Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Menikmati Kegagalan

Menikmati Kegagalan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Dalam menjalani kehidupan, setiap orang tidak luput dengan namanya kegagalan. Target sudah dicanangkan dengan matang, proses dilakukan dengan kesungguhan, tetapi hasil belum maksimal. Itulah warna-warni kehidupan dunia. Apa yang kita usahakan terlihat baik, belum tentu baik menurut Allah. Oleh karena itu, ketika menghadapi suatu kegagalan, percayalah Allah sedang menyelamatkan kita dari suatu bencana yang mungkin efeknya akan jauh lebih besar daripada kegagalan yang kita terima saat itu.

Tidak ada istilah gagal dalam berusaha. Yang ada hanyalah gagal mendapatkan hasil yang diinginkan. Ketika mendapatkan kegagalan dalam suatu upaya, kita masih diberi kesempatan untuk introspeksi diri dan memperbaiki kesalahan. Sehingga, kita akan bisa lebih menata ulang rencana. Lakukan yang terbaik dengan diriingi doa, insya Allah kemudahan akan selalu menyertai bagi setiap insan yang ingat kepada kekuasaan Allah.

Kegagalan adalah Harapan

Kegagalan merupakan suatu keniscayaan bagi semua makhluk, tak terkecuali manusia. Hanya saja, yang menjadi titik tekan sejauh mana orang mau menyadari arti kegagalan tersebut, kemudian bangkit dari kegagalan. Sehingga benarlah ada ungkapan, kegagalan adalah keniscayaan, sedangkan bangkit adalah suatu pilihan. Hal inilah yang menjadi titik perbedaan antara pemenang dan pecundang.

Pemenang melihat kegagalan sebagai harapan, tetapi pecundang melihat kegagalan sebagai hukuman. Sebagai pemenang, ketika mendapati kegagalan, maka dalam benak pikirannya, kegagalan adalah langkah awal untuk menuju kesuksesan dengan selalu memperbaiki diri tanpa harus menyalahkan orang lain. Sedangkan pecundang melihat kegagalan sebagai hukuman. Lantas, ketika mendapati kegagalan dia hanya berpasrah dan menerima kegagalan tersebut tanpa ada upaya untuk mengevaluasi dan memperbaiki, melainkan diam menerima nasib dengan kerendahan diri.

Jangankan manusia biasa, Rasulullah pun pernah menemui kegagalan pada hidupnya. Ketika hendak berdakwah di Thaif, Rasulullah ditolak mentah-mentah oleh masyarakat Thaif. Tak hanya itu, masyarakat Thaif mencerca dan mencaci ajakan Rasulullah. Bahkan yang paling parah, mereka melempari tubuh Rasulullah dengan batu dan kerikil bak seorang penjahat. Hingga tubuh beliau mengeluarkan darah.

Pada saat seperti itulah, optimisme Rasulullah tetap muncul. Kejadian ini memberikan harapan bagi Baginda Rasulullah dengan mendoakan masyarakat Thaif, “Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku. Sungguh, mereka hanyalah orang-orang yang tidak tahu.”

Doa yang dilantunkan oleh Rasulullah menyiratkan suatu harapan. Harapan agar Allah tidak menghukum perilaku mereka. Tetapi memberikan petunjuk keislaman bagi masyarakat Thaif. Dan pada akhirnya, seluruh masayrakat Thaif pun (saat ini) memeluk Islam seperti harapan Rasulullah pada saat itu.

Fa Inna Ma’al ‘Usri Yusran

Gagal bukan akhir dari segalanya. Itu pasti. Oleh karena itu, tidak bijak apabila kita menghukum diri dengan berdiam diri tanpa mau bangkit setelah mendapatkan kegagalan. Kegagalan sejatinya adalah tempat kita belajar. Sehingga, ketika menghadapi kegagalan, jangan jadikan ia sebagai aib yang memalukan. Justru, kegagalan memberikan bukti bahwa kita adalah manusia biasa. Manusia biasa tempatnya kesalahan.

Setiap kesusahan, entah itu kesalahan maupun kegagalan, selalu membawa kemudahan. Kita pun harus optimis dengan hidup. Setiap kegagalan datang, yakinlah kemudahan maupun kesuksesan berjalan beriringan dengan kegagalan. Itu sudah janji Allah. Maka dari itu, tidak sepantasnya kita berputus asa terhadap rahmat-Nya. Allah selalu memperhatikan orang yang selalu memaknai hidupnya dengan hal yang positif. Ketika Anda berani berhusnuzhan kepada Allah, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan yang berlipat-lipat.

Gagal adalah Guru yang Terbaik

Dalam sejarah peperangan umat Islam, pernah terjadi sebuah kekalahan yang menyakitkan. Dalam perang Uhud, kisah kegagalan kaum muslim tertulis dengan jelas. Tujuh puluh sahabat tewas dalam peperangan ini, dan ratusan orang terluka. Bahkan, Rasulullah sendiri terluka. Pipi kirinya tertembus besi hingga melukai gerahamnya. Penyebabnya adalah ketidakdisiplinan tentara pemanah dalam menjaga posnya. Mereka terprovokasi oleh orang munafik dan terbuai dengan harta rampasan yang ada pada saat itu. Hingga pada akhirnya, tentara musuh mampu berbalik unggul dan menyebabkan kekalahan yang menyakitkan bagi umat Islam.

Kegagalan ini tentu menyebabkan kesedihan yang teramat dalam bagi Rasulullah dan sahabat. Tetapi, kegagalan ini menjadi pelajaran yang penting bagi perjuangan Islam pada masa itu. Kekalahan itu menjadi pelajaran tentang ketaatan terhadap pimpinan dan mengorbankan ego pribadi demi tercapainya tujuan jama’i. Selain itu, Rasulullah selalu menahan keinginan orang munafik yang ingin ikut perang. Dan setelah itu, tidak pernah terdengar lagi kaum muslimin mengalami kekalahan dalam suatu perang.

Hal seperti inilah yang menjadi urgensi melihat kegagalan sebagai pengalaman yang berharga. Pengalaman yang mampu menjadi guru yang terbaik dalam proses kehidupan seseorang. Kegagalan adalah salah satu sumber dari ilmu dan pengalaman. Sehingga setiap kegagalan akan selalu diikuti dengan kesuksesan. Sebab setiap gagal, kita mempunyai ilmu dan pengalaman baru yang bisa diterapkan pada proses kehidupan selanjutnya.

Oleh karena itu, nimatilah kegagalan Anda. Karena setiap kegagalan selalu membawa suatu harapan dan keberhasilan. Wallahu A’lam.

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang pengajar tinggal di Surakarta yang senantiasa belajar memaknai hidup dan menuliskannya.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization