Topic
Home / Berita / Profil / Walau Cacat Tubuh, Rakhmat Lulus dengan IPK 3,93 di Qatar dan Akan Teruskan Master ke Inggris

Walau Cacat Tubuh, Rakhmat Lulus dengan IPK 3,93 di Qatar dan Akan Teruskan Master ke Inggris

Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (dohanews.co
Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (dohanews.co)

dakwatuna.com – Ia terlahir berkebutuhan khusus. Sampai duduk di bangku SMP, segala bentuk pelecehan diterimanya. Jadilah dia korban bullying dari teman sebaya. Namun semangatnya untuk terus belajar tak padam. Lulus dari Qatar University (QU), ia kembali meneruskan ke University of Manchester untuk mendalami politik internasional.

Muhammad Zulfikar Rakh­mat (21) adalah pelajar Indonesia yang baru-baru ini lulus dari Qatar University (QU). Warga Perumahan Jangli Permai, Semarang itu lahir dengan gangguan pergerakan yang parah di kedua lengannya. Hal itu yang membuatnya sulit menggunakan tangannya untuk melakukan  gerakan seperti menulis dan mengambil barang. Kondisi ini juga menye­bab­kan dia terbata-bata (ga­gap) sehingga pengucapannya tidak jelas, demikian seperti diberitakan situs Suara Merdeka.

Kekurangsempurnaan fisik itu membuatnya tak yakin akan masa depannya selama berta­hun-tahun.

Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (fb.com/HumansofQatarUniversity
Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (fb.com/HumansofQatarUniversity

Rakhmat mengatakan, keputusan keluarganya untuk pindah ke Qatar, di mana ia bisa menempuh pendidikan di sekolah yang dapat mengakomodasi keku­rangannya telah  mengubah hidupnya.

Kisah Rakhmat itu baru-baru ini mengundang reaksi dari beberapa mahasiswa di kampus itu setelah foto kelulusannya bersama pimpinan Islam yang biasa disebut Emir dipublika­sikan di halaman Facebook Humans of Qatar University. Ketika berita ini diterbitkan, foto itu telah mendapatkan 743 likes dan 72 komentar.

Lulusan SD dan SMP Al Azhar, Banyumanik, Semarang itu lulus dari QU dengan gelar sarjana hubungan internasional. Dengan IPK 3,93, ia meraih beasiswa penuh dan lulus hanya  dalam waktu 3,5 tahun.

Dalam wawancaranya bersama Doha News, Rakhmat mengaku mendapat kehormatan dan termotivasi atas dukungan dan respons positif dari foto yang diposting itu. Dia tidak menutupi keadaannya namun hal itu tidak memperlambat langkahnya.

‘’Ini sulit karena tangan adalah bagian yang penting dari tubuh kita. Tanpa tangan yang berfungsi dengan baik, banyak kegiatan yang tidak bisa saya lakukan, atau setidaknya harus saya laku­kan dengan cara yang beda. Ketika saya merasa sedih, saya melam­piaskan diri de­ngan membaca Alquran dan di sana dikatakan bahwa Allah tidak akan memberikan beban lebih da­ri yang bisa ditanggung umat-Nya.’’

Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (dohanews.co
Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (dohanews.co

Tumbuh Dewasa

Selama lebih dari dua deka­de, kata Rakhmat, dia dan keluarganya telah melewati perjuangan tiada akhir, seperti bullying dari teman sebaya, penolakan sekolah, kurangnya akses ke fasilitas umum, dan lain-lain. ‘’Karena saya ini cacat fisik, banyak sekolah yang  menganggap inteligen saya juga terganggu.’’

Saat di TK, dia sudah menyadari bahwa ia berbeda dari anak-anak lain karena butuh waktu lebih lama baginya untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Orang tuanya semula menghindari pertanyaan-pertanyaan terkait kondisinya. Namun mereka menjelaskan apa yang akan dihadapi Rakh­mat di kemudian hari (dokter waktu itu mengatakan bahwa kelainan yang dialami Rakhmat tidak memiliki nama)

Kehidupan sekolah tidak mudah bagi Rakhmat muda. Dia mengalami bullying secara terus menerus dari murid-murid lain. Hal itu berlanjut sampai ia duduk di bangku SD. ‘’Ada masa-masa di mana sekolah sangat men­akutkan bagi saya. Namun demikian, orang tua saya selalu mengatakan bahwa jika saya tidak bersekolah artinya saya sudah membiarkan kecacatan fisik ini menang.’’

Dikatakan, ia selalu mencoba untuk sekolah walaupun terus di-bully. Dia percaya hal itulah yang membuatnya menjadi orang yang lebih  kuat.

Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (dohanews.co
Muhammad Zulfikar Rakh­mat. (dohanews.co

Rakhmat adalah anak su­lung. Ia memiliki seorang adik perempuan dan laki-laki.  Ayah­nya se­orang dokter dan ibunya adalah se­orang ibu rumah tangga. Ia ingat benar bagaimana orang-orang menasihati orang tuanya untuk menyekolahkannya di SLB.

Namun demikian hal itu mereka tolak dan perjuangan terbesarnya adalah mendapatkan izin bersekolah di sekolah umum di Indonesia. Pasalnya, tidak se­mua sekolah umum dilengkapi dengan peralatan untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Dikata­kan, ia harus menjalani se­rangkaian tes untuk membuktikan bahwa ia mampu secara akademis untuk belajar bersama anak-anak normal lainnya. Beberapa bulan kemudian, ia akhirnya diterima di sekolah Islam bergengsi.

Perjuangan untuk menemukan sekolah berlanjut saat keluarganya pindah ke Qatar pada 2007 sampai Cambridge School Doha menerimanya sehingga ia dapat menyelesaikan IGCSR dan A level. Adapun IGCSE adalah  International General Certi­ficate of Secondary Education atau dalam bahasa Indonesia artinya sertifikat internasional pendidikan menengah. Ini adalah ujian internasional untuk sis­wa sekolah menengah dan di­khu­­suskan untuk anak berusia 14-16 tahun dengan bertujuan untuk menyiapkan siswa ke jenjang berikutnya, seperti AS le­vel, A level dan program diploma IB.

Kemudian Rakhmad meraih beasiswa penuh ke QU. Dika­takan bahwa masa-masa indah sekolah adalah ketika kuliah dan ia berterima kasih pada para dosen dan teman-teman yang telah  membantunya selama ini. ‘’Jujur, momen paling bahagia dalam kehidupan akademik saya adalah ketika berada di QU.’’

Dia ingat bagaimana para dosen dan staf dari bagian kebutuhan khusus membantunya dan memastikan bahwa dia boleh menggunakan laptop atau menyediakan penulis yang membantunya saat menulis tangan. Kawan-kawan kuliahnya bahkan sering mena­warinya tumpangan ke kampus.

Namun ia mengambil hik­mah atas kekurangannya fisiknya itu dan menganggapnya sebagai guru paling tangguh dan mendorongnya untuk tidak menyerah dalam meraih cita-cita.

Rakhmat saat ini tetap tinggal di Qatar, melanjutkan riset untuk sebuah organisasi di Indonesia yang fokus pada orang-orang cacat di Palestina.

Namun tak lama lagi ia akan bertolak ke Inggris untuk melanjutkan program masternya dalam bidang politik internasional di University of Manchester.   (Ida Nursanti/dakwatuna/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Qatar Kepada AS: Palestina Menanti Solusi Politik Yang Adil

Figure
Organization