takut ditimpa kekalahan dan kehinaan. Itulah salah satu contoh di antara beberapa cobaan yang Allah berikan. Sebagian manusia memiliki pandangan yang sempit tentang cabaan Allah. Di antara mereka ada yang hanya mengenal keluh kesah saat ditimpa cobaan, adapula yang hanya mengenal putus asa saat mengalami frustasi dan terpaksa menempuh cara yang sesat dalam mengakhiri cobaan, terkadang malah mengakhirinya dengan bunuh diri, na’uudzu billaahi min dzaalik!

Sabar adalah ‘jodoh’ dari setiap cobaan, oleh karena itu bila setiap cobaan hidup dipasangkan dengan perkara yang bukan jodohnya maka yang akan terjadi adalah masalah di atas masalah dan akhirnya hidup menjadi berantakan. Bahkan tidak jarang ketika seseorang menjodohkan masalahnya dengan putus asa maka yang terjadi adalah ‘perceraian’ antara orang tersebut dengan kehidupan. Jadi, bagaimanakah Allah memberi formula yang tepat bagi setiap cobaan hidup yang Dia berikan kepada hamba-Nya? Berdasarkan petunjuk Allah dalam firman-Nya:

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),” (QS. ar-Ra’d: 22)

Berikut ini adalah cara untuk menghadirkan sikap sabar dalam menghadapi setiap cobaannya berdasarkan petunjuk di dalam Al-Quran maupun hadits Rasulullah.

Menerima Kehendak-Nya

Berusaha keraslah untuk tetap menjaga kestabilan iman dan keseimbangan jiwa saat badai kehidupan menerpa. Pandanglah setiap pergerakan dinamika kehidupan kita seperti sedang menikmati film inspiratif yang menegangkan sekaligus menyenangkan karena kita yakin bahwa setiap berakhirnya satu dinamika hidup maka akan dilanjutkan dengan plot baru yang akan memberi warna baru pula dalam suasana kejiwaan kita. Begitulah cara Allah mengajarkan kita tentang warna-warni kehidupan sekaligus mengarahkan kita untuk memahaminya kemudian menerimanya dengan ikhlas. Telah menjadi sebuah sunnatullah bila hidup manusia bergerak secara dinamis, ibarat kurva grafik yang selalu naik turun. Seperti silih bergantinya siang dan malam, maka demikian pula dinamika kehidupan manusia yang akan mengalami silih bergantinya duka dan bahagia, kemenangan dan kekalahan, serta kesulitan dan kemudahan. Terhadap setiap masalah dalam hidup kita maka hadapi, hayati dan nikmatilah.

Mengharap-Nya

Jadikan hanya Dia tempat kita mengadu, memelas, dan meminta. Jangan berharap dari selain-Nya. Kalaupun ada yang menjadi sebab jalan keluar maka itu hanyalah perantara. Dia-lah pemberi masalah dan Dia pula pemberi jalan keluar. Dia menghadirkan duka dan Dia pula yang menghadirkan bahagia. Dapatkanlah perhatian Allah dengan tangismu dalam doa. Hindari meratapi nasib, apalagi mencacinya. Jangan membuat-Nya murka dengan bergantung pada selainnya seperti dukun, penguasa, kuburan, matahari, lautan, pegunungan, ramalan paranormal, atau unsur apapun itu yang hanya akan memberi tipuan dan masalah baru bahkan tak dapat meberi apapun. Jadikan Allah sebagai tempat bersandar ketika jiwa kita letih. Jadikan Dia tempat bergantung ketika kita ingin bangkit dari kejatuhan. Berbesar jiwalah dengan berharap selalu keridhaan-Nya di setiap ujung harapan kita.

Berbagi Titipan-Nya

Kebahagiaan sejati bukan pada saat kita menerima sebuah nikmat, tetapi ketika kita dapat berbagi apa yang ada di atas telapak tangan kita. Semua nikmat yang ada dalam kekuasaan kita berstatus sebagai titipan. Ada saatnya nanti ketika titipan itu harus berpindah tangan. Bila kita tak dapat memberi harta, maka ilmu bisa dibagi. Jika kita tak bias berbagi ilmu, maka senyumpun bisa kita tebarkan. Namum seringkali manusia terjebak dengan kebekuan jiwanya saat tertimpa cobaan. Jiwanya tak sanggup memberikan dorongan positif saat hati terasa galau. Keadaan itulah yang menjadi penyebab makin menyempitnya dada, padahal yang kita butuhkan adalah kelapangan hati untuk menampung beban-beban masalah jiwa kita. Ketika kita dapat menghilangkan satu kesulitan dan mengukir gurat bahagia di wajah saudara kita maka itulah momen di mana kita dapat merasakan kebahagiaan sejati. Ketika seorang manusia kelaparan berhari-hari dan kitalah yang memberinya makanan, maka bayangkanlah perasaan kita saat menatap wajahnya saat ia makan dengan lahapnya. Rasa bahagia itulah yang memberi efek sensorik hingga hati kita terasa lapang. Betapapun besarnya masalah yang kita hadapi niscaya dapat tertampung di dada ini bila hati dan jiwa kita lapang. Sikap berbagi itu pulalah yang akan menjadi semacam rayuan kepada sang khaliq untuk meminta jalan keluar darinya atas kesusahan kita juga.

Mengingat-Nya

Shalat adalah sarana paling efektif untuk mengingat Allah (dzikrullah). Kecemasan, ketakutan, frustasi, kesedihan adalah keadaan-keadaan jiwa yang membuat hati kalut dan rentan terhadap godaan-godaan setan. Dalam kepanikan hatinya, manusia terkadang sering mengikuti pikiran pendeknya hingga terjerumus pada kebinasaannya. Saat manusia dalam keadaan yang selemah itu, maka dia membutuhkan Allah sebagai penguatnya. Obat bagi setiap hati yang panik dan kalut adalah dzikrullah, mengingat Allah dengan hati dan pikirannya. Allah telah berjanji melalui firman-Nya:

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah (dzikir). Ingatlah, dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du:28).

Jika hati masih tetap galau maka berintrospeksilah, barangkali masih ada yang membuat-Nya murka kepadamu. Bersihkanlah lambungmu dari zat-zat yang haram dengan memperbanyak istighfar, musnahkanlah benda-benda sakti dan kramat yang menguasaimu selama ini, putuskanlah hubunganmu dengan manusia ‘mandraguna’ dan jin yang menjadi langgananmu di setiap masalahmu dan segeralah bertaubat.

Berhasanah Atas Nama-Nya

Musibah datang saat kau sedang giat-giatnya beribadah. Dengan serta merta kau merasa ada ketidakadilan. Mengapa bukan mereka yang tak pernah shalat dan suka berbuat zhalim itu yang ditimpa musibah?

Itulah salah satu perbuatan buruk sangka kita kepada Allah. Padahal sikap yang seharusnya kita kedepankan sebagai refleksi iman kita kepada-Nya adalah husnuzhan.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Begitupun perbuatan buruk lainnya yang berpotensi ada dalam diri kita, maka kita harus terus menguatkan tekad untuk senantiasa menghidupkan segala potensi kebaikan diri kita sebagai bentuk perlawanan terhadap potensi buruk itu.

Berserah Diri Pada-Nya

“(yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal”. (QS. An-Nahl: 42)

Puncak dari setiap amal kesabaran adalah tawakkal. Jika orang-orang yang sabar dibersamai oleh Allah, maka pada puncak tawakkalnya Dia memperolah curahan rahmat Allah dalam bentuk nikmat dunia. Itulah makna basysyirish shobiriin (berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar) pada QS. Al-Baqarah : 155. Mereka juga memperoleh kesudahan yang berupa nikmat di akhirat:

“(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu”. (QS. Ar-Ra’d: 23).

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Guru Madrasah

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization