Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Beristighfarlah (Bagian ke-2)

Beristighfarlah (Bagian ke-2)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Tangis karena Takut Kepada Allah
Tangis karena Takut Kepada Allah

dakwatuna.com – Beristighfarlah. Untuk larangan dan peringatan yang kita abaikan. Ketika  Rasulullah Shallallahu ‘laihi wasallam melarang kita makan minum sambil berdiri, tapi kita justru melakukannya. Dan menjadikannya kebiasaan. Lalu kita katakan, “Itu kan budaya”. Bahkan dengan apriori kita bilang, “Ngapain sih ngurusin amat, cuma soal makan-minum!” Padahal betapa peringatan beliau itu begitu keras. ”Janganlah seseorang dari kalian minum sambil berdiri. Barangsiapa lupa hendaklah ia memuntahkannya.” (HR. Imam Muslim)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita makan dengan tangan kiri, kita justru membiasakannya. Meski tak ada kondisi darurat apa pun dengan tangan kanan kita. Sedang peringatan beliau begitu kerasnya. “Janganlah seseorang makan dengan tangan kirinya, dan jangan pula minum dengan tangan kirinya, karena setan makan dan minum dengan tangan kiri.” (HR. Imam Bukhari)

Ketika Allah Subhanahu wa ta’ala melarang kita membuang-buang harta dalam kemubaziran, malah kita terbiasa dengan pestapora. Lalu, dengan sikap tak peduli membiarkan makanan terbuang percuma. Dan kita menganggap itu bagian dari kemajuan. ”Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.  Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (Qs. al-Isra: 26-27). Lagi-lagi peringatan itu demikian kerasnya. Tapi kita tak ambil peduli!

Banyak lagi larangan dan peringatan yang kita remehkan. Kita tak peduli. Harta dibuang-buang untuk dua-tiga bungkus rokok sehari. Sementara untuk sedekah masih harus berpikir seribu kali. Sudah kebiasaan, alasan kita. Kadung suka, susah berhenti, jawab kita. Ciri lelaki, kata kita. Dan kita semakin asyik tenggelam dalam larangan. Semoga istighfar kita didengar Allah lalu Dia mengampuni. Kemudian Dia membimbing kita untuk selalu peduli dan sensitif dengan berbagai peringatan dan larangan.

Beristighfarlah. Untuk prasangka buruk yang kita benarkan. Pada orang yang belum tentu salah. Lalu kita jadikan sandaran untuk menilainya. Lalu tumbuhlah persepsi kita bahwa dia memang salah. Bahwa dia memang seburuk yang kita sangka. Padahal ini salah satu penyakit hati yang paling merusak. Merusak hubungan kekeluargaan. Marusak jalinan ukhuwah. Merusak bangunan umat yang seharusnya kita jaga dan tegakkan. Padahal, sudah jelas buruknya perkara ini. Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan melalui firman-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa.” (Qs. al-Hujurat: 12). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan pula, iyyaakum wazh-zhanni fa innazh-zhanni akdzabul hadiitsi. “Jauhilah prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta.” Demikian sabda beliau (Hr. Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Beristighfarlah. Untuk umpatan dan cemoohan yang kita lontarkan. Ucapan yang tidak patut keluar dari lisan seorang yang mengaku diri beriman. Kata-kata yang tak pantas diucapkan oleh seorang yang merasa diri berkepribadian baik dan berakhlak mulia. Hingga membuat orang lain sakit hati. Hingga memunculkan kebencian. Lalu berlanjut menjadi permusuhan. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain. Dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” (Qs. al-Hujurat: 11)

Beristighfarlah. Untuk dusta yang kita ucapkan. Yang seringkali terlontar tanpa sadar. Karena saking seringnya kita berkata bohong. Hingga bohong jadi kebiasaan. Padahal perkataan dusta hanya akan keluar dari orang yang di hatinya ada bibit kemunafikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga. Jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika dipercaya ia berkhianat.”(Hr. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah Ra.) Karena kita beriman, maka semestinya kita jauh dari perkataan dusta dan kebohongan. Mudah-mudahan dengan istighfar kita, Allah menyelamatkan kita dari petaka kemunafikan.

Beristighfarlah. Untuk janji yang tidak kita tepati. Tanpa rasa bersalah. Tanpa merasa sebagai utang. Hanya karena kita sudah mengatakan, “insya Allah”. Ini kebiasaan kita yang keliru. Ucapan “insya Allah” jadi tameng bagi pengingkaran janji. Karena sudah ada “insya Allah”, maka dengan enteng kita mengabaikan janji. Bahkan seringkali ucapan ini jadi pembungkus niat untuk ingkar janji. Sikap yang jelas-jelas merendahkan makna “insya Allah” itu sendiri sebagai sebuah janji yang kuat dengan melibatkan Allah di dalamnya. Akibatnya, kini sebagian di antara kita sudah tidak lagi percaya dengan “insya Allah”! Maka, akhirnya kita sering mendengar, “Jangan insya Allah, dong…!” Begitu jadinya.

Nah! Beristighfarlah. Dan jangan obral janji. Namun sekali berjanji pantang untuk tidak menepati. Inilah pribadi mukmin sejati. Mudah-mudahan dengan istighfar kita, Allah akan mengampuni dan menolong kita memperbaiki diri.

Beristighfarlah. Untuk kemalasan yang kita perturutkan. Dalam beribadah. Dalam bekerja. Dalam berbuat baik dan memberi kemanfaatan kepada orang lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat jauh dari sifat malas. Bahkan beliau senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari sifat malas. Dalam doanya beliau memohon, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari sempit dada dan gelisah, dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahann dan kemalasan, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan kungkungan manusia.” Beristighfarlah. Dan buanglah kemalasan. Lalu jadilah orang yang memiliki semangat tinggi untuk bekerja dan beramal. Semoga dengan istighfar, Allah memasukkan ke dalam hati kita semangat yang menyala-nyala. Untuk terus beramal dan bekerja. Melahirkan dan memberikan yang terbaik dari amal-amal yang kita punya.

Beristighfarlah. Untuk doa-doa keliru yang kita panjatkan. Untuk permohonan salah yang kita mintakan. Permohonan yang kita sangka baik padahal buruk dalam pandangan Allah. “Janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang bodoh.” (Qs. Hud: 46) Termasuk juga kita beristighfar untuk harapan yang sia-sia dan berlebihan. Mudah-mudahan dengan istighfar yang kita lantunkan, Allah mengampuni dan membimbing kita. Sehingga kita berada dalam sebaik-baik harapan dan permohonan.

Beristighfarlah. Untuk pikiran buruk yang kita lintaskan. Yang berisi gagasan-gagasan nakal dan liar. Gagasan dan ide konyol yang membuat kita dihinakan. Oleh-Nya Yang Mahamulia. Gagasan dan pemikiran yang berisi konsep-konsep kacau yang dapat menimbulkan kerusakan di tengah-tengah barisan. Pikiran yang hanya mementingkan kepuasan pribadi dan kepentingan kaum zindik dan munafik. Pikiran yang melahirkan konsep-konsep penjungkirbalikan kebenaran agama dengan dalih pembaruan dan pluralisme. Pikiran dan gagasan yang bukan untuk kemaslahatan. Melainkan kerusakan, bencana, dan kekacauan. Beristighfarlah. Beristighfarlah sebelum terlambat.

Beristighfarlah. Untuk khayalan buruk yang kita nikmati. Khayalan yang melambungkan angan pada sensasi-sensasi sesat dan memabukkan. Yang jika diikuti akan membawa kita pada kebinasaan. Khayalan yang melupakan kita dari kewajiban. Khayalan yang melenakan kita dalam buaian angan. Khayalan yang melupakan kita dari tanggung jawab dan kepedulian. Khayalan yang sesungguhnya merusak dan menghancurkan, bukan membahagiakan. Bahkan menyeret kita pada perbuatan bejat dan kekejian. Ingatlah, bahwa Allah tidak lengah dari apa pun yang ada pada kita, bahkan pada apa yang terlintas dalam pikiran kita. “Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (Qs. al-Mulk: 13) “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qs. Qaf: 16) Dan, untuk itu semua pasti ada perhitungannya. Pasti ada pertanggungjawabannya. “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Qs. al-Isra: 36) “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Qs. Ghafir: 19) Maka beristighfarlah, dan segera sudahi kebiasaan berkhayal. Semoga dengan ini Allah melindungi kita dari kendali khayalan yang membinasakan.

Beristighfarlah. Untuk langkah keliru yang kita ayunkan.  Pada tempat-tempat yang di situ tumbuh subur keburukan. Pada kumpulan yang di dalamnya dibangun kemaksiatan dan rencana jahat. Pada kegiatan yang hanya akan menimbulkan kemudharatan. Juga pada keramaian yang mengundang bergabungnya setan-setan.

Beristighfarlah. Untuk makanan haram dan syubhat yang kita suapkan. Masuk ke mulut lalu kita telan. Masuk ke perut, lalu darah pun mengedarkan. Ke seluruh bagian tubuh dan organ. Baik yang disadari maupun tidak. Baik terpaksa maupun dengan sukarela. “Terpaksa” yang memang atas pilihan sendiri. Hingga kita terjerumus pada kemurkaan Allah. Dan Dia telah menyediakan balasan yang mengerikan.

Bersambung….

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ayah dari tiga orang puteri (Asma, Waffa, dan Aisyah). Lahir di Kuningan, Jawa Barat. Kini tinggal di Bogor.

Lihat Juga

Berharap Rahmat Allah

Figure
Organization