Topic
Home / Berita / Profil / Faris Jihady Hanifa, Terlahir dari Keluarga Qurani

Faris Jihady Hanifa, Terlahir dari Keluarga Qurani

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
(Irhamni Rofiun)
(Irhamni Rofiun)

dakwatuna.com – Faris Jihady Hanifa adalah putra kedua dari pasangan Mutammimul Ula dan Wirianingsih. Faris menjadi penghafal Al-Quran saat usianya masih 10 tahun. Ia mendapatkan predikat mumtaz sebagai penghafal Al-Quran.

Faris meraih sertifikat Sanad Syathibiyah dalam bacaan Hafsh dari Aashim. Prestasi ini didapat tidak lebih dari tiga bulan. Ia berhasil menuntaskan setoran hafalan Al-Quran di hadapan Syekh Hasan Awaajiy, di sebuah masjid kecil bilangan kompleks Perumahan Dosen King Saud University, Riyadh.

Prestasi ini dianggap sebagai salah satu prestasi luar biasa. Faris dianggap sebagai penjaga sanad, penjaga Kitabullah di tanah Nusantara. Pada waktu itu, Faris tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah di King Saud University (Kini, Faris sedang menyelesaikan Tesisnya pada jurusan Al-Quran dan Sunnah di Universitas yang sama).

Faris juga terpilih sebagai ketua Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia cabang Riyadh. Tentu, prestasi membanggakan ketika ia masuk menjadi rawi (pemegang sanad) pada urutan ke-31. Syekh Hasan pada urutan ke-30. Faris mendapatkan predikat pemegang sanad Makkah (pemegang sanad urutan ke-29) dan dari seorang syekh lain. Dr. Nabil mendapatkan predikat rawi dari Syekh Bakri ath-Tharabiisy di Syiria (rawi urutan ke-28). Syekh Bakri dianggap sebagai pemegang sanad tertinggi di dunia saat ini.

Tidak berhenti sampai disini, Faris berencana mengambil Sanad Thayyibatun Nasyr dalam bacaan (qiraah) Hafsh dari Aashim. Kedua sanad ini memiliki perbedaan. Perbedaannya terletak dalam hal bacaan mad (panjang dan pendek bacaan), khususnya madd jaa-iz munfashil.

A. Keluarga Qurani

“Suami bertugas menyediakan rumah dan istri bertugas mengisinya. Suami berkewajiban mencari nafkah dan istri berkewajiban mengelolanya. Suami bertugas memimpin istri dan anak-anaknya, sedangkan istri dan anak-anaknya wajib mematuhinya dalam koridor Al-Quran. Suami dan istri sudah memiliki tugas masing-masing untuk meraih cita-cita yang sama: ridha Allah.” Inilah ungkapan Ibu Wirianingsih.

Orang tua adalah teladan sempurna bagi anak-anaknya. Orang tua yang menentukan iklim keluarga. Kenyamanan di dalam rumah diciptakan oleh orang tua untuk anaknya. Dari sanalah pendidikan pertama didapatkan oleh seorang anak dari orang tuanya.

Keluarga Faris dikenal sebagai keluarga yang Qurani. Mereka membiasakan kegiatan membaca Al-Quran bagi putra dan putrinya. Faris dan saudaranya terbiasa diperdengarkan lagu-lagu islami, kaligrafi, dan mencipta lingkungan nyaman bagi anaknya sehingga betah mempelajari ilmu agama kepada orang tuanya.

Ibunda Faris, Wirianingsih memiliki sebuah komitmen bahwa jika menginginkan anak-anak yang cerdas, maka harus dimulai dengan menjadi ibu yang cerdas. Menjadi ibu cerdas merupakan cita-cita bagi seorang perempuan yang memahami arti kehidupan. Waktu yang tersedia bagi kehidupan seseorang sudah dijatah oleh Sang Maha Pencipta. Tidak lebih dan tidak kurang. Maka, penting bagi kita menata waktu sebaik-baiknya agar tidak ada satu hal yang terlewat dalam kehidupan. Semua hendaknya diniatkan untuk semata mengabdi pada-Nya. Jadikan setiap waktu ‘gaul’ kita dengan siapa pun hendaknya berkualitas tinggi, termasuk berinteraksi dengan anak-anak kita.

Tugas seorang ibu sebenarnya hanyalah ‘mengantarkan’ agar anak memiliki kemampuan mengarungi samudra kehidupan yang terbentang luas dengan segala tantangan dan peluangnya.

Dalam kehidupan berkeluarga, kedua orang tua Faris memiliki tugas yang sama. Orang tuanya memberikan aturan yang mengikat kepada setiap anaknya. Mereka memberikan bimbingan dan arahan kepada Faris dan saudaranya agar berhati-hati dalam pergaulan dan tidak terpengaruh kebiasaan buruk yang dibawa temannya. Oleh karenanya, di rumahnya orang tua Faris tidak menyediakan televisi. Kedua orang tuanya benar-benar mendidik Faris agar ia menjadi insan yang baik, insan yang memahami ajaran agama dengan baik.

Proses ini mereka tanamkan sejak di rumahnya. “Rumahku surgaku” adalah simbol yang tepat untuk menggambarkan kehidupan keluarga Faris. Lingkungan yang islami tercipta di dalamnya. Anaknya dibiasakan membaca Al-Quran, diajak shalat berjamaah, diajarkan shalat sunnah, dan lain sebagainya. Penciptaan suasana semacam ini sangat penting agar ketika anak telah dewasa ia masih memegang kebiasaan yang ada di dalam rumahnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, hubungannya dengan tanggung jawab, keluarga Faris menetapkan sistem keseimbangan. Artinya, tidak ada dikotomi peran dalam mengajarkan dan membimbing anak dalam hal agama. Seorang suami atau istri sama-sama berkewajiban mengajarkan anaknya nilai agama.

Tanggung jawab mendidik bukan semata ada pada istri. Tanggung jawab suami bukan hanya ada pada mencari nafkah. Suami istri sama-sama berkewajiban mendidik anak, bahkan tugas suamilah yang lebih berat. Dalam literatur Islam pun telah banyak dijelaskan tugas dan kewajiban seorang suami yang sangat berat.

B. Menumbuhkan Cinta Al-Quran

Wirianingsih adalah super mom yang mencetak anaknya menjadi penghafal Al-Quran telah menanamkan kecintaan pada Al-Quran sejak masih dalam kandungan. Wirianingsih selalu membaca Al-Quran setiap habis shalat ketika sedang hamil. Begitu pula dengan suaminya, Mutammimul Ula. Sebagai kepala keluarga, ia selalu membaca Al-Quran selepas shalat.
Ketika anaknya lahir, mereka menciptakan lingkungan yang membuat anaknya mencintai Al-Quran. Di rumahnya itu, tidak ada celah bagi anaknya untuk berpaling dari pemahaman agama. Faris telah menjadi anak yang diajarkan langsung oleh ibunya. Ibunya memperdengarkan bacaan Al-Quran secara murattal.

Sejak kecil, orang tua Faris telah mengenalkan Al-Quran sebagai pegangan hidup. Orang tuanya mengenalkan nilai-nilai Al-Quran sejak usia dini. Pengenalan nilai Al-Quran sejak usia dini akan berguna bagi anak untuk menumbuhkan rasa cinta pada Al-Quran dan agama Allah.

Pengenalan terhadap Al-Quran sejak usia dini akan membiasakan seorang anak berinteraksi dengan kitab suci hingga mereka dewasa. Sejak kecil, Faris telah diajarkan keutamaan dan manfaat menghafal Al-Quran. Pengajaran ini dianggap sebagai jalan untuk membentengi diri dari pengaruh buruk lingkungan.

Ketika lingkungan telah dicipta secara Qurani, sang anak pun akan terbiasa dengan bacaan-bacaan Al-Quran. Dengan sendirinya, mereka akan mengikuti pola relasi dan interaksi yang ada di dalamnya. Penanaman dini inilah yang menjadi kunci keberhasilan Faris menjadi penghafal Al-Quran. Faris dinobatkan sebagai penjaga sanad tidak lepas dari kecintaan orang tua pada Al-Quran yang ditularkan kepada Faris.

Al-Quran adalah kunci meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan mendasari setiap gerak dan langkah pada ajaran mulia yang terkandung dalam Al-Quran, maka setiap umat akan sanggup menghadapi tantangan sekaligus menyelesaikan segala macam permasalahan. Menghafal Al-Quran akan memiliki banyak manfaat bagi sang anak. Al-Quran mampu membentengi jiwa mereka agar tetap menjadi umat yang beriman.

Penanaman cinta terhadap Al-Quran dilakukan orang tua Faris salah satunya dengan cara memberikan reward kecil ketika anak-anaknya berhasil menghafal Al-Quran. Kedua orang tua Faris memahami betul dunia anak. Mereka berhasil mengambil celah dunia anak dengan menanamkan nilai-nilai agama. Orang tua Faris benar-benar menjadikan Faris sebagai penjaga sanad Al-Quran.

C. Jalan Menghafal Al-Qur’an

Kecintaan Faris terhadap Al-Quran telah terlihat sejak masih kecil. Ia terbiasa mengikuti gaya ibunya yang membaca Al-Quran. Kebiasaan ini menjadi jalan bagi Faris untuk belajar menghafal Al-Quran. Kebiasaan yang melahirkan cinta pada Al-Quran telah memupuk Faris menjadi anak penghafal Al-Quran.

Sejak kecil, orang tua Faris telah terbiasa memperdengarkan murattal Al-Quran kepada Faris. Kebiasaan ini terus dipupuk kepada Faris. Hingga pada suatu waktu, Faris berhasil menirukan bacaan ayat Al-Quran yang dibaca ibunya, walau pun hanya bersifat sepotong-sepotong.

Melihat perkembangan anaknya yang luar biasa, kedua orang tua Faris semakin optimis mengajarkan hafalan Al-Quran. Semangat orang tua yang diikuti kecerdasan Faris membuatnya cepat menguasai bacaan Al-Quran. Faris berhasil menguasai qiraah jilid lima. Memperdengarkan lewat audio atau murattal menjadi metode yang sangat jitu, karena banyak anak suka bermain. Dalam kondisi inilah, anak bermain sambil diajak mendengarkan bacaan Al-Quran.

Kebiasaan mendengarkan ayat-ayat dibaca orang tuanya memudahkan Faris dalam menghafal Al-Quran. Karena, dengan sering mendengar ayat yang akan dihafal, membuat seorang anak terbiasa mendengar lafazh-lafazh atau kata-kata yang ada di dalam surat tersebut dan kita pun menjadi kenal dengan lafazh-lafazhnya.

Faris terbiasa mendengarkan bacaan murattal sebanyak dua kali dan menirukannya berkali-kali hingga bisa. Orang tuanya hanya mengawasi dan mengoreksi kalau terjadi kesalahan baik bacaan atau tajwidnya.

Metode selanjutnya adalah pengajian rutin setelah Maghrib. Kesibukan yang dimiliki kedua orang tuanya tidak sampai membuat lupa mengajarkan Al-Quran. Kedua orang tuanya menjadwalkan Maghrib sebagai waktu pengajian. Faris mengaji secara rutin kepada kedua orang tuanya sehabis Maghrib. Kegiatan ini berlaku kepada seluruh anak-anak dari Mutammimul Ula dan Wirianingsih. Kegiatan ini menjadi media pendidikan yang sangat efektif bagi Faris dalam menghafal Al-Quran. Kebiasaan yang diajarkan orang tuanya mengaji setiap hari semakin menumbuhkan kesadaran untuk menjadi penghafal Al-Quran.

Metode berikutnya adalah menghafal Al-Quran setelah Subuh. Memilih waktu sangat penting dalam menghafal. Setiap orang memiliki waktu tersendiri dalam menghafal. Kedua orang tua Faris menggunakan waktu setelah Subuh sebagai media menghafal bagi anaknya. Waktu Subuh dianggap efektif, karena sang anak akan diajarkan belajar shalat berjamaah terlebih dahulu.

Waktu Subuh dijadikan sebagai media menghafal dan muraja’ah/mengulang hafalan yang telah selesai. Pengulangan sangat penting karena kalau anak terus menerus menghafal tiap lembar tanpa ada pengulangan, akan cepat lupa. Oleh karenanya, waktu Subuh dijadikan sebagai media menghafal dan mengulang hafalan. Intensitas menghafal hanya sebatas satu lembar per-hari. Ketika satu lembar hafal, keesokan harinya akan ditambah lagi dan seterusnya.

Berikutnya, mengajarkan keutamaan menghafal Al-Quran. Di dalam ayat atau hadis, banyak disebutkan tentang keutamaan menghafal Al-Quran. Dalam surat Al-‘Ankabuut dijelaskan:
وَمَا كُنتَ تَتْلُو مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ ۖ إِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ (48
بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ ۚ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ (49

“Dan, kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Quran) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan, tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami, kecuali orang-orang yang zhalim”. (QS. Al-‘Ankabuut [29]: 48-49).

Ada beberapa hadis yang menjelaskan tentang keutamaan tentang hafalan Al-Quran:
“Orang yang tidak mempunyai hafalan Al-Quran sedikit adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh”. (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas).

“Dari Buraidah al-Aslami Ra., ia berkata bahwasanya ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ‘Pada hari kiamat nanti, Al-Quran akan menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al-Quran akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya, ‘Apakah Anda mengenalku?’ Penghafal tadi menjawab, ‘Saya tidak mengenal kamu.’ Al-Quran berkata, ‘Saya adalah kawanmu, Al-Quran yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya, setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan.’ Maka, penghafal Al-Quran tadi diberi kekuasaan di tangan kanannnya dan diberi kekekalan di tangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat dibayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya, ‘Kenapa kami diberi pakaian begini?’ Kemudian dijawab, ‘Karena anakmu hafal Al-Quran.’ Kemudian, kepada penghafal Al-Quran tadi diperintahkan, ‘Bacalah dan naiklah ke tingkat-tingkat surga dan kamar-kamarnya.’ Maka, ia pun terus naik selagi ia tetap membaca, baik bacaan itu cepat atau perlahan (tartil).” (HR. Ahmad dalam Musnadnya)

“Siapa yang membaca Al-Quran, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, ‘Mengapa kami dipakaikan jubah ini?’ Dijawab, ‘Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Quran.” (HR. Hakim)

Pengajaran tentang keutamaan menghafal Al-Quran menjadi semakin penting dan menjadi media pelecut semangat anak agar terus meningkatkan kualitas hafalannya. Keutamaan tersebut dapat menjadi motivasi bagi seorang anak untuk terus menghafal dan memperbaiki kualitas hafalannya.

Kesadaran seorang anak akan terus meningkat dengan berbagai cerita hikmah atau ayat yang menerangkan keutamaan menghafal Al-Quran. Penanaman kecintaan yang telah dilakukan sejak dini pun akan sangat membantu meningkatkan kualitas hafalan.

Semoga Allah selalu memberikan keistiqamahan dan memberi hidayah untuk kita semua agar semakin mencintai Al-Quran serta mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya pada kehidupan sehari-hari. Aamiin.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Moderat, pecinta Al-Quran, suka menulis dan berbagi informasi, juga blogger mania.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization