Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Menikah, Antara Bersegera dan Tergesa

Menikah, Antara Bersegera dan Tergesa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ilustrasi. (Rudi Trianto)
Ilustrasi. (Rudi Trianto)

dakwatuna.com – Menikah disunnahkan bersegera dan dilarang tergesa-gesa. Bersegera, bukan berpatokan pada cepat atau lambatnya proses menuju pernikahan. Tetapi lebih berdasarkan pada kemaslahatan dan kemafsadatan bersama.

Ada perbedaan mendasar antara pernikahan yang disegerakan dengan pernikahan yang dilaksanakan secara tergesa-gesa. Kita akan membicarakan masalah ini melalui dua cara. Pertama, melalui tanda-tanda hati  (mudah-mudahan Allah menjernihkan hati kita). Kedua, melalui perumpamaan yang dapat dipikirkan oleh akal.

1. Tanda-tanda Hati

“Orang yang mempunyai niat tulus, adalah dia yang hatinya tenang, terbebas dari pemikiran hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya yang membuat niatmu murni untuk Allah dalam segala perkara.” kata Imam Ja’far Ash-Shadiq, guru dari Imam Abu Hanifah

Kalau kita menyegerakan nikah karena niat yang jernih, insya Allah hati kita akan merasakan ketenangan jiwa saat menghadapi masalah-masalah. Kita merasa yakin, meskipun harapan dan kekhawatiran meliputi dada. Kita merasa tenang, meskipun ada sejumlah masalah yang membebani dan menyita perhatian.

Ketenangan dan beban masalah bukanlah dua hal yang bertentangan. Seperti seorang ibu saat menghadapi persalinan, ia merasakan ketenangan hati dan keyakinan. Meskipun harus melewati perjuangan mendebarkan yang melelahkan secara fisik dan ketegangan psikis. Namun, ketegangan ini bukan sejenis perasaan tidak aman.

Lain halnya dengan tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan ditandai perasaan tidak aman dan hati yang diliputi kecemasan yang memburu. Seperti berdiri di depan hewan buas. Ada perasaan ingin cepat-cepat berlari pergi menjauh. Kalau berlari, takut dikejar dan terjatuh. Kalau tetap berdiri di dekatnya, tidak ada kepastian dan ada  kekhawatiran akan dimangsa. Inilah gambaran sekilas. Kalau belum jelas, bertanyalah kepada hati nuranimu. Mintalah fatwa kepadanya.

Rasulullah Saw. bersabda,  “Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati.  Dan dosa itu adalah  apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati,  walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.” (Hr. Ahmad).

2. Tanda-Tanda Perumpamaan

Kalau suatu saat kita naik motor dan menjumpai tikungan tajam, apa yang kita lakukan? Apakah kita akan segera membelokkan kemudi tanpa mengurangi kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, kita mengurangi kecepatan sedikit, menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok baru menambah kecepatan sedikit demi sedikit?

Jika kita memilih yang pertama, sangat mungkin kita terpental sendiri. Kita terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak  atau agak lama. Baru kemudian dapat meneruskan perjalanan. Keinginan kita untuk cepat sampai di tempat tujuan dengan tidak mengurangi kecepatan, apalagi justru dengan menambah kecepatan, tidak membuat kita lebih cepat sampai dengan tenang, tenteram, dan  aman.

Bisa-bisa, kalau kecepatan kita tetap antara sebelum berbelok dengan saat-saat berbelok, kita justru terpental. Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal, tidak seimbang.

Jika kita memilih yang kedua, insya Allah kita akan dapat sampai lebih cepat. Awalnya memang mengurangi kecepatan,  tapi sesudah betul-betul memasuki tikungan dengan baik, kita bisa menambah kecepatan. Jika kita mengurangi kecepatan lebih banyak lagi, kita bahkan dapat membelok tanpa harus memiringkan badan banyak-banyak.

Jalan yang lempeng adalah tamsil dari masa melajang, masa ketika masih sendiri. Belokan adalah proses peralihan menuju status baru, menikah dan berumah tangga. Sedang jalan berikutnya yang dilalui setelah berbelok, adalah  kehidupan keluarga setelah menikah. Pilihan pertama adalah sikap  tergesa-gesa untuk menikah, sedangkan pilihan yang kedua adalah menyegerakan.

Ada perumpamaan lain. Ketika kita membuat bubur kacang hijau, ada beberapa bahan yang perlu kita masukkan. Bahan yang paling pokok adalah kacang hijau dan  gula. Kalau kita memasukkan gula bersamaan dengan kacang hijau, sesudah itu segera direbus, kita akan mendapati kacang hijaunya tidak mau mekar. Kita  tergesa-gesa.

Kalau kita memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar, kita menyegerakan. Tetapi, kalau kita lupa tidak segera memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar cukup lama, kita akan kehilangan banyak zat gizi yang penting.

Mudah-mudahan Allah  Ta’ala memasukkan kita  ke dalam golongan orang-orang yang menyegerakan, bukan tergesa-gesa. Semoga Allah menjadikan pernikahan kita barakah dan diridhai Allah. Saya memohon perlindungan kepada Allah dari penjelasan yang tidak menambah kejelasan. Mudah-mudahan apa yang kurang  dalam tulisan ini menjadikan kita berhati-hati. Mudah-mudahan apa yang terang, menjadikan kita mempunyai keyakinan hati. Mantap dalam melangkah.

“Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan jadikanlah barakah apa yang telah Engkau  takdirkan. Sehingga, tidak ingin menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan  menunda apa yang Engkau segerakan.”

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Figure
Organization