Topic
Home / Berita / Internasional / Afrika / Semudah Inikah Revolusi Arab Dipermainkan?

Semudah Inikah Revolusi Arab Dipermainkan?

Khalifa Haftar (alarabiya.net)
Khalifa Haftar (alarabiya.net)

dakwatuna.com – Tripoli. Upaya menggagalkan revolusi Arab memasuki babak baru. Beberapa bulan terakhir sering terjadi perseteruan politik dan senjata di Libya. Bahkan gedung parlemen yang seharusnya dihormati karena menjadi satu-satunya hasil pemilihan umum, menjadi tempat yang sangat mudah diinjak-injak kelompok bersenjata tanpa bisa dilakukan tindakan hukum.

Para aktivis revolusi, pemerintah, parlemen dan militer ini gagal mengatasi kekacauan ini. Sehingga siapa pun yang berambisi merebut kekuasaan akan dengan mudah melaksanakan agendanya berdalihkan melaksanakan kehendak rakyat. Demikian Khalid Musthafa menulis dalam artikelnya di Al-Muslim, Selasa (20/52014) kemarin.

Menurutnya, mencapai ambisi itu mungkin lebih mudah dilakukan di Mesir karena bisa menggunakan alat media. Namun yang terjadi di Libya terasa berbeda, Khalifah Haftar pernah mengumumkan pembekuan parlemen,  penguasaan militer, dan penentuan roda map, pada tanggal 13 Februari 2014 yang silam. Tapi tidak ada orang mau mendengar dan menanggapinya saat itu, sehingga upaya kudeta itu gagal total.

Karena gagal itulah, Haftar mengubah strateginya dengan menggunakan kekuatan senjata, memaksa rakyat menerima kudetanya setelah mendapatkan restu dari beberapa pemimpin negara kawasan dan internasional. Dalih yang dibawanya adalah perang melawan teroris dan radikalis.

Kita tidak menyaksikan jutaan orang berunjuk rasa meminta Haftar menjadi pemimpin Libya dan menunjukkan pada dunia bahwa yang sedang terjadi di Libya sebuah revolusi. Namun demikian, beberapa media cetak dan elektronik saat ini menampilkan seolah Haftar adalah tokoh yang sedang menyelamatkan kehendak rakyat. Hal ini dilakukan untuk menciptakan Qadzafi Baru, seperti keberhasilan menciptakan Mubarak Baru di Mesir.

Libya terdiri dari suku-suku yang berbeda dan tidak jarang berkonflik. Oleh karena itu, jika aksi Haftar terakhir tidak bisa segera dihentikan, kondisi akan berubah sangat kacau. Mungkin akan jauh lebih kacau dari kondisi Suriah.

Pasca revolusi hingga saat ini, Libya belum pernah mengalami ketenangan. Selain karena faktor geografis, sosial dan politik, juga karena faktor orang-orang dekat Qadzafi yang sempat melarikan milyaran kekayaannya ke luar negeri. Negara-negara yang menampung mereka tidak pernah bersedia menyerahkan mereka walaupun tuduhan mereka sangat berat seperti membunuh dan membantai. Orang-orang inilah yang mungkin telah mengusahakan kekacauan di Libya saat ini. Misalnya dengan menyuplai dana dan senjata, menghalangi kelancaran ekspor minyak, dan sebagainya. (msa/dakwatuna)

Redaktur: M Sofwan

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ketua Studi Informasi Alam Islami (SINAI) periode 2000-2003, Kairo-Mesir

Lihat Juga

Konflik Air Antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir

Figure
Organization