Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Tersebab Engkau Adalah Ummahat

Tersebab Engkau Adalah Ummahat

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (ping.busuk.org)
Ilustrasi. (ping.busuk.org)

dakwatuna.com – Membincangkan topik wanita memang tiada habisnya. Ia ditakdirkan berpasang-pasang persanding kaum adam. Kelak ialah yang berpengaruh besar membentuk suatu generasi dalam sebuah keluarga. Bila ditilik dalam kehidupan rumah tangga; peran suami adalah sebagai pembentuk visi, misi, pengarah impian sedang istri adalah eksekutornya. Untuk itulah wanita memiliki peran yang sentral. Seyogyanya tak boleh bertindak semau gue, tapi renungkan bahwa kelak ia akan menjadi pendidik bagi anak anaknya.

Kenanglah bagaimana ismail dan Ibunda Hajar yang ditinggalkan Nabiyullah Ibrahim di tempat tak bertanam dan tak bertuan. Sang kholilullah berjibaku melawan rasa cinta pada istri dan darah dagingnya sendiri. Rasa cintanya terkalahkan pada rasa cinta pada sang pemilik semesta. Andaikata episode ini hadir pada abad 21 sekarang tentunya akan banyak wanita yang bermuram durja. Melanggar HAM lah, tak bertanggung jawab lah, lelaki pengecut lah atau mungkin KDRT. Aktivis perempuan akan turun ke jalan untuk meneriakkan perlawanan dengan slogannya yang terindah yakni EMANSIPASI. Tuntutan kesetaraaan gender yang semata bertentangan dengan naluri kemanusiaan belaka. Dan merupakan sunnatullah semua hal yang bertentangan dengan naluri kemanusiaan akan hancur dengan sendirinya. (Sayyid Qutb “Ma alim Fii athariq”)

Menyimak perjuangan perjuangan Sang Nabi dengan Ibunda Hajar dan Ismail akan kita dapati peristiwa besar yang kelak menjadi peneguh dalam kehidupan rumah tangga kita. Cobalah bayangkan sejenak diri kita menjadi Ibunda Hajar. Bagaimana suasana kebatinan yang dirasakan kala itu? Mengapa ia tak berucap “Pantas saja kau lakukan ini, mungkin kau ingin bersenang senang dengan istri mudamu”. Ada yang mengatakan bila setengah ketampanan itu diberikan pada Nabiyullah yusuf maka setengah kecantikan akan diberikan pada Sarah – istri pertama nabiyullah Ibrahim. Seandainya beliau Ibunda Hajar mengatakan hal demikian pun, sebagai rasa kemanusiaan kita akan bersimpati kepadanya. Namun Allah SWT menjaga tutur katanya yang mulia.

Nabiyullah Ibrahim tak kuasa menyampaikan perintah Tuhan ini pada istrinya. Ia tinggalkan dan berbalik arah tanpa mengucap sepatah katapun. Ibunda hajar hanya bisa pandangi di tengah kebingungan yang melanda. Sayup sayup sosok ibrahim menjauh hanya terlihat bayang bayangnya hingga kaki Hajar bergegas mengejar. Tergopoh gopoh sempoyongan berlari di atas tandus gurun pasir sambil membawa bayi ismail yang masih merah. Ia berujar “Kenapa kau tinggalkan kami wahai Ibrahim?” Ia hentikan langkahnya remuk redam hatinya tak kuasa memandang wajah teduh itu, lantas nabiyullah ibrahim melanjutkan langkah tanpa berucap sedikitpun. Kejadian ini berulang hingga tiga kali.

Dengan segenap kekuatannya ia kejar sang suami, meski sesekali terjerembab dalam lautan padang pasir yang sunyi. Kali inipun Ibunda Hajar mengganti tanyanya “Apakah ini perintah Tuhan untukmu?” Berbaliklah sosok penuh wibawa itu, dipegang tangannya, ditatap kedua matanya seraya berkata dengan lembut “Betul ini adalah perintah Allah SWT”. Maka ditepislah kedua tangan nabi Ibrahim kemudian menggucap suatu kata yang akan dikenang oleh manusia hingga saat ini.

Kata agung yang menjadi kalimat ketuhanan terindah sepanjang kehidupan. “Bilakah ini perintah Allah SWT niscaya DIA tidak akan menyia-nyiakan kami.” Begitulah episode indah yang terkenang sepanjang masa. DIA pemilik kehidupan telah menuntun Ibunda Hajar untuk memilih kata kata yang mulia. Ia kalahkan ego individual seorang wanita meninggikan Allah di atas segalanya. Terlebih pula beliau adalah seorang Ummahat. Kelak kata kata indah yang meluncur dari lisan mulianya akan menemani Ismail dalam tumbuh kembangnya. Kata katanya adalah mentari yang merasuk ke dalam jiwa yang jernih. Ismail tumbuh menjadi sosok pemuda yang kuat berhati putih. Hingga Allah memilihnya menjadi seorang nabi penerus risalah samawi.

Kita mengambil banyak pelajaran dari kisah mulia di atas. Teruntuk para sosok yang kan menjadi ibu bagi anak anaknya. Sungguh engkau akan menjadi pendidik generasi. Tak elok kau tebar kata yang tak baik untukmu. Tersebab engkau adalah ummahat yang kan menyinari jiwa anakmu dengan kata mulia. Tersebab engkau adalah ummahat yang kan pancangkan pengaruh kebaikan dalam sosok putra tercinta. Berpredikat sebagai ummahat maka dirimu kan menjadi sempurna karenanya.

*Dari yang mengagumimu karena-NYA.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Praktisi manajemen, analis perusahaan manufaktur dan tambang. Mempunyai minat yang besar pada dunia menulis & Sastra

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization