Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Ibuku dari Palestina

Ibuku dari Palestina

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (hqdesktop.net)
Ilustrasi. (hqdesktop.net)

dakwatuna,com – Gaza.. Palestina..

Ya Allah, berita gencar-gencarnya zionis Israel yang menyerang Gaza dan Palestina dengan rentetan bom, rudal dan sebagainya itu kembali menerbangkan memoriku tentang sesosok ibu dari negeri para mujahid dan mujahidah itu.

Hari itu, subuh pertamaku di masjid Nabawi, di Kota Rasulullah, Madinah, dekat sekali dengan kekasihku itu. Subuh itu aku dan mama tidak mendapat tempat di depan. Akhirnya kami menempati tempat yang seadanya, di dekat pintu keluar. Kami beserta rombongan ibu-ibu dari travel perjalanan Umroh janjian pergi shalat subuh bersama.

Singkat cerita, selesai mengerjakan shalat subuh, aku mengeluarkan Al-Quran kecil dari dalam tasku. Mama dan rombongan lain juga masih tampak ingin berlama-lama di masjid. Aku buka Al-Quran tersebut, lalu aku mencari tempat bersender agar lebih nyaman, karena jujur, badanku masih lelah karena perjalanan dari Indonesia ke Madinah itu tidaklah dekat.

Baru saja hendak membaca basmalah, seorang ibu-ibu bertanya padaku dengan menggunakan bahasa Arab yang kurang lebih aku artikan “apakah saya boleh duduk di sini?” Lalu akupun tersenyum sambil mempersilakannya dengan kedua tanganku. Ibu itu mengusap kepalaku dan tersenyum.

Perawakannya tinggi dan besar. Menggunakan Gamis berwarna hijau tua dengan jilbab menutupi dada berwarna hitam. Ibu tersebut membawa tas usang berwarna hitam, yang terlihat sedikit lusuh di bagian depan.

Setelah memperhatikan sesaat, aku mulai membaca Al-Quran perlahan. Tidak disangka ibu tersebut mendengarku. Beliau kembali mengusap kepalaku sambil tersenyum. Lalu dia menepuk pundakku dan bertanya “Indonesia?”.

Aku pun menjawabnya sambil menganggukkan kepalaku. Lalu dia kembali berkata “Subhanallah”. Tanpa di duga-duga Ibu tersebut memelukku. Aku sampai kaget.

Lalu dia bercerita dengan antusias dengan bahasa Arab yang sama sekali tidak aku mengerti. Aku hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk. Seolah dia mengerti bahwa aku tidak bisa memahami apa yang dia katakan, dia lalu mengatakan “I love Indonesia. Indonesia good. Indonesia muslim is very good” dengan logat yang terbata-bata dan seadanya juga.

Lalu aku bertanya, “Where do you come from?” Ibu itu agak sedikit bingung.

Lalu aku kembali menjelaskan “I, Indonesia. You?”

Setelah itu ibu tersebut tersenyum sambil mengangguk “I Palestina”.

Aku pun kembali mengatakan “Subhanallah.. Indonesian muslim love Palestine”. Dan Ibu itu kembali berkata dengan arti “Ya, aku tahu, muslim di Indonesia sangat mencintai Palestina”.

Setelah pembicaraan itu, Ibu tersebut mengambil Al-Quranku. Dia menunjukkan baris pertama di sebuah halaman seolah bertanya “Apa dari sini kamu mulai membaca?”.

Aku pun mengangguk. Lalu dia mulai membaca dengan suara yang indah, perlahan dan makhraj yang sangat tepat. Lalu ibu itu mengayunkan tandanya seolah berbicara padaku agar aku mengikuti cara bacanya. Lalu aku mengikutinya. Setiap selesai aku mengikuti cara ibu itu membaca Al-Quran, Ibu itu selalu mengatakan “Subhanallah” sambil mengusap-usap kepalaku. Dan setiap ada cara bacaanku yang kurang tepat, ibu tersebut kembali mengulang bacaannya dengan lebih pelan dan menekankan di bagian yang aku salah membacakannya.

Tidak terasa tiga lembar aku habiskan pagi itu. Mama, adik dan ibu-ibu yang lain tidak berani menggangguku. Selesai membaca, ibu Palestina itu memelukku. Aku merasakannya, ada rindu dalam pelukkan itu. Ibu itu mengusap kepalaku dan mencium keningku seperti seorang ibu mencium kening anaknya.

Lalu dia berkata “I pray.. for Indonesia”. Lalu dia berdoa dengan air mata di kedua matanya. Aku terharu. Ibu itu baru bertemu denganku. Selesai berdoa, ibu itu kembali mengatakan, “You, pray.. for Palestina?”. Aku tersipu. Aku jujur mengatakannya dengan arti “Maaf, tapi saya tidak bisa bahasa Arab, dan hafalan doa saya masih sedikit”. Lalu dia berkata “Pray… just bahasa”. Aku mengerti di situ. Ibu tersebut memintaku berdoa dengan bahas Indonesia. Lalu aku berdoa. Aku tidak bisa menahan air mataku saat itu.

Selesai berdoa, aku berkata padanya “Ummi, Syukran. I love you. I love Palestina”. Lalu sekali lagi sebelum berpisah, ibu itu memelukku sambil berkata “I love you. Barakallah” lalu dia mencium keningku lagi.

Saat berpisah dan aku sudah sampai di hotel untuk sarapan, baru aku sadari, aku lupa menanyakan namanya, begitupun ia. Dan saat berita Gaza dan Palestina semakin memanas kini, yang bisa aku lakukan hanya berdoa.

Ummi… bagaimana kabarmu sekarang?

Semoga engkau selalu dalam keberkahan yang Allah limpahkan, padamu, pada Gaza, pada Palestina.

Mengenang cinta di Kota Rasulullah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Seseorang yang Cheerfull, suka menulis dan membaca, suka membaca Novel, suka Chocolate dan pink girls, Psychologist.

Lihat Juga

Opick: Jangan Berhenti Bantu Rakyat Palestina!

Figure
Organization