Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Adakah Hari yang Sempit?

Adakah Hari yang Sempit?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: movingforward.net)
Ilustrasi. (Foto: movingforward.net)

dakwatuna.com – Dari tujuh hari yang dilalui di dunia ini. Ada satu hari yang istimewa. Hari tersebut merupakan sebaik-baiknya hari sebab pada hari itu dilimpahkan keberkahan-Nya dan diturunkan kebaikan-kebaikan serta  menjadi hari raya pekanan bagi umat muslim seluruh dunia.

Ironisnya, sebagian orang beranggapan bahwa hari Jumat adalah hari yang sempit sebab mereka akan melaksanakan shalat Jum’at secara berjamaah. Semua aktivitas dikurangi dari jam semestinya.

Padahal, jam berapakah azan Jum’at berkumandang? Bukankah azan Jum’at berkumandang tepat pada saat waktu Dhuhur telah masuk? Apa bedanya dengan hari-hari biasa? Mengapa harus dikatakan sebagai hari yang pendek atau sempit? Seusai shalat Jum’at pun masih bisa beraktivitas seperti biasanya. Apakah hanya gara-gara ada serangkaian ibadah Jum’at sehingga memaksakan diri untuk mengatakan hari Jum’at sebagai hari yang pendek?

Astaghfirullah, begitu sempitnya pemikiran sebagian manusia yang mengatakan bahwa hari Jum’at adalah hari pendek nan sempit. Dikarenakan mereka akan cukup lama berdiam diri di masjid untuk mendengarkan khutbah dan mendirikan shalat Jum’at. Berapa jam waktu yang terpakai untuk melaksanakan shalat Jum’at? Apakah berjam-jam?

Hari  Jum’at merupakan hari yang mulia dan pernuh berkah. Sebab pada hari itu terdapat satu waktu dimana apabila seorang hamba menengadahkan kedua tangannya untuk berdoa, maka doanya akan dikabulkan.

“Sesungguhnya di dalam hari Jum’at ini, ada suatu waktu yang tidaklah seorang Muslim menemuinya (hari Jum’at) sedangkan ia dalam keadaan berdiri shalat memohon sesuatu kepada Allah, melainkan akan Allah berikan padanya.” (Muttafaq ’alaihi)

Tak ada bedanya seperti hari biasanya waktu yang dilewati oleh setiap manusia yakni duapuluh empat jam. Sama halnya seperti hari Jum’at, waktu yang diberikan tetap duapuluh empat jam. Dimanakah waktu yang sempit tersebut?

Sejenak merenungi diri. Apakah diri ini yang salah? Sebab, merasa tak betah berada di masjid seakan-akan waktu berjalan lambat dan sangat lama untuk mengakhiri rangkaian ibadah Shalat Jum’at.

Kebanyakan manusia masih terlena dengan dunia sehingga menyebabkan urusan akhirat terlupakan bahkan teracuhkan. Urusan ibadah menjadi nomor sekian setelah perkara-perkara dunia lainnya. Mereka terlalu banyak mengalokasikan waktu hanya untuk urusan dunia dan sangat sedikit yang dialokasikan untuk urusan bahkan tidak ada sama sekali. Apakah itu gambaran kaum muslimin sekarang ini?

Akibat teralokasilkan sedikit urusan akhirat, ketika bertambah waktu yang harus dialokasikan seakan-akan kehilangan waktu berjam-jam. Sungguh, sangat merugi bagi orang yang merasa kehilangan waktunya akibat beribadah kepada Sang Khalik?

Manusialah yang salah dan hina. Dilimpahkan waktu duapuluh empat jam tetapi tak mampu mengaturnya secara seimbang antara urusan dunia dan urusan akhirat. Terlalu banyak urusan dunia yang dilakukan daripada urusan akhirat. Apakah manusia akan selamanya hidup?

Waktu itu akan sempit ataupun luas tergantung pribadi masing-masing dalam mengaturnya. Karena semua orang mendapatkan jatah waktu yang sama. Tak kurang dan tak lebih, tepat 24 jam.

Kesempitan waktu pertanda bahwa kita belum pandai mengelola waktu terutama waktu untuk menghadap kepada-Nya, terutama pada hari Jum’at. Hari berkumpulnya umat Islam di tempat nan mulia untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya.

Lewat untaian khutbah, sang khatib mengingatkan diri sendiri dan jama’ah untuk meningkatkan ketakwaannya kepada Allah juga sebagai evaluasi mingguan tentang amal ibadah dan kebaikan yang dilakukan oleh setiap insan. Sudah benarkah kita mengelola waktu untuk urusan dunia dan akhirat?

Tak ada hari yang sempit. Bukankah semua hari sama waktu yang telah diberikan? Hari yang sempit muncul tatkala hari-hari tersebut digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya dan meninggalkan semua perintah-Nya.

Hari tersebut terbuang dalam kesia-siaan tanpa dilalui dengan kebaikan atau amal ibadah yang akan menjadi kawan. Kawan saat nafas ini tak  terhembuskan. Untuk menhadapi peradilan Tuhan.

Hari sempit hanya milik orang-orang yang melupakan-Nya. Pikirannya hanya tertuju pada dunia dan dunia. Tak pernah sedetik pun dia luangkan waktunya untuk beribadah. Sehingga waktu terasa cepat berputar dan sempit.

Pagi, siang, sore, malam berputar sangat cepat baginya. Maka itu, dia merasakan kesempitan hari. Sebaliknya, orang yang mampu menghiasi hari-harinya dengan kebajikan dan amal ibadah maka tak akan mengenal hari sempit. Dia akan selalu merasa luang sebab dia pandai membagi waktu antara urusan dunia dan akhirat.

Setiap kali azan berkumandang, dia tinggalkan urusan dunia untuk menunju urusan akhirat. Aktivitas itulah yang membuat dia merasakan luang dalam beribadah dan beraktivitas, pancaran kebaikan menuntunnya pada ketenangan hati. Sedangkan orang yang merasa sempit hari, hatinya telah tertutup oleh pancaran kebaikan dikarenakan sangat banyak pancaran keburukan yang menempel di hatinya.

Tak akan pernah ada hari yang sempit jika semua hari dihiasi dengan amal ibadah dan kebajikan. Hati akan terasa tenang dan tentram tatkala pancaran Ilahi menembus relung-relung jiwa setiap insan.

Jangan biarkan waktu yang berputar cepat membuat kita merasakan hari yang sempit. Namun, buatlah waktu yang berputar cepat itu menjadi waktu luang agar mampu terisi dengan kebaikan dan kebermanfaatan agar diri ini tak menjadi orang-orang yang merugi.

Demi masa,

Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian

Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan berpesan (nasihat menasihati) dengan kebenaran dan berpesan dengan kesabaran.

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan. Disela-sela menuntut ilmu sebagai mahasiswa diberikan amanah oleh dekanat menjadi reporter Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.

Lihat Juga

41 Tahun Hari Bumi Palestina

Figure
Organization