Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kekuatan Nurani

Kekuatan Nurani

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Nurani; sepatah kata yang tak terdeskripsi, tapi kebermanfaatannya terasa di sanubari. Nurani; sepatah kata yang dianggap remeh oleh para pengaggum intuisi, tapi toh realitas hidup pada akhirnya menuntut mereka untuk mengakui. Nurani; cahaya terang kepemimpinan yang selalu berenergi, bagi mereka yang percaya pada kekuatan ilahi.

Hati nurani tidak selalu lahir pada orang yang berkarakter melankolis. Karena nurani bukan masalah karakter, tetapi masalah kepekaan manusia terhadap cahaya kebenaran Allah. Apalagi cahaya kebenaran tidak hanya bisa diukur oleh logika. Tidak boleh juga hanya ditentukkan oleh para alim (orang yang berilmu), ataupun para cendikiawan saja. Karena memang itu terlalu sempit. Tapi nurani merupakan hal yang cakupannya luas dan bersifat anugerah, di mana cahaya kebenaran selalu bersamanya. Karena faktanya, hati nurani lah yang banyak menjawab pilihan manusia; ketika kebenaran berada pada zona abu-abu. Yang tak lain, karena keterbatasan ilmu.

Kekuatan nurani sudah dicontohkan oleh tokoh besar nasional, sekaligus tokoh besar umat Islam Indonesia. Dialah Prof. Amien Rais. Pondasi kepribadiannya yang kokoh, membuat banyak orang yang mengatakan beliau tergolong ‘gila’ dan nekad. Apalagi pada manuver politiknya, yang bagi sebagian orang dianggap terlalu berani. Dan seringkali mengancam jiwanya sendiri.

Pada dasarnya Amien Rais ialah seorang intelektual. Sebagian besar hidupnya, dihabiskan pada kegiatan belajar mengajar. Ini jelas terlihat pada karir intelektualnya, yang merintis dari seorang mahasiswa hingga menjadi dosen. Ditambah lagi titelnya yang sudah bergelar professor. Memang Amien Rais diidentikkan pada 2 keilmuannya yang dominan:yaitu ilmu politik global dan ilmu agama. Berangkat dari ‘dalil’ inilah yang membuat banyak orang menhormatinya dengan gelar; tokoh agama dan tokoh nasional.

Amien Rais turun ke pentas politik bukan karena ambisi pribadi. Tapi keadaan lah yang menuntutnya untuk turun. Latar belakang intelektualnya yang mapan, membuat beliau pantas digelari intelektual muslim. Sehingga dunia politik bukanlah karakter aslinya. Tapi bakat kepemimpinan yang kuat, dibarengi kepedulian sosial yang tinggi; membuatnya merasa memiliki tanggung jawab atas ketidaksehatan roda pemerintahan yang ada.

Lihat bagaimana aksi Amien Rais saat menjadi arsitektur peristiwa reformasi 98’. Di saat kepemimpinan Soeharto dirasa sudah tidak sehat lagi, maka Amien Rais bergerak untuk segera menurunkannya. Begitu juga dengan kepemimpinan Gus Dur. Amien Rais menjadi pengusung poros tengah, agar Gus Dur menjadi presiden pada awalnya. Karena Gus Dur saat itu dirasa paling mewakili emosi seluruh rakyat Indonesia. Poros tengah juga dibuat, sekaligus untuk mengikis stigma kesenjangan antara NU dan Muhammadiyah. Tapi saat Gus Dur sudah dirasa tidak sehat, Amien Rais pula lah yang menurunkannya.

Semua keteladanan itu berdasarkan nurani. Karena nurani seringkali tidak bisa dimasukkan akal sehat, tapi kebenaran abadi yang dibawa harus diperhitungkan. Dan nurani juga terkadang memilih untuk menjauhi kawan yang kita sayangi. Seperti yang dilakukan Amien Rais. Bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk mengoreksi dan mengingatkan. Karena hakikat nurani ialah; kebenaran yang hakiki, kebaikan yang abadi, dan kepemimpinan yang diridhai. Seperti sabda rasul “ istafti qolbak !”. mintalah fatwa ke dalam hati. Karena berasal dari motif hati nurani-lah segala keputusan seorang pemimpin itu bisa berjalan sebagaimana mestinya, walaupun orang lain sulit untuk menerimanya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization