Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Meluruskan Makna Sulit di Era Global

Meluruskan Makna Sulit di Era Global

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: wallpapersad.com)
Ilustrasi. (Foto: wallpapersad.com)

dakwatuna.com – Sulit bukanlah proses yang menghambat untuk menyelesaikan hafalan Al-Quran, toh banyak orang-orang asing non arab yang fasih berbahasa arab dan mampu menghafal Al-Quran, bahkan di seberang sana orang orientalis mereka mampu menghafal kitab suci umat Islam, menghafal banyak hadist dan banyak menerbitkan buku-buku berbahasa arab termasuk kamus arab-inggris, kamus hadist dan yang lebih mengejutkan lagi karya besar mereka banyak dipelajari di Universitas Islam ternama di Timur Tengah dan dunia Islam pada umumnya. Yang menjadi berat adalah proses mengulang hafalan dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran.

Sulit bukanlah mengikuti pelbagai psikotes untuk bisa lulus guna mendapat formasi pekerjaan di pemerintahan atau swasta, toh ada dari mereka yang bisa lulus ujian kendati jarang bergelut dengan soal-soal psikotes, bahkan mereka lulus dengan hasil yang memuaskan, hal ini tidaklah aneh, yang mengherankan adalah lulus tapi lewat jalur khusus atau lebih populer dengan istilah “KKN”.

Sulit bukanlah menguasai banyak bahasa asing, toh banyak orang yang pandai menguasai bahasa resmi PBB, apalagi di negeri ini banyak bahasa daerah dari aceh hingga papua yang jumlahnya mencapai ratusan dialek, jika bahasa daerah saja dihitung sudah berapa bahasa yang kita kuasai, minimalnya kita mampu menguasai lima bahasa.

Sulit bukanlah sukses dalam berbisnis, toh banyak orang-orang yang tak mampu bisa menjadi jutawan dengan modal keberanian dan fokus dalam segala usahanya, yang penting mau bergerak dan memperbanyak jaringan maka siapapun akan sukses.

Sulit bukanlah bisa mencapai gelar akademik tertinggi hingga program doktor, toh di negeri ini banyak orang pintar yang mampu lulus S3 pada usia belia baik lulusan dalam negeri maupun luar negeri, kendati negeri ini belum pandai memberi penghargaan kepada para ilmuan, entah kenapa para ilmuan di negeri ini seperti orang asing, adapun kendala masyarakat adalah dalam perkara birokrasi dan administrasi untuk bisa melanjutkan sekolah dan bukan pada kemampuan intelektualnya.

Sulit bukanlah bisa pergi haji atau umroh, toh hampir tiap hari kita dapati di bandara-bandara dipenuhi oleh Jemaah yang hendak umroh dan sebagaimana kita ketahui untuk bisa pergi haji jalur reguler atau via pemerintah antriannya begitu lama karena kuotanya sudah penuh bahkan harus menunggu sampai 10 tahun, lain urusannya jika berangkat via ONH Plus bisa 2 sampai 5 tahun baru bisa berangkat, ini menunjukkan banyak dari kita yang mampu pergi ke tanah suci bahkan bisa berkali-kali, terlalu dini kalau menyatakan Indonesia adalah negara miskin.

Sulit bukanlah bisa dikenal banyak orang, toh di zaman serba instan ini siapapun bisa menjadi pesohor, modalnya cukup dengan membuat sensasi, memberi argumen-argumen nyeleneh, masuk partai politik, bergabung dengan ORMAS/LSM tertentu atau memang benar-benar layak untuk menjadi pesohor karena prestasi, bakat dan talentanya, anehnya banyak dari kita lebih memilih jalur sensasi untuk bisa dikenal kendati hanya sementara dan tidak akan bertahan lama seiring dengan kebosanan masyarakat terhadap sensasi itu sendiri.

Apapun jenis capaian duniawi, jika kita mau perhatikan, semuanya tiada yang sulit, semua urusan dunia atau mimpi-mimpi besar manusia sejatinya bisa dicapai dengan mudah kalau niat dan usahanya juga seimbang. Pada hakikatnya siapapun yang bekerja keras akan Allah Ta’ala sampaikan pada tujuan mereka, kendati maksud dan tujuan yang hendak dicapai berorientasikan kepada ambisi personal dan kenikmatan duniawi semata, sedikitpun Allah Ta’ala tidak akan mengurangi hasil dari jerih payah mereka. Tengoklah Qorun salah seorang kaum nabi Musa ‘alaihi assalam’ yang katanya sukses hidup di dunia karena kekayaannya yang begitu melimpah ruah sebagai contoh nyata. Tak heran jika ditemukan benda berharga di dasar laut atau terpendam di dalam tanah disebut dengan “harta karun” atau harta milik si Qorun, walaupun penamaan ini tidaklah dalam arti yang sebenarnya.

Yang perlu kita garis bawahi sebagai sebuah teori normatif adalah tiada manusia yang terlahir pintar di dunia ini, yang ada adalah manusia yang malas. Bahkan ada sebuah pepatah bijak mengatakan janganlah malas sebelum pintar, boleh malas kalau sudah pintar tapi alangkah sayangnya tiada orang pintar yang malas. Karena orang yang biasa saja tapi rajin dan mau belajar sejatinya bisa mengalahkan orang yang pintar tapi malas.

Orang pintar malas dengan rutinitas yang membosankan sehingga mereka membuat hidup menjadi lebih bergairah dengan terobosan dan inovasi adapun orang yang bakal gagal adalah mereka yang rajin dengan hidup bersama kemalasan tanpa ide, gagasan dan kebutuhan. Karena orang hidup pastilah mempunyai kebutuhan sedangkan orang yang tak mempunyai kebutuhan adalah orang yang sakit.

Lalu apakah hal yang tidak mudah itu?

Sulit atau tidak mudah adalah menjadi manusia yang takut kepada Allah Ta’ala (baca : shalih), takut dalam arti yang sebenarnya. Begitu tidak mudahnya untuk menjadi pribadi-pribadi yang sukses dalam urusan duniawi tapi juga memiliki akhlak yang mulia, kenapa demikian?

Karena niat dan usaha kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang baik bisa saja terhalang atau terhambat oleh keadaan yang kurang soleh mulai dari buku bacaan, tontonan, lingkungan tempat tinggal/lingkungan kerja maupun teman bergaul, bahkan setiap hari kita bisa saja dengan mudah jatuh ke dalam lubang maksiat kecuali manusia pilihan Allah Ta’ala yang hatinya senantiasa takut kepada-Nya. Adapun ujian yang begitu berat bagi umat Muhammad khususnya di era global adalah fitnah/ujian wanita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita. (Muttafaq ‘alaihi)

Lalu bagaimana dengan kita yang lemah ini, paling tidak hal yang sering kita lalaikan di dalamnya adalah sulit untuk menundukkan pandangan kepada lawan jenis, tak terkecuali para kyai dan santri yang notabenenya belajar ilmu-ilmu keagamaan, mereka yang bergelut di dunia sains dan humaniora, kaum tua dan muda serta masyarakat pada umumnya, selama bernama” manusia” mereka pasti akan bertemu dan bergesekan dengan yang namanya ujian dan syahwat duniawi, tiada satu orangpun yang bisa menghindar apalagi jika manusia itu mengaku beriman kepada-Nya, maka semakin besarlah ujian yang akan diterimanya, oleh karenanya janganlah kita mudah mengaku beriman di hadapan halayak ramai sedang hidup selalu dihadapi dengan penuh keluh kesah, kegalauan dan menjadi sahabat Iblis/Syaitan saat bersendirian, orang yang benar-benar beriman hatinya akan selalu tenang dan mantap dalam menjalani kehidupan yang penuh lika liku, sedikitpun mereka tidak kawatir akan kehidupannya di dunia apalagi harus bersedih hati. Itulah ciri nyata dari orang yang beriman.

Maka sangat wajar di dalam surat An-Nuur ayat 31 perintah untuk menundukkan pandangan disertai ajakan untuk bertaubat bagi setiap mukmin, ini menunjukkan hubungan yang erat antara perilaku kita dengan perintah bertaubat karena diantara dosa yang paling sering dilakukan oleh manusia adalah lalai dari perintah Tuhan untuk senantiasa menjaga atau menundukkan pandangan.

Di era modern kita seringkali kesulitan membedakan antara kebutuhan primer dan sekunder, tanpa disadari kita sering terjebak dengan urusan-urusan sekunder yaitu kebutuhan yang bersifat hasrat duniawi yang kadang memberatkan pikiran dan pundak kita, dibutuhkan sedikit saja kecerdasan dan sudut pandang yang luas dalam menatap dunia yang sebenarnya amatlah sempit. Anehnya banyak manusia yang senang dengan hal-hal yang mereka kira sulit padahal itu sangatlah mudah.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA) & PIMRED di www.infoisco.com (kajian dunia Islam progresif)

Lihat Juga

Istighfar Melapangkan Kesulitan

Figure
Organization