Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Istri Pertama Sang Lelaki

Istri Pertama Sang Lelaki

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (zastavki.com)
Ilustrasi. (zastavki.com)

dakwatuna.com – Perempuan itu melirik lelaki di sebelahnya. Lelaki dengan kacamata minus yang duduk menghadap laptop, kedua matanya asyik tertuju pada layar, sesekali senyum mengembang di wajahnya dan ketikan mengalir dari jari-jarinya. Perempuan itu kembali melirik kecil. Sebal!

Perempuan itu menghembuskan nafas pelan, sudah sejak setengah jam lalu ia duduk gelisah di sebelah suaminya. Pura-pura sibuk membaca, padahal ingin segera ia lempar buku di tangannya. Matanya berat, mengantuk, tapi tak enak beranjak duluan. Berapa usia pernikahannya, sepekan, ah… terlalu cepat untuk bosan.

“Belum ngantuk?” tiba-tiba suaminya memalingkan muka ke arahnya. Kedua bola matanya tertuju pada si perempuan.

“Eh, udah… eh, belum, nunggu Mas,” perempuan itu meringis salah tingkah. Lelaki itu tersenyum. Tuh kan, Tuhan… senyum suamiku memang manis.

“Kalo ngantuk tidur aja duluan,” lelaki itu berkata sambil menghadap laptop kembali. Fhiuuh, ke mana senyum lelakinya barusan?

Perempuan itu tak menjawab, mulutnya mengerucut lucu. Masak iya, dia harus jujur kalau ia masih takut dengan rumah kontrakan baru mereka hingga tak berani tidur sendiri. Apa kata suaminya nanti? Bukan takut tepatnya, hanya belum terbiasa, perempuan itu merasa belum nyaman di rumah itu. Ia kembali pada buku di tangannya, membahas hal-hal romantis para pengantin baru. Romantis apaan?

***

“Shadaqallahul ‘Azhim,” lelaki itu menutup mushafnya pelan sebelum meletakkannya di atas rak buku. Si perempuan buru-buru memalingkan muka, malu ketahuan sedari tadi memperhatikan tilawah suaminya.

“Habis subuh jangan tidur,” lelaki itu melewati istrinya yang masih duduk di sampingnya, beranjak ke depan, membuka laptopnya. Perempuan itu menghembuskan nafas, kesal. Laptop lagiiii… mau tidur, bangun tidur, selalu laptop yang diurusin.

“Mau minum apa Mas? Teh, kopi, susu?” perempuan itu akhirnya bertanya.

“Susu aja…” jawab si lelaki tanpa mengindahkan istrinya, matanya tertuju pada laptop di depannya.

Perempuan itu menghembuskan nafas pelan. Disodorkannya secangkir susu di samping laptop suaminya. Tanpa komentar dan ucapan apapun, lelaki itu menyeruput susunya sambil tetap menghadap laptopnya. Tanpa memandang si perempuan apalagi ucapan terima kasih. Apa sih yang bisa mengalihkanmu dari laptop, suamiku?

***

Hujan turun dengan deras begitu mereka sampai di rumah. Si perempuan buru-buru mengganti pakaiannya yang basah. Membuatkan minuman hangat untuk suaminya. Perjalanan panjang tadi benar-benar membuatnya lelah dan ingin istirahat. Langkahnya terhenti ketika mengantarkan secangkir teh untuk suaminya. Lelaki itu, masih dengan baju yang sebagian basah-jaketnya sudah dilepas sedari tadi- duduk sibuk menghadap laptopnya. Keningnya berkerut dan bergumam tak jelas. Ia benci pemandangan seperti itu belakangan ini. Laptop merebut sebagian waktu dan perhatian suaminya.

“Ganti dulu mas, ” ucapnya sambil meletakkan cangkir teh.

“Hemm, nanggung,” jawab suaminya pendek sambil lalu.

Si perempuan masih berdiri di sebelahnya, berharap mendapat sedikit saja perhatian dari suaminya.

“Kamu kalo ngantuk, tidur aja dulu,”

Sempurna sudah. Perempuan itu berbalik mengemasi air matanya yang hampir jatuh. Lebih baik tidur!

***

Hmm, ternyata cerita di novel-novel itu benar. Dan suamiku masuk kategori itu. lelaki yang istri pertamanya laptop. Perempuan itu bergumam sendiri, mengupas bawang merah sambil melamun. Mau protes rasanya berlebihan apalagi kalau pakai aksi demo kayak jaman kuliah dulu, engga deh, perempuan itu menggelengkan kepalanya cepat.

“Mikirin apa?” suaminya mendadak sudah di belakangnya.

“Enggak,” perempuan itu menjawab malas. Lelaki itu duduk di hadapannya, memandangi istrinya. Si perempuan cuma menunduk, hatinya masih kacau. Bawang merah di tangannya sudah selesai ia kupas, ia jadi kikuk sendiri.

“Sudah selesai?” perempuan itu mengangkat wajahnya, menemukan sepasang mata suaminya yang masih memperhatikannya, “ada yang ingin kutunjukkan,” lelaki itu menggandeng tangan istrinya, mendudukannya di kursi depan laptop, tempat favorit si lelaki.

“Maaf ya belakangan ini banyak mengacuhkanmu. Ada yang harus kukerjakan,” tangan si lelaki dengan cekatan membuka laptopnya. membiarkan si perempuan masih tertegun dengan kejadian barusan, tumben suaminya menggandeng tangannya. Bukankah setahunya, suaminya tak seromantis itu?

“Selamat milad istriku, novel ini kuhadiahkan untukmu. Insya Allah pekan depan sudah terbit,” draft novel dengan sampul warna hijau muncul di depannya. Mengalihkan perhatian si perempuan dari hatinya yang gerimis. Hujan sekarang.

“Kenapa hijau?” tanya si perempuan.

“Bukankah itu warna favoritmu?” balas suaminya.

Tuhan, bukankah selama ini ia tak memperhatikan hal-hal yang kusukai? Perempuan itu menghembuskan nafas panjang, ia banyak salah menduga tentang lelaki di sampingnya. Suaminya memang jarang menunjukkan kepedulian terhadap hal-hal yang ia sukai, tapi lelaki itu tak pernah melupakannya. Mencatatnya dalam hati saja.

“Suka?” tanya si lelaki. Perempuan itu tersenyum mengangguk. Suka sekali, gumamnya dalam hati.

“Terima kasih,” si perempuan mengangkat wajahnya yang berkaca, memandang lelaki di sampingnya. Si lelaki mengangguk balas memandang wajah istrinya. Baginya, melihat senyum istrinya saja sudah membahagiakannya, apalagi ucapan terima kasih yang disampaikan dengan tulus, merekah sudah.

Apabila seorang laki-laki memandang istrinya dan istri pun membalas pandangan suaminya, maka Allah memandang keduanya dengan pandangan rahmat.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ibu rumah tangga bahagia

Lihat Juga

Kecanduan Film, Apa yang Harus Saya Lakukan?

Figure
Organization